Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kartun

Waruga dibersihkan juga diburu

Waruga, kuburan lama yang berbentuk indah, mulai diperhatikan kembali oleh masyarakat sul-ut. pemugaran dan penelitian dilakukan terhadap 405 buah waruga yang bernilai sejarah.(ils)

14 Oktober 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"KEMBALI ke antik," merambat ke Sulawesi Utara. Di sini salah satu ciri menggemari sesuatu yang kuno dan antik ialah pemugaran waruga. Waruga (berasal dari kata maroga, berarti menjadi kering) ialah kuburan lama yang mempunyai bentuk indah, balk msan maupun ornamen-ornamen yang unik. Dulu -- selain banyak dibuat patung, antara lain patung Gubernur HV Worang sendiri -- waruga juga mendapat giliran untuk dibersihkan. Dan rupanya pada suatu waktu bisa dijadikan obyek turis, selain juga obyek penelitian tentang kisah orang-orang Sulawesi Utara. Ada sekitar 2.000 buah waruga tersebar di Minahasa Utara dan Tengah dan 405 buah di antaranya telah diteliti oleh mereka yang dianggap ahli. Banyak di antaranya dipindahkan ke suatu area yang lebih layak. Karena tak sedikit waruga ditemukan dan mempunyai arti sejarah terletak berdampingan dengan rumah penduduk. Penyelidikan secara ilmiah memang belum dilakukan karena waruga tersebut baru saja dikebut untuk dibersihkan. Pihak Kanwil P&K Sulawesi Utara mengutarakan bahwa sebelum waruga itu dipugar, sekitar 10% waruga-waruga di daerah ini telah porak poranda dijungkir-balikkan oleh para pencari barang antik. Tonaas Worang Bahkan menurut catatan, di tahun 1950 ada dua buah waruga yang telah diboyong ke negeri Belanda dan Jerman. Bobot waruga itu tak terkira beratnya tapi nilai sejarahnya jauh lebih berat lagi. Tidak bisa diperkirakan bagaimana orang dulu menggotong waruga itu, karena ketika waruga Opo Worang (kakek dari bekas Gubernur Worang) tahun lalu hendak dipindahkan dari Desa Kakaskasen, ratusan orang telah mengadakan kerja bakti untuk mengangkatnya. Dan tidak jarang, waruga kuno terletak di tepi tebing sungai yang cukup tinggi. Bentuk waruga-waruga itu hampir seragam di Sulawesi Utara. Terbuat dari batu utuh yang besar, bergerongga tengahnya dan penutup gerongga inilah yang biasanya diberi hiasan ornamen. Ada tiga macam waruga yang didapat di sana. Waruga besar, sedang dan kecil. Macam waruga ini tidak ada hubungannya dengan besar kecilnya tubuh orang yang meninggal, tapi erat berkaitan dengan pangkat si almarhum. Meskipun di Minahasa (dan Sulawesi Utara umumnya) di zaman dulu tidak mengenal feodalisme atau kelas masyarakat, tapi mereka menghormati orang yang mempunyai pengaruh dan peran istimewa yang biasanya dipanggil Tonaas atau Walian. Ingat sajalah beberapa waktu yang lalu, bekas Gubernur Worang telah diberi gelar Tonaas Wangko Um Banua. Tingkatan kapan waruga itu dibuat, bisa dilihat dari bentuknya. Misalnya di daerah-daerah seperti Kema, Kaima, Tanggari dan Maumbi, waruga yang ditemukan tidak berisi "benda-benda pengiring jenazah" seperti guci dan barang-barang lain yang menjadi kesayangan ketika hidupnya. Gerongga batu hanya berisi tulang belulang belaka. Orang menduga, waruga tingkatan ini dibuat ketika manusia Minahasa belum mengenal barang pecah-belah dan masih hidup di zaman batu. Waruga Tombulu Kemudian di daerah Talikurang Kakas dan Paso di tepi Danau Tondano, selain tulang belulang didapati juga beberapa pecahan kereweng (pecahan gerabah atau tembikar). Di Airmadidi bagian bawah dan Woloan bahkan ditemukan orang keramik jenis dinasti tertentu yang berasal dari Negeri Cina. Keramik dari zaman Sung, Ming bahkan ada beberapa dari Swankalok -- semua ini telah menjadi buruan pencari barang tembikar antik. Waruga yang termuda ialah yang diperkirakan dibuat pada pertengahan abad-19. Selain ornamen hiasan pada penutup waruga, ada pula terdapat tulisan Latin yang menyatakan bahwa orang Minahasa telah mengenal baca tulis. Diduga saat itu bersamaan dengan datangnya agama Kristen yang dibawa oleh misionaris Riedel dan Swaars ke Minahasa 147 tahun yang lalu. Dan yang paling unik ialah waruga dari Tombulu. Makam dari Tombulu ini tidak hanya memuat satu mayat saja. Satu lubang batu, biasa berisi beberapa mayat yang terdiri dari sekumpulan keluarga. Uniknya makam di Tombulu ini ialah: posisi mayat dalam keadaan duduk. Letak makam dan letak duduk juga selalu menghadap ke timur, ke ufuk matahari terbit. Mereka percaya, bahwa orang yang meninggal itu akan melangkahkan jiwanya ke satu tempat harapan yang baru, yaitu ke tempat matahari terbit.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus