INI terjadi pada 1976. Sebuah wawancara Fikri Jufri. Wartawan TEMPO ini (waktu itu penanggung jawab rubrik Ekonomi) mengunci wawancaranya dengan pertanyaan kesepuluh, "Suatu waktu, siapa yang Bapak anggap tepat untuk duduk sebagai pimpinan?" Dan Ibnu Sutowo menjawab, "Bagi orang yang sudah berumur di atas 60 tahun, setiap hal bisa saja terjadi tiap waktu. Jadi, saya juga sudah pikirkan pada suatu waktu entah kapan - harus terjadi perubahan .... Jadi, saya tak pernah berpikir ingin jadi direktur utama seumur hidup." Memang begitu akhirnya faktanya tak berapa lama setelah memberikan wawancara yang jarang itu kepada Fikri, dan dimuat di majalah ini 17 Januari 1976, Ibnu Sutowo menyerahkan Pertamina yang tengah pingsan kepada Piet Haryono. Yang menggembirakan kami tentu bukan itu. Yang menggembirakan sebuah penerbitan berita ialah berhasilnya mendapat jawab langsung dari mulut pertama: dari tokoh yang sedang ditunggu keterangannya tapi selalu dapat mengelak setiap cegatan wartawan. Untungnya, kami sudah merintisnya sejak lama. Sebelum 1976, pada awal dan akhir 1975, TEMPO menurunkan dua laporan utama tentang Pertamina, yang kemudian disusul dengan tiga laporan utama lagi sampai yang ketujuh ini. Untuk itu, Fikri Jufri mewawancarai secara khusus ketiga toksh yang pernah memimpin Pertamina: Ibnu Sutowo, Piet Haryono, dan Joedo Sumbono. Hal itu tidak berarti menunjukkan bahwa Fikri getol mengorek-ngorek isi perut si Kuda Laut itu - juga waktu kami memberitakan soal utang besarnya pada tahun 1976. TEMPO hanya ingin selalu tidak ketinggalan mengikuti berita-berita sekitar minyak. Berita-berita itu memang umumnya kering, penuh istilah teknis, tentang sidang OPEC ataupun tentang cara menghitung minyak dengan barel dan satuan dolar. Tapi, bukankah minyak begitu penting bagi belanja negara kita - sampai detik ini? Yang jadi soal tentu bagaimana menyajikan "cerita minyak" secara mudah dicerna oleh pembaca awam, sekaligus cukup bermanfaat sebagai informasi bagi ahli. Sebab, kami "telanjur" sudah bersemboan: bagaimana menulis laporan politik tapi bukan propaganda, ekonomi tidak sekadar statistik, pokok & tokoh tidak sekadar gosip, agama tldak sekadar khotbah .... Tentu, tidak mudah. Tapi cara pemberitaan TEMPO memang suatu proses belajar yang panjang - dan umpan balik dari pembaca karena itu guru yang terbaik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini