KAMI sudah lama ingin melakukan wawancara khusus dengan Kapolri Letnan Jenderal (Pol.) Kunarto. Tak lama setelah ia dilantik menggantikan Jenderal (Pol.) Sanoesi, Februari 1991, kami sudah mulai mengupayakan wawancara itu. Tapi jawaban Kapolri membuat kami mesti bersabar. "Saya baru saja diangkat, belum pantas memberi pernyataan tentang Polri. Saya tak mau diwawancara dalam satu tahun ini," katanya. Kunarto ternyata konsisten dengan pernyataan itu. Beberapa kali kami coba lagi, ia tetap menolak diinterviu secara khusus. Kenapa Kunarto perlu diuber? Yang pertama, kami memang biasa membuat wawancara khusus dengan seorang pejabat tinggi yang baru diangkat. Selain untuk memberi informasi kepada pembaca tentang profil sang pejabat, juga untuk mencari tahu berbagai langkah baru yang mungkin akan diambil pejabat baru itu, yang biasanya selalu menarik. Menteri Parpostel Soesilo Sudarman, misalnya, tak lama setelah dilantik, berbicara banyak soal penertiban Perumtel. Ia berjanji akan membereskan permainan soal pemasangan telepon di perusahaan itu. "Saya akan masuk rimba raya di sana dengan senapan Winchester dan sepatu lars," ujar bekas Pangkowilhan Sumatera itu. Tapi lain dengan Kunarto. Dia memilih gaya yang "tidak menggebrak-gebrak" "Saya mau biasa-biasa saja," katanya. Ketika kami kembali berupaya menguber Kunarto, awal Februari lalu, alasan tadi tentu sudah berubah. Sebab Kunarto bukan lagi seorang Kapolri yang baru. Toh ia sudah setahun jadi Kapolri. Kepentingan kami kali ini, ingin mengetahui berbagai langkah yang diambilnya dalam pengamanan pemilu mendatang. Yang lebih penting lagi, kami ingin mengorek tentang adanya kecenderungan baru dalam dunia kriminalitas akhirakhir ini: meningkatnya kejahatan berkelompok. Kelompok kriminalitas ini apakah kelompok pencurian, dan terutama kelompok garong tampaknya tumbuh subur. Sasaran mereka adalah perumahan di sekeliling pinggiran Jakarta atau kota besar lainnya yang sekarang menjamur. Ini tentu bisa meresahkan. Bagaimana langkah polisi? Apa kata Kapolri? Seorang pejabat di Mabes Polri menyarankan kami sebaiknya mengundang Kapolri berkunjung ke TEMPO. Itu kami laksanakan. Hasilnya, awal bulan ini, kami menerima kabar dari Brigjen. Jeanne Mandagi ketika itu ia masih menjabat Kepala Dinas Penerangan Polri bahwa Kapolri bersedia memenuhi undangan itu. Hanya, tempatnya tidak di kantor TEMPO, tapi di Mabes Polri. Artinya, kami yang harus mengunjungi Pak Narto panggilan akrab lelaki kelahiran Yogya itu. Maka sebuah rombongan TEMPO berangkat ke Mabes Polri, 13 Februari ini. Mereka dipimpin oleh Zakaria M. Passe, Redaktur Pelaksana yang mengkoordinasikan rubrik Kriminalitas. Anggota rombongannya terdiri atas Ahmed Kurnia Soeriawidjaja, Gatot Triyanto, Agus Basri, Widi Yarmanto, Ivan Haris, Andi Reza Rohadian, dan fotografer Rully Kesuma. Kapolri ternyata sudah menyiapkan pasukannya. Selain Brigjen. Jeanne Mandagi dan beberapa pejabat Mabes Polri lainnya, hadir pula Wakil Kapolda Metro Jaya Brigjen. Muhammad Yusnan beserta sejumlah stafnya dalam acara itu. Selama dua jam, jenderal bertubuh tinggi kurus ini menjawab pertanyaan TEMPO diselingi kelakarnya yang memancing tawa. Sebagian wawancara itu telah kami tampilkan di rubrik Nasional TEMPO pekan lalu. Yang lainnya kami pakai untuk memperkuat Laporan Khusus TEMPO nomor ini tentang kejahatan berkelompok.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini