Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kutipan & Album

Yang Pertama Dikontrak Putih

14 September 2015 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TIGA pesepak bola asal Papua akan mengikuti tes untuk menjadi pemain klub Apollon Kalamarias, Thessaloniki, Yunani, pekan ini. Ketiganya adalah Marinus Wanewar, 18 tahun, Yan Piet Nasadit (18), dan Reinhard Sokoy (17).

Bersama Reinhard, pemain sayap kanan yang pernah mengenyam pendidikan setahun di French United Indonesia di Malaysia (2013-2014), dan Yan Piet, penyerang "alumnus" Pusat Pendidikan dan Latihan Pelajar Papua, Marinus mencoba mewujudkan mimpinya.

Tiga pemain muda itu menarik perhatian para pencari bakat dari Eropa ketika mengikuti International Rabo Tournament U-19 di Vlodrop, Belanda, 1-31 Mei lalu. Saat itu Marinus menjadi pencetak gol terbanyak dengan koleksi delapan gol dalam sepuluh pertandingan. Penampilannya membuat klub Belanda, FC Den Bosch, berminat meminangnya.

Kisah anak Indonesia bermain sepak bola di mancanegara juga pernah dimuat Tempo edisi 16 Maret 1974. Ketika itu, pemain Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia, Iswadi Idris, dikontrak kesebelasan Western Suburbs Club (WSC), Sydney, Australia.

Bermula dari Kejuaraan Dunia 1974. Meski kandas di kaki pemain kesebelasan Irak dan Australia dalam ronde penyisihan pada pertengahan Maret 1973, seni bola yang disuguhkan pemain-pemain Indonesia telah menjadikan mereka kembang rose di mata publik Negeri Kanguru.

Gambaran tak indah yang ditulis pers selama itu malah berbalik menjadi puji. Kini, "Mereka adalah jantung hati penonton," kata Martin Royale, komentator televisi terkenal Australia. Tidak mengherankan kalau sejak itu tawaran untuk bermain di berbagai klub sepak bola di Australia mulai mengalir kepada bintang-bintang lapangan PSSI.

Incarannya antara lain Ronny Pasla, Anwar Ujang, Widodo, dan Iswadi. Untuk nama-nama ini, pelatih tim nasional Rale Rasid tak urung mengumbar sanjung: "Keterampilan individual mereka sangat mengesankan."

Kesan serupa ternyata tak hanya mengendap di otak Rasid, tapi juga di kepala Mike Laing, pelatih Western Suburbs Club, Sydney. Kendati pada November 1973 Laing sudah mengakhiri kontrak dengan WSC, keinginannya memperkuat ujung tombak klub profesional divisi I benua selatan ini dengan Iswadi tidak pupus dengan sendirinya.

Alur pemikirannya yang segaris dengan kemauan penggantinya bak ruas ketemu buku pula dalam kehendak Iswadi. "Saya sudah berketetapan hati untuk ke sana," ujar pemain sayap kanan PSSI itu.

Boyong bersama istri, Iswadi, putra keluarga almarhum Idris yang dilahirkan di Kotaraja, 18 Maret 1948, memang telah dinantikan penggemar sepak bola di Australia pada awal kompetisi bulan Mei 1973.

Kendati orang tidak ragu akan kebolehan Iswadi dalam penyesuaian langgam permainan dengan pemain-pemain WSC, bintang kesebelasan Indonesia Muda ini cukup berendah hati mengakui kekurangannya.

"Kesukaran pertama yang akan saya hadapi di Australia nanti adalah soal pengukuran pengoperan bola kepada kawan," katanya membeberkan alasan: jangkauan kaki pemain WSC yang tak sama dengan pemain Indonesia akan memerlukan tempo baginya untuk penyesuaian. Sebab, "Dengan operan bola yang kurang satu sentimeter saja bisa merugikan suatu peluang pada tim."

Adakah faktor ini akan menyebabkan si kancil PSSI lantas merasa rendah diri dan tak dapat mengembangkan keterampilannya yang dikagumi itu? "Semuanya akan bergantung pada pribadi saya. Dan

saya bukanlah orang yang bakal minder karena hal demikian," ucap Iswadi.

Diam-diam bekas pelatih WSC, Mike Laing, juga menyadari kemungkinan merasuknya kondisi kejiwaan yang dicemaskan itu pada diri Iswadi. Tapi, "Intelegensinya yang saya nilai tinggi di antara kawan-kawannya akan menyebabkan Iswadi bisa mengatasi semua itu," ujar Laing di Jakarta.

Pelatih PSSI, Mangindaan, juga mengakui hal yang sama: "Iswadi adalah salah satu pemain PSSI yang pakai otak dan punya keinginan untuk maju. Dengan cara itu ia mengungguli lawan yang fisiknya lebih besar."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus