Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kartun

Yang sulit, yang cantik ya sama saja

Carl ludwig bundt penggemar anggrek tersohor di ujungpandang. pembiakan dilakukan dengan persilangan, formula dasar cnot sin c ditambah air kelapa dan toge. ia mempunyai kebun 0,5 ha.

24 Juli 1971 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

LAHIR dan dibesarkan ditengah-tengah anggrek rupanja berarti sehidup semati dengan bunga djelita itu. Kasus ini dapat ditemukan dalam perdjalanan hidup Carl Ludwig Bundt, pengusaha perkebunan anggrek jang lebih senang disebut sebagai penggemar anggrek. Perkebunannja tidak kurang dari 0,5 ha, terletak 7 km diluar kota Makassar, mungkin sekali merupakan kelandjutan dari taman anggreknja jang mulai dibina di Ambon, kota kelahiran Bundt. Dikota ini djuga ia mempersunting seorang dara Maluku, ibu dari Clara, putri mereka satu-satunja. Tiga serangkai ini pada tahun '35 pindah ke Makassar dan disini-lah mereka meneruskan usaha mengembangbiakkan anggrek. "Menanam anggrek memerlukan kesabaran serta ketabahan", Bundt mendjelaskan kepada Sjahrir Wahab dari TEMPO. Memang anggrek terkenal sebagai bunga jang sulit disamping kesohor sebagai bunga jang tjantik. Bajangkan sadja kalau segala perawatannja harus dikerdjakan setjara steril. Sedangkan seorang baji tidak selamanja harus steril, tapi benih dan tunas anggrek menuntut kemewahan sematjam itu. Sudah begitupun, tidak semua proses sterilisasi mendjamin persilangan berumur pandjang. "Kalau agar-agarnja tidak tjotjok bisa menimbulkan infeksi", kata Bundt pula sambil memperlihatkan sebuah botol jang sudah rusak bibitnja. "Masa jang paling ber-bahaja jakni antara 4 sampai 6 bulan dari umur bibit. Itu dari keadaan steril kekeadaan infeksi" (artinja dimasukkan dalam pot). Air kelapa dan toge. Sterilisasi ini penting karena pembiakan anggrek Bundt dilakukan melalui persilangan jang dilaksanakan dalam lemari katja dikamar laboratorium. Bundt atau Clara jang biasa mengerdjakan tugas jang rumit ini. Banjak orang menggunakan air tomat untuk persemaian, tapi Bundt memakai formula dasar jang terdiri dari Cnot Sin C ditambah air kelapa dan toge. Unsur-unsur itu diolah dan diaduk, mengental djadi sematjarn agar-agar. Bila anggrek alam memilih sendiri tempat dimana dia akan hidup, jang biasanja menurut Bundt adalah tempat jang tinggi dan banjak angin, maka diperkebunan Bundt bibit anggrek tumbuh dalam agar-agar jang tertutup rapat dalam botol-botol. "Sebuah bidji anggrek mengandung 2 djuta bibit. Kalau ini sadja djadi semua, tak usah kita pajah-pajah lagi", kata Bundt. Kader. Bagaimanapun djuga seperti jang diakui Bundt pembiakan anggrek tidak segampang itu prosesnja. Bundt jang sudah menggumuli bidang peranggrekan selama lebih dari 30 tahun mengakui bahwa dari sebegitu banjak persilangan jang dilakukan semuanja djadi tapi mungkin hanja satu jang sukses. Boleh djadi karena itu pula ia menjatakan bahwa penanaman anggrek jang dilakukannja pertama-tama bukanlah untuk tudjuan komersiil, seperti jang banjak dikerdjakan orang. "Saja menanam dasarnja hobby. Sebab kalau bukan hobby pasti gagal". Sebagai seorang pentjinta anggrek sampai darah dan sumsum, Bundt tidak bisa melepaskan diri dari fikiran tentang hari depan anggrek di Indonesia. Belum adanja kader-kader penanam anggrek tjukup menggelisahkan Bundt seperti halnja ketiadaan kader-kader pembangunan menggelisahkan banjak pemimpin. Persiapan kader perlu karena seperti halnja bidang pembangunan, maka bidang anggrek djuga bukanlah bidang jang bisa digampangkan. Pengetahuan mengenai anggrek hanja bisa ditimba dengan bahasa Inggeris dari buku-buku Inggeris. Penimbaan dengan bahasa Indonesia belum merupakan djaminan, karena siapapun maklum bahwa buku-buku anggrek Indonesia belum djauh berandjak dari karya Anggerek-nja S.M. Latif. Harga ekspor. Tanpa buku-buku Inggeris agaknja Bundt belum tentu bisa mentjiptakan 300 djenis anggrek baru hasil persilangan jang dilakukannja dari 6 anggrek utama: Dendrobium, Cattleya Vanda, Renanthera, Arachnis dan Phalaenopsis. Anggrek silang inilah jang memonopoli pot-pot diperkebunan maupun dikarangan bunga jang beredar di Makassar dan kota-kota besar lain di Djawa. Ataupun jang diekspor ke Hawaii, AS, Djerman, Belanda dan Perantjis. Mengenai masalah jang belakangan ini Bundt mengalami dua kesu-litan. Pertama soal pengepakan, kedua prosedur ekspor. Bundt tidak dibenarkan mengirim langsung, harus lewat eksportir. Begitu kata peraturan jang berlaku. Harga ekspor keluar negeri beda dengan harga ekspor keluar daerah. Untuk konsumsi luar negeri, harga itu bcrkisar antara Rp 250 sampai Rp 2.000 sedang untuk konsumsi dalam negeri berkisar antara Rp 150 sampai Rp 1.000 per pohon. Menanggapi soal harga anggrek Bundt bersikap wadjar. Ia ketawa ketika di ingatkan pada anggrek Mercy jang konon harganja lebih mahal dari satu mobil Mercedes. "Mustahil ada anggrek se-harga satu mercedes. Memang dalam djual beli anggrek memerlukan kelintjahan berbitjara. Sebenarnja jang terdjadi beberapa waktu jang lalu di Djakarta adalah hasil permainan kata-kata tadi. Biar berapa mobil harganja, tapi dasar orangnja tidak mau mendjual. Djadi apa jang mau di djual kalau memang sudah tak mau mendjual-nja", kata Bundt sedikit keras. Koleksi. Variasi harga anggrek tidak kalah dengan variasi bunga itu sendiri. Bundt pernah mengirim satu partai anggrek kenegeri Belanda seharga F 5.000. Tapi oleh pers diberitakan bahwa harga sepohon djustru F 5.000. "Kan ini tidak benar dan bikin orang djadi kaget", kata Bundt tertawa. Menurut dia harga jang termahal misalnja untuk anggrek ex Hawai maksimal US$ 200. Chusus untuk kota Makassar setiap karangan bunga harganja hanja Rp 750 sedang di Djakarta bisa 2 x lebih mahal. Tiap bunga dihargai Rp 7,50, relatif murah bila di bandingkan harga Djakarta. Tidak djelas apakah penghasilan kebun anggrek bisa menutup seluruh ongkos produksi. Jang pasti disamping koleksi anggrek, Clara Bundt masih memiliki koleksi jang mempesonakan. Mungkin hanja bisa ditemukan dirumah mereka Djl. Muchtar Luthfi 15, Makassar. Apa gerangan? Tidak lain daripada koleksi siput jang meliputi 150 djenis siput laut dan koleksi andjing jang djumlah-nja tidak kurang dari 16 ekor. Apakah akan diekspor djuga? Mungkin Clara belum berfikir kesana dan lebih mungkin lagi karena eksportnja belum ada untuk barang-barang ekspor sematjam itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus