LAHIR dan dibesarkan ditengah-tengah anggrek rupanja berarti
sehidup semati dengan bunga djelita itu. Kasus ini dapat
ditemukan dalam perdjalanan hidup Carl Ludwig Bundt, pengusaha
perkebunan anggrek jang lebih senang disebut sebagai penggemar
anggrek. Perkebunannja tidak kurang dari 0,5 ha, terletak 7 km
diluar kota Makassar, mungkin sekali merupakan kelandjutan dari
taman anggreknja jang mulai dibina di Ambon, kota kelahiran
Bundt. Dikota ini djuga ia mempersunting seorang dara Maluku,
ibu dari Clara, putri mereka satu-satunja.
Tiga serangkai ini pada tahun '35 pindah ke Makassar dan
disini-lah mereka meneruskan usaha mengembangbiakkan anggrek.
"Menanam anggrek memerlukan kesabaran serta ketabahan", Bundt
mendjelaskan kepada Sjahrir Wahab dari TEMPO. Memang anggrek
terkenal sebagai bunga jang sulit disamping kesohor sebagai
bunga jang tjantik. Bajangkan sadja kalau segala perawatannja
harus dikerdjakan setjara steril. Sedangkan seorang baji tidak
selamanja harus steril, tapi benih dan tunas anggrek menuntut
kemewahan sematjam itu. Sudah begitupun, tidak semua proses
sterilisasi mendjamin persilangan berumur pandjang. "Kalau
agar-agarnja tidak tjotjok bisa menimbulkan infeksi", kata Bundt
pula sambil memperlihatkan sebuah botol jang sudah rusak
bibitnja. "Masa jang paling ber-bahaja jakni antara 4 sampai 6
bulan dari umur bibit. Itu dari keadaan steril kekeadaan
infeksi" (artinja dimasukkan dalam pot).
Air kelapa dan toge. Sterilisasi ini penting karena pembiakan
anggrek Bundt dilakukan melalui persilangan jang dilaksanakan
dalam lemari katja dikamar laboratorium. Bundt atau Clara jang
biasa mengerdjakan tugas jang rumit ini. Banjak orang
menggunakan air tomat untuk persemaian, tapi Bundt memakai
formula dasar jang terdiri dari Cnot Sin C ditambah air kelapa
dan toge. Unsur-unsur itu diolah dan diaduk, mengental djadi
sematjarn agar-agar. Bila anggrek alam memilih sendiri tempat
dimana dia akan hidup, jang biasanja menurut Bundt adalah tempat
jang tinggi dan banjak angin, maka diperkebunan Bundt bibit
anggrek tumbuh dalam agar-agar jang tertutup rapat dalam
botol-botol. "Sebuah bidji anggrek mengandung 2 djuta bibit.
Kalau ini sadja djadi semua, tak usah kita pajah-pajah lagi",
kata Bundt.
Kader. Bagaimanapun djuga seperti jang diakui Bundt pembiakan
anggrek tidak segampang itu prosesnja. Bundt jang sudah
menggumuli bidang peranggrekan selama lebih dari 30 tahun
mengakui bahwa dari sebegitu banjak persilangan jang dilakukan
semuanja djadi tapi mungkin hanja satu jang sukses. Boleh djadi
karena itu pula ia menjatakan bahwa penanaman anggrek jang
dilakukannja pertama-tama bukanlah untuk tudjuan komersiil,
seperti jang banjak dikerdjakan orang. "Saja menanam dasarnja
hobby. Sebab kalau bukan hobby pasti gagal".
Sebagai seorang pentjinta anggrek sampai darah dan sumsum, Bundt
tidak bisa melepaskan diri dari fikiran tentang hari depan
anggrek di Indonesia. Belum adanja kader-kader penanam anggrek
tjukup menggelisahkan Bundt seperti halnja ketiadaan kader-kader
pembangunan menggelisahkan banjak pemimpin. Persiapan kader
perlu karena seperti halnja bidang pembangunan, maka bidang
anggrek djuga bukanlah bidang jang bisa digampangkan.
Pengetahuan mengenai anggrek hanja bisa ditimba dengan bahasa
Inggeris dari buku-buku Inggeris. Penimbaan dengan bahasa
Indonesia belum merupakan djaminan, karena siapapun maklum bahwa
buku-buku anggrek Indonesia belum djauh berandjak dari karya
Anggerek-nja S.M. Latif.
Harga ekspor. Tanpa buku-buku Inggeris agaknja Bundt belum tentu
bisa mentjiptakan 300 djenis anggrek baru hasil persilangan jang
dilakukannja dari 6 anggrek utama: Dendrobium, Cattleya Vanda,
Renanthera, Arachnis dan Phalaenopsis. Anggrek silang inilah
jang memonopoli pot-pot diperkebunan maupun dikarangan bunga
jang beredar di Makassar dan kota-kota besar lain di Djawa.
Ataupun jang diekspor ke Hawaii, AS, Djerman, Belanda dan
Perantjis. Mengenai masalah jang belakangan ini Bundt mengalami
dua kesu-litan. Pertama soal pengepakan, kedua prosedur ekspor.
Bundt tidak dibenarkan mengirim langsung, harus lewat eksportir.
Begitu kata peraturan jang berlaku. Harga ekspor keluar negeri
beda dengan harga ekspor keluar daerah. Untuk konsumsi luar
negeri, harga itu bcrkisar antara Rp 250 sampai Rp 2.000 sedang
untuk konsumsi dalam negeri berkisar antara Rp 150 sampai Rp
1.000 per pohon. Menanggapi soal harga anggrek Bundt bersikap
wadjar. Ia ketawa ketika di ingatkan pada anggrek Mercy jang
konon harganja lebih mahal dari satu mobil Mercedes. "Mustahil
ada anggrek se-harga satu mercedes. Memang dalam djual beli
anggrek memerlukan kelintjahan berbitjara. Sebenarnja jang
terdjadi beberapa waktu jang lalu di Djakarta adalah hasil
permainan kata-kata tadi. Biar berapa mobil harganja, tapi dasar
orangnja tidak mau mendjual. Djadi apa jang mau di djual kalau
memang sudah tak mau mendjual-nja", kata Bundt sedikit keras.
Koleksi. Variasi harga anggrek tidak kalah dengan variasi bunga
itu sendiri. Bundt pernah mengirim satu partai anggrek kenegeri
Belanda seharga F 5.000. Tapi oleh pers diberitakan bahwa harga
sepohon djustru F 5.000. "Kan ini tidak benar dan bikin orang
djadi kaget", kata Bundt tertawa. Menurut dia harga jang
termahal misalnja untuk anggrek ex Hawai maksimal US$ 200.
Chusus untuk kota Makassar setiap karangan bunga harganja hanja
Rp 750 sedang di Djakarta bisa 2 x lebih mahal. Tiap bunga
dihargai Rp 7,50, relatif murah bila di bandingkan harga
Djakarta.
Tidak djelas apakah penghasilan kebun anggrek bisa menutup
seluruh ongkos produksi. Jang pasti disamping koleksi anggrek,
Clara Bundt masih memiliki koleksi jang mempesonakan. Mungkin
hanja bisa ditemukan dirumah mereka Djl. Muchtar Luthfi 15,
Makassar. Apa gerangan? Tidak lain daripada koleksi siput jang
meliputi 150 djenis siput laut dan koleksi andjing jang
djumlah-nja tidak kurang dari 16 ekor. Apakah akan diekspor
djuga? Mungkin Clara belum berfikir kesana dan lebih mungkin
lagi karena eksportnja belum ada untuk barang-barang ekspor
sematjam itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini