Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kota Bandung memiliki sejumlah masjid megah seperti Masjid Raya Bandung, Masjid Cipaganti, hingga yang terbaru Masjid Al Jabbar. Selain masjid-masjid besar tersebut, ibu kota Provinsi Jabar itu juga mempunyai masjid kuno yang berusai ratusan tahun. Salah satunya Masjid Mungsolkanas.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Masjid Mungsolkanas berada di Gang Winiataatmaja di Jalan Cihampelas, Kecamatan Coblong. Masjid ini dibangun pada 1869 oleh seorang ulama bernama Kiai Haji Abdulrohim atau kerap dipanggil Mama Aden. Masjid tersebut dibangun di atas tanah yang diwakafkan milik Siti Lantenas alias Eyut Ena.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketua Dewan Kesejahteraan Masjid Mungsolkanas, Djoko Wibowo, mengatakan Mama Aden dan keluarganya berasal dari Garut, Jabar. Saat pindah ke Bandung, ia memutuskan untuk membangun masjid. Saat pertama kali dibangun bentuknya hanya rumah panggung biasa yang dibuat dari bahan bambu.
Masjid Mungsokolnas, Bandung. TEMPO/Hatta Muarabagja
"Sekarang sudah direnovasi berkali-kali sampai akhirnya jadi seperti sekarang. Bekas bangunan yang otentik sudah tidak ada," kata Djoko kepada Tempo, Kamis, 30 Maret 2023. Menurut dia, Masjid Mungsolkanas telah beberapa kali mengalami renovasi, namun yang paling besar dilakukan pada 2009.
Meski tidak ada bekas corak asli dari segi fisik bangunan, namun terdapat Al Quran kuno hasil tulis tangan Mama Aden yang masih disimpan. Al Quran itu dipajang di dalam dinding kaca yang berada di lantai dua. Usianya diperkirakan mencapai satu abad lebih.
Tidak seperti kebanyakan masjid yang dinamai dari bahasa Arab, nama Mungsolkanas ternyata merupakan akronim dari kalimat berbahasa sunda Mangga Urang Ngaos Solawat Kanggo Kanjeng Nabi S.A.W, yang artinya mari kita baca solawat untuk Nabi S.A.W.
"Terinspirasi dari satu ajaran di Kitab Tanhiqul Qoul, yakni bagi mereka yang gemar bersalawat, doanya akan diterima oleh Allah SWT," ujar Djoko yang merupakan keturunan dari suami Eyut Ena. Selain itu, alasan penggunaan nama tersebut agar tidak ‘diusik’ Belanda yang pada masa itu otoritasnya masih kuat.
Djoko menyebut Masjid Mungsolkalnas dahulu kerap disinggahi Presiden Sukarno ketika masih berkuliah di Technische Hoogeschool te Bandoeng (kini ITB). Selain itu, masjid ini juga kerap jadi tempat para ulama untuk berkumpul dan berdiskusi ketika masa perlawanan terhadap Belanda.
HATTA MUARABAGJA