Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Seusai pemilihan presiden, perbedaan pendapat dan saling dukung masih terjadi di berbagai kalangan. Begitu juga dengan kaum milenial, mereka terbelah menjadi dua kubu pendukung pasangan calon presiden dan wakil presiden. Kondisi ini menjadi keprihatinan banyak pihak, termasuk pengurus remaja masjid di Indonesia. Momentum Ramadan dimanfaatkan dengan menggelar berbagai kegiatan untuk menyatukan kembali dua pihak yang berbeda pandangan politik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Remaja Islam Masjid Agung Jawa Tengah, misalnya, mengutamakan persatuan ketimbang mengedepankan perbedaan. Sejak awal, para kader dibebaskan menentukan pilihan politik sesuai dengan hati nuraninya. "Kami sangat demokratis, memberikan kebebasan kepada anggota dalam setiap perhelatan pesta demokrasi, baik pilkada maupun pemilu presiden dan legislatif," kata Ketua Umum Remaja Masjid Agung Jawa Tengah, Aniez Muchabak, Kamis lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut dia, kader Remaja Masjid Agung Jawa Tengah rata-rata sudah melek politik. "Tidak mempersoalkan perbedaan pilihan dan mengedepankan ukhuwah," ujar Aniez.
Aniez tidak khawatir dengan perbedaan tersebut. Sebab, meski berbeda dalam pilihan, mereka tetap sama dalam ikatan. "Selain tempat ibadah, masjid menjadi tempat pemersatu umat."
Karena itu, bagi Aniez, berbeda pilihan politik itu hal yang kecil. Yang paling utama adalah bagaimana umat bisa bersatu melalui masjid. "Itu yang sering kami gelorakan dengan berbagai kegiatan di Masjid Agung Jawa Tengah," tuturnya.
Adapun Persatuan Remaja Islam Masjid Al-Muttaqin, Bojong Gede, Bogor, menghindari perbincangan politik pada saat berkumpul di masjid atau lingkungan sosial. "Kami yakinkan bahwa kami semua ini saudara. Perbedaan pilihan atau pandangan politik memang hak siapa pun. Tapi, ketika dalam lingkungan sosial, kami semua kembali satu," kata Ketua Persatuan Remaja Islam Masjid Al-Muttaqin, Raden Vickel Dwiko Gusti Kusuma Ningrat.
Menurut Raden, persatuan atau ukhuwah itu mudah diucapkan tapi sulit direalisasi. "Tantangan terberat ada pada ego kami masing-masing."
Karena itu, mereka selalu saling mengingatkan kembali tentang prinsip ukhuwah Islamiyah-ukhuwah wathoniyah. "Kami semua ini beriman kepada Allah SWT, maka harus selalu bersatu dan bersama," ujar Raden.
Di Kota Makassar, Sulawesi Selatan, persatuan kembali dibangun dengan bakti sosial, dakwah, dan silaturahmi dengan pemuda bersama masyarakat sekitar. "Kegiatan ini dilakukan untuk menyatukan ukhuwah karena, setelah momen politik ini, ada perbedaan antarwarga dalam pemilihan calon anggota legislatif dan calon presiden," kata pengurus Masjid Darul Falah Kota Makassar, Zuljalal Alhamdany.
Menurut Zuljalal, pemuda adalah salah satu motor yang dapat menyatukan masyarakat pasca-pemilihan umum. Karena itu, peran para pemuda sangat penting untuk memberikan pemahaman agar masyarakat tidak terpecah-belah akibat beda pilihan. "Meski ada tantangannya, yakni mengumpulkan masyarakat kemudian memberikan pemahaman agar kembali bersatu," ujarnya.
Sedangkan di Maros, Ikatan Remaja Masjid Nurul Arifin Kanjitongan menyambut bulan suci menggelar festival Ramadan. Kegiatan ini dilakukan pada pertengahan bulan Ramadan, yang diisi dengan pelbagai lomba, seperti tilawatil Quran, azan, hafal surah pendek, patrol sahur, dan tabuh beduk.
"Tujuan utama kegiatan ini silaturahmi, karena masyarakat kerap mendukung calon secara fanatik," kata seorang remaja masjid, Muhammad Asri.
Festival Ramadan diselenggarakan untuk menunjukkan solidaritas. Meski ada perbedaan politik, acara itu tetap bisa mempersatukan masyarakat. "Kami juga ingin menggali potensi atau bakat anak- anak," kata Asri. DIDIT HARIYADI | AFRILIA SURYANIS
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo