Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) Mahendra Rianto menyebut bahwa volume pengiriman barang atau kegiatan logistik akan memuncak hingga pekan kedua Ramadan. Karena itu, dia berharap ada tindakan dari pemerintah agar kegiatan logistik tidak terhambat akibat kelangkaan solar bersubsidi.
"Produksi itu biasanya akan setop 10 hari sebelum lebaran, karena setelah itu sudah tidak bisa mengirim barang. Biasanya itu kan H-7 ada pembatasan jalan [untuk mudik]," ujar Mahendra, Senin, 28 Maret 2022.
Oleh sebab itu, kegiatan produksi selama waktu krusial yakni hingga pekan kedua Ramadan akam meningkat sehingga kegiatan logistik juga akan ikut naik. Dengan adanya kelangkaan ini, jelas Mahendra, maka akan ada potensi opportunity loss yang dirasakan oleh para pelaku usaha maupun logistik terkait dengan penjualan barang.
"Opportunity untuk mendapatkan penjualan [tinggi] juga berkurang. Selain itu, [harapan] untuk menggeliatkan ekonomi pun juga juga berkurang," katanya.
Di samping itu, Mahendra juga berpesan agar pemerintah dan Pertamina tidak menaikkan harga BBM untuk solar bersubsidi, karena umumnya digunakan untuk kendaraan angkutan barang atau logistik. Hal ini sejalan dengan kondisi kenaikan harga minyak dunia yang dipicu oleh faktor global.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) Gemilang Tarigan mengatakan kelangkaan solar subsidi di beberapa daerah menyebabkan proses pengiriman barang tertunda. Padahal, menurutnya volume kegiatan logistik biasanya tumbuh 20 persen lebih tinggi pada saat Ramadan maupun seperti hari-hari besar lainnya.
Oleh sebab itu, dampak kelangkaan solar subsidi di beberapa wilayah di tanah air terhadap logistik dinilai bisa menghambat kegiatan produksi, terutama ketika permintaan tinggi menjelang hari besar.
"Semua akan rugi. Jadi kerugian akibat keterlambatan pengiriman barang ini terutama kepada pabrik atau pengguna jasa. [Awalnya] yang sudah dijanjikan rencana tiba hari ini tapi tidak bisa, tentu mengakibatkan keterlambatan produksi," kata Gemilang, Senin.
Gemilang menuturkan bahwa pemerintah dan Pertamina harus lebih jelas dalam mengatur siapa penerima subsidi solar, agar menghindari terjadinya kelangkaan seperti yang terjadi saat ini. Sebelumnya, Pulau Jawa dikabarkan mulai mengalami kelangkaan solar di Gresik dan Sukabumi, menyusul daerah di Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi.
Pertamina sebelumnya mengungkapkan kelangkaan solar terjadi akibat kenaikan konsumsi di tengah masyarakat. Hingga Februari 2022, Pertamina menyebut konsumsi solar sudah 10 persen di atas dari kuota pemerintah.
BISNIS
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini