Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ramadhan

Sate Susu Khas Ramadan

Kampung Jawa di Denpasar menjadi tempat orang berburu santapan sate susu selama Ramadan. Aroma dan tampilannya menggoda.

25 Mei 2018 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Aroma menyerupai keju menggoda selera ketika sate susu dipanggang. Sate berbahan daging puting susu sapi itu hanya sering dijumpai pada momen Ramadan. Sate susu merupakan sajian khas Kampung Jawa yang terletak di Dusun Wanasari, Desa Dauh Puri Kaja, Denpasar Utara. Kampung Jawa adalah permukiman umat Islam yang mayoritasnya kelompok etnis Madura dari Jawa Timur.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Salah seorang penjual sate susu itu adalah Siti Wasitoh, warga kampung tersebut. Dagangannya laris. Dalam satu hari, ia bisa menjual 150 tusuk. "Setiap hari selama Ramadan saya menyiapkan sedikitnya 3 kilogram daging puting sapi," kata Siti kepada Tempo, Selasa lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perempuan berusia 38 tahun tersebut mengaku biasa berjualan sate susu pada pukul 15.00-20.00. Pada waktu itulah, Kampung Jawa ramai didatangi pengunjung untuk menyantap sate susu. Bukan hanya Siti yang berjualan sate susu di daerah tersebut. Lebih dari 10 pedagang serupa juga menawarkan sajian khas itu.

Siti menceritakan bahwa proses pembuatan sate susu tak terlalu sulit. Ia mulai merebus bahan utama sate susu sekitar pukul 06.00. Selama empat jam daging puting sapi itu direbus. Setelah empuk, daging dibiarkan agak dingin. Kemudian, dia melanjutkan, puting sapi itu diiris menyerupai persegi dengan ketebalan sedang. "Susu yang sudah diiris kemudian dicampur bumbu," tutur Siti.

Adapun bumbu yang dicampurkan bersama daging puting sapi terdiri atas kunyit, cabai merah besar, bawang merah dan putih, jahe, dan kemiri. Ramuan bumbu itu harus dihaluskan terlebih dulu sebelum ditumis. Setelah bumbu mulai dingin, baru dicampurkan dalam irisan bahan untuk sate susu. Satu tusuk sate susu umumnya berisi tiga irisan daging.

Siti mengatakan bukan hanya aroma sate susu saat dipanggang yang menggoda selera. Namun tampilan warna cerah, kuning agak kemerahan, juga memikat pandangan. "Itu (warna) perpaduan kunyit dan cabai merah besar," ujarnya. Meski begitu, dia tak hanya menjual sate susu. Ia juga menawarkan sate daging sapi, ayam, usus, dan sumsum dari tulang sapi.

Satu tusuk sate susu harganya Rp 2.500. Sedangkan untuk setiap tusuk sate lainnya dipatok harga yang tak jauh berbeda. Sate sapi seharga Rp 3.000, sate sumsum Rp 3.000, sate ayam Rp 2.000, dan sate usus seharga Rp 1.500. Harga itu pun serupa dengan harga yang ditawarkan penjual lainnya. "Bila ada harga yang berbeda, hanya menyesuaikan ukuran irisan saja."

Berbeda dengan sate-sate lainnya, sate susu terasa gurih dan beraroma mirip keju. Saat dikunyah, terasa kenyal dari tekstur daging sate susu. Penikmat sate susu umumnya menyantap sajian ini dengan lontong. Untuk menambah cita rasa, bisa pula ditambahkan bumbu kuning seperti saus.

Bumbu kuning biasa diolah berbahan tepung beras, santan, kunyit, kencur, dan daun salam. Ada juga masyarakat yang menyantap dengan sambal pedas manis yang diolah dari cabai merah besar, bawang merah dan putih, tomat, terasi, serta gula. "Sambal bisa dicampur bumbu kuning kalau pembeli yang suka pedas," tutur Siti.

Siti tak membeberkan keuntungan yang didapatkan dari menjual sate susu. Namun jualannya itu menjadi andalan untuk menambah penghasilan. Bahkan ia memilih hanya berjualan sate susu ketika Ramadan. Sebab, selain menjadi sajian khas berbuka puasa, berjualan sate susu di luar Ramadan kurang menguntungkan karena pembeli tidak akan banyak.

Suasana sore hari selama Ramadan di Kampung Jawa memang ramai. Pada setiap Ramadan, Kampung Jawa memang menjadi lokasi bagi warga Denpasar untuk berwisata kuliner. Area yang menjadi tempat utama mereka jualan berada di sekeliling Masjid Baiturrahmah. Tak ada makanan lain kecuali sate susu yang paling banyak diburu pembeli.

Penjual sate susu lainnya, Slamet Mustapa, mengatakan, dalam tiga jam, jualannya laku 100 tusuk. Menurut dia, sejak 1980, pedagang sate susu sudah mulai berjualan di Kampung Jawa dengan cara dipikul. Namun jumlah pedagangnya tak sebanyak sekarang. Ketika itu, mereka berjualan tidak hanya saat Ramadan. "Biasanya dijual di sekolah," ujar laki-laki 47 tahun itu.

Selain sate susu, di sana tersedia aneka makanan pelengkap, dari lauk-pauk sebagai pendamping nasi hingga minuman, makanan ringan, dan buah-buahan. Rujak juga termasuk salah satu menu yang laris di Kampung Jawa. Aneka olahan es dari buah-buahan turut tersaji. Olahan jamu tradisional untuk menjaga kesehatan dan stamina selama Ramadan pun ada. BRAM SETIAWAN | DANANG FIRMANTO

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus