HANYA satu di antara tujuh kincir angin tampak berputar --
ditiup bayu lembut yang mencirikan angin di Nairobi, ibukota
Kenya. Ketujuhnya merupakan bagian suatu pameran perabot
teknologi energi alternatif yang berlangsung berkenaan dengan
Konperensi PBB tentang Sumber Energi Baru dan Dapat Diperbarui.
Dihadiri 135 negara, konperensi selama 12 hari itu berakhir 21
Agustus. Hasilnya mungkin tergambar oleh kincir angin itu.
Negara kaya maupun miskin sama menyetujui suatu "rencana aksi"
untuk mempromosikan sumber energi alternatif itu, tapi belum
sepakat tentang cara melaksanakan maupun membiayainya. "Yang ada
sekarang ekor tanpa anjingnya," ujar seorang peserta.
Biaya itu tidak tanggung-tanggung. Suatu komunike khusus tentang
hal itu mengutip hasil penelitian para ahli Bank Dunia. Mereka
memperkirakan investasi memenuhi kebutuhan energi negara Dunia
Ketiga antara 1981 dan 1985 mencapai US$ 54 milyar (Rp 34
trilyun) setiap tahunnya. Sebagian besar untuk pengembangan
sumber energi alternatif.
Manuel Perez Guerrero
Tentang pelaksanaan rencana aksi yang dikenal sebagai "Rencana
Aksi Nairobi"? Buat sementara diputuskan membentuk suatu komite
ad boc di bawah Komite PBB tentang Sumber Daya Alamiah. Komite
ad hoc itu diberi waktu satu tahuri untuk merumuskan pelaksanaan
rencana aksi itu. Setelah itu Sidang Umum PBB masih harus
memutuskan apakah ia ditetapkan sebagai komite permanen.
Meski begitu komite ad hoc itu merupakan suatu kemenangan bagi
negara berkembang. Semula delegasi Amerika Serikat sama sekali
menolak gagasan apa pun tentang pembentukan suatu badan PBB yang
baru. Kemenangan lain ialah seruan konperensi kepada semua pihak
yang berkepentingan agar mempertimbangkan pembentukan suatu
cabang khusus masalah energi pada Bank Dunia. Gagasan ini yang
mendapat dukungan dari negara Pasaran Bersama Eropa, negara
Skandinavia dan beberapa negara industri lainnya, juga ditolak
Amerika Serikat. "Jika Amerika tetap menolak gagasan ini,
Rencana Aksi Nairobi tak akan berhasil," ujar Manuel Perez
Guerrero dari Venezuela, ketua Kelompok (mewakili 124 negara
berkembang).
Amerika Serikat yang selama ini penyumbang terbesar bagi dana
berbagai program PBB, kini mulai mengikat dompet. Pemerintahan
Reagan mengharapkan pemanfaatan dana yang sudah ada saja bagi
pengembangan sumber energi alternatif di samping mempromosikan
peranan sektor industri swasta untuk itu. Menurut ketua delegasi
AS, Stanton D. Anderson, pemecahan persoalannya dalam jangka
panjang terdapat dalam pengembangan suatu pasaran energi terbuka
yang bisa menyuburkan akal dan upaya. "Dalam transisi energi di
Amerika, industri swasta memegang peranan besar," kata Anderson,
pengacara yang bekas penasihat dalam kampanye Presiden Ronald
Reagan.
Pendirian ini dikritik anggota Kongres Demokrat, Richard L.
Ottinger, penasihat pada delegasi AS itu. Pasaran terbuka itu
tak seluruhnya dapat diandalkan, katanya, dan "tak akan
memberikan bantuan pada bangsa miskin dan berkembang yang hampir
tak mendapatkan makanannya sehari-hari, apalagi sebuah tungku
yang efisien." Menurut Ottinger, justru diperlukan peranan
pemerintah "mengisi jurang yang diabaikan pasaran terbuka."
Nada cukup keras di awal konperensi datang dari PM India, Ny.
Indira Gandhi. Ia menyatakan negara industri kaya, yang
memanfaatkan energi konvenslonal secara rakus selama ini,
seharusnya membantu dunia berkembang yang kelangsungan hidupnya
terancam krisis energi.
Juga Kurt Waldheim, Sekretaris Jenderal PBB menyatakan perebutan
atas sumber energi yang terbatas "merupakan sumber ketegangan
politik." Kerjasama mengembangkan sumber energi baru "pasti bisa
membantu memecahkan banyak sebab ketegangan internasional dan
konflik yang mendasar." Pendapat ini juga dikemukakan berbagai
pembicara lain dalam konperensi itu. Akhirnya semua menekankan
hahwa masalah energi merupakan peluang besar bagi negara
industri dan negara berkembang untuk melupakan perbedaan
pendapat dan menyambut suatu kebijaksanaan energi sedunia.
"Seluruh situasi ekonomi dunia yang dihadapi masyarakat
internasional, termasuk soal krisis energi, menghendaki
kerjasama internasional yang bebas dari kepentingan diri," ujar
Daniel Arap Moi, Presiden Kenya. "Menurut saya, zaman penuh
bicara -- seperti halnya aman minyak murah --telah berlalu
selamanya," katanya lagi.
Seperti dikemukakan Ny. Gandhi, negara berkembang saat ini
terpukul dari dua sudut --harga tinggi minyak dan harga tinggi
barang impor dari negara industri bahan baku. "Jepitan ini
menciptakan suatu situasi yang sangat mendesak dan gawat di
negara miskim Sebagian negara ini mengeluarkan hampir 50% lebih
dari hasil ekspor mereka untuk membeli minyak," sambung Presiden
Moi.
PM Swedia Thornbjorn Falldin yang juga hadir menyatakan
pentingnya konperensi ini menerima suatu program aksi secara
menyeluruh. "Jika berhasil menciptakan suatu landasan yang
didukung semua pihak, kita berhasil mengambil langkah penting ke
arah koperasi internasional dalam bidang energi," katanya.
Thornbjorn membandingkan Konperensi PBB tentang Lingkungan tahun
1972 di Stockholm yang menghasilkan kebijaksanaan aktif tentang
lingkungan pada tingkat nasional maupun internasional. Ia
mengharapkan agar konperensi Nairobi menghasilkan yang sama.
Konperensi itu tidak membicarakan sumber energi utama di dunia
sekarang seperti minyak, gas, batubara dan tenaga nuklir.
Negara OPEC yang juga hadir dalam konperensi Nairobi itu punya
peranan penting. "Bagi mereka masa sesudah minyak habis sangat
menentukan," kata Enrique Iglesias, ahli ekonomi Uruguay sekjen
konperensi itu.
Konperensi membicarakan sumber energi nonkonvensional yang saat
ini mencakup 15% dari suplai energi dunia. Namun hampir 12%
berasal dari kayu bakar dan arang. Karena itu konperensi
memberikan perhatian khusus pada masalah kayu bakar itu. Di
daerah pedesaan hampir 95% energi berasal dari tenaga manusia
dan hewan, buangan organis dan kayu bakar. Hampir separuh
penduduk dunia mengandalkan sumber energi ini untuk kebutuhan
sehari-hari.
Kini berbagai penelitian mengungkapkan bahwa 100 juta penduduk
di negara Dunia Ketiga sudah dalam keadaan kekurangan sangat
akan kayu bakar. Satu milyar penduduk lainnya menghabiskan kayu
itu lebih cepat daripada bisa ditumbuhkan kembali. Jika keadaan
ini berlangsung terus, menjelang tahun 2000 lebih 2,3 milyar
penduduk harus mencari sumber energi yang lain. Sesuatu yang
agaknya mustahil.
Kekurangan bahan bakar kayu didemonstrasikan penduduk Nairobi
ketika konperensi berlangsung. Ratusan orang Kenya, termasuk
wanita dan anak-anak, membawa ikatan kayu bakar dan tunas pohon
mengelilingi ibukota Kenya itu. Demonstrasi itu disambut para
peserta konperensi, termasuk PM Kanada Pierre Trudeau, PM Swedia
Thornbjorn Falldin, PM Jamaica Edward Saaga dan Sekjen PBB Kurt
Waldheim di tangga Pusat Konperensi Kenyatta. Masing-masing
pembesar itu menerima tunas pohon.
Kepada konperensi itu Trudeau menyatakan Kanada akan menyediakan
lebih satu milyar dollar selama 5 tahun mendatang untuk
mendukung proyek pengembangan bilateral sehubungan dengan
energi. Di samping itu Kanada juga mendukung program spesifik
konperensi dengan jutaan dollar bagi penelitian dan
pengembangan sehubungan dengan energi di negara Dunia Ketiga.
Kecewa
Sebelumnya Bank Dunia menyatakan pda konperensi tentang niatnya
menyediakan hampir 3 milyar dollar tahun ini bagi program energi
dan menjanjikan ptioritas utama bagi proyek energi di
tahun-tahun mendatang. Juga Jepang menyatakan kesediaannya
secara aktif membantu mengembangkan basis finansial berbagai
organisasi internasional yang bergerak di bidang energi. Dr.
Saburo Okito, ketua delegasi Jepang juga menegaskan peningkatan
bantuan bilateral di bidang itu, meski tak menyebut angka
spesifik tekad Jepang itu.
Memang angka spesifik agaknya tidak diharapkan dalam konperensi
ini. Menurut Sekjen Iglesias, 10 sampai 15 negara termasuk
Kanada, Italia, Prancis, Norwegia dan Jepang mengajukan usul
konkrit bagi pengembangan sumber energi alternatif yang
melibatkan jumlah uang yang amat besar. Iglesias juga
menunjukkan bahwa tiga di antara semua perdana menteri yang
hadir -- Indira Gandhi, Pierre Trudeau dan Thornbjorn Falldin
akan juga menghadiri konperensi Utara Selatan di Meksiko,
Oktober mendatang. "Melalui kepala pemerintahan ini saya
harapkan para pemimpin di Cancun mendapatkan pesan konperensi
ini," katanya.
Banyak negara meninggalkan Nairobi cukup kecewa dengan keyakinan
bahwa kebutuhannya terlalu besar sedang sumbernya. terbatas.
Tapi Iglesias merasa optimistis. "Pokok utama cerita ini belum
selesai di sini, justru baru mulai."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini