Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

'Rencana Aksi' Dari Nairobi

Banyak negara kaya maupun miskin menyetujui suatu 'rencana aksi' untuk mempromosikan sumber energi alternatif. (ilt)

5 September 1981 | 00.00 WIB

'Rencana Aksi' Dari Nairobi
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
HANYA satu di antara tujuh kincir angin tampak berputar -- ditiup bayu lembut yang mencirikan angin di Nairobi, ibukota Kenya. Ketujuhnya merupakan bagian suatu pameran perabot teknologi energi alternatif yang berlangsung berkenaan dengan Konperensi PBB tentang Sumber Energi Baru dan Dapat Diperbarui. Dihadiri 135 negara, konperensi selama 12 hari itu berakhir 21 Agustus. Hasilnya mungkin tergambar oleh kincir angin itu. Negara kaya maupun miskin sama menyetujui suatu "rencana aksi" untuk mempromosikan sumber energi alternatif itu, tapi belum sepakat tentang cara melaksanakan maupun membiayainya. "Yang ada sekarang ekor tanpa anjingnya," ujar seorang peserta. Biaya itu tidak tanggung-tanggung. Suatu komunike khusus tentang hal itu mengutip hasil penelitian para ahli Bank Dunia. Mereka memperkirakan investasi memenuhi kebutuhan energi negara Dunia Ketiga antara 1981 dan 1985 mencapai US$ 54 milyar (Rp 34 trilyun) setiap tahunnya. Sebagian besar untuk pengembangan sumber energi alternatif. Manuel Perez Guerrero Tentang pelaksanaan rencana aksi yang dikenal sebagai "Rencana Aksi Nairobi"? Buat sementara diputuskan membentuk suatu komite ad boc di bawah Komite PBB tentang Sumber Daya Alamiah. Komite ad hoc itu diberi waktu satu tahuri untuk merumuskan pelaksanaan rencana aksi itu. Setelah itu Sidang Umum PBB masih harus memutuskan apakah ia ditetapkan sebagai komite permanen. Meski begitu komite ad hoc itu merupakan suatu kemenangan bagi negara berkembang. Semula delegasi Amerika Serikat sama sekali menolak gagasan apa pun tentang pembentukan suatu badan PBB yang baru. Kemenangan lain ialah seruan konperensi kepada semua pihak yang berkepentingan agar mempertimbangkan pembentukan suatu cabang khusus masalah energi pada Bank Dunia. Gagasan ini yang mendapat dukungan dari negara Pasaran Bersama Eropa, negara Skandinavia dan beberapa negara industri lainnya, juga ditolak Amerika Serikat. "Jika Amerika tetap menolak gagasan ini, Rencana Aksi Nairobi tak akan berhasil," ujar Manuel Perez Guerrero dari Venezuela, ketua Kelompok (mewakili 124 negara berkembang). Amerika Serikat yang selama ini penyumbang terbesar bagi dana berbagai program PBB, kini mulai mengikat dompet. Pemerintahan Reagan mengharapkan pemanfaatan dana yang sudah ada saja bagi pengembangan sumber energi alternatif di samping mempromosikan peranan sektor industri swasta untuk itu. Menurut ketua delegasi AS, Stanton D. Anderson, pemecahan persoalannya dalam jangka panjang terdapat dalam pengembangan suatu pasaran energi terbuka yang bisa menyuburkan akal dan upaya. "Dalam transisi energi di Amerika, industri swasta memegang peranan besar," kata Anderson, pengacara yang bekas penasihat dalam kampanye Presiden Ronald Reagan. Pendirian ini dikritik anggota Kongres Demokrat, Richard L. Ottinger, penasihat pada delegasi AS itu. Pasaran terbuka itu tak seluruhnya dapat diandalkan, katanya, dan "tak akan memberikan bantuan pada bangsa miskin dan berkembang yang hampir tak mendapatkan makanannya sehari-hari, apalagi sebuah tungku yang efisien." Menurut Ottinger, justru diperlukan peranan pemerintah "mengisi jurang yang diabaikan pasaran terbuka." Nada cukup keras di awal konperensi datang dari PM India, Ny. Indira Gandhi. Ia menyatakan negara industri kaya, yang memanfaatkan energi konvenslonal secara rakus selama ini, seharusnya membantu dunia berkembang yang kelangsungan hidupnya terancam krisis energi. Juga Kurt Waldheim, Sekretaris Jenderal PBB menyatakan perebutan atas sumber energi yang terbatas "merupakan sumber ketegangan politik." Kerjasama mengembangkan sumber energi baru "pasti bisa membantu memecahkan banyak sebab ketegangan internasional dan konflik yang mendasar." Pendapat ini juga dikemukakan berbagai pembicara lain dalam konperensi itu. Akhirnya semua menekankan hahwa masalah energi merupakan peluang besar bagi negara industri dan negara berkembang untuk melupakan perbedaan pendapat dan menyambut suatu kebijaksanaan energi sedunia. "Seluruh situasi ekonomi dunia yang dihadapi masyarakat internasional, termasuk soal krisis energi, menghendaki kerjasama internasional yang bebas dari kepentingan diri," ujar Daniel Arap Moi, Presiden Kenya. "Menurut saya, zaman penuh bicara -- seperti halnya aman minyak murah --telah berlalu selamanya," katanya lagi. Seperti dikemukakan Ny. Gandhi, negara berkembang saat ini terpukul dari dua sudut --harga tinggi minyak dan harga tinggi barang impor dari negara industri bahan baku. "Jepitan ini menciptakan suatu situasi yang sangat mendesak dan gawat di negara miskim Sebagian negara ini mengeluarkan hampir 50% lebih dari hasil ekspor mereka untuk membeli minyak," sambung Presiden Moi. PM Swedia Thornbjorn Falldin yang juga hadir menyatakan pentingnya konperensi ini menerima suatu program aksi secara menyeluruh. "Jika berhasil menciptakan suatu landasan yang didukung semua pihak, kita berhasil mengambil langkah penting ke arah koperasi internasional dalam bidang energi," katanya. Thornbjorn membandingkan Konperensi PBB tentang Lingkungan tahun 1972 di Stockholm yang menghasilkan kebijaksanaan aktif tentang lingkungan pada tingkat nasional maupun internasional. Ia mengharapkan agar konperensi Nairobi menghasilkan yang sama. Konperensi itu tidak membicarakan sumber energi utama di dunia sekarang seperti minyak, gas, batubara dan tenaga nuklir. Negara OPEC yang juga hadir dalam konperensi Nairobi itu punya peranan penting. "Bagi mereka masa sesudah minyak habis sangat menentukan," kata Enrique Iglesias, ahli ekonomi Uruguay sekjen konperensi itu. Konperensi membicarakan sumber energi nonkonvensional yang saat ini mencakup 15% dari suplai energi dunia. Namun hampir 12% berasal dari kayu bakar dan arang. Karena itu konperensi memberikan perhatian khusus pada masalah kayu bakar itu. Di daerah pedesaan hampir 95% energi berasal dari tenaga manusia dan hewan, buangan organis dan kayu bakar. Hampir separuh penduduk dunia mengandalkan sumber energi ini untuk kebutuhan sehari-hari. Kini berbagai penelitian mengungkapkan bahwa 100 juta penduduk di negara Dunia Ketiga sudah dalam keadaan kekurangan sangat akan kayu bakar. Satu milyar penduduk lainnya menghabiskan kayu itu lebih cepat daripada bisa ditumbuhkan kembali. Jika keadaan ini berlangsung terus, menjelang tahun 2000 lebih 2,3 milyar penduduk harus mencari sumber energi yang lain. Sesuatu yang agaknya mustahil. Kekurangan bahan bakar kayu didemonstrasikan penduduk Nairobi ketika konperensi berlangsung. Ratusan orang Kenya, termasuk wanita dan anak-anak, membawa ikatan kayu bakar dan tunas pohon mengelilingi ibukota Kenya itu. Demonstrasi itu disambut para peserta konperensi, termasuk PM Kanada Pierre Trudeau, PM Swedia Thornbjorn Falldin, PM Jamaica Edward Saaga dan Sekjen PBB Kurt Waldheim di tangga Pusat Konperensi Kenyatta. Masing-masing pembesar itu menerima tunas pohon. Kepada konperensi itu Trudeau menyatakan Kanada akan menyediakan lebih satu milyar dollar selama 5 tahun mendatang untuk mendukung proyek pengembangan bilateral sehubungan dengan energi. Di samping itu Kanada juga mendukung program spesifik konperensi dengan jutaan dollar bagi penelitian dan pengembangan sehubungan dengan energi di negara Dunia Ketiga. Kecewa Sebelumnya Bank Dunia menyatakan pda konperensi tentang niatnya menyediakan hampir 3 milyar dollar tahun ini bagi program energi dan menjanjikan ptioritas utama bagi proyek energi di tahun-tahun mendatang. Juga Jepang menyatakan kesediaannya secara aktif membantu mengembangkan basis finansial berbagai organisasi internasional yang bergerak di bidang energi. Dr. Saburo Okito, ketua delegasi Jepang juga menegaskan peningkatan bantuan bilateral di bidang itu, meski tak menyebut angka spesifik tekad Jepang itu. Memang angka spesifik agaknya tidak diharapkan dalam konperensi ini. Menurut Sekjen Iglesias, 10 sampai 15 negara termasuk Kanada, Italia, Prancis, Norwegia dan Jepang mengajukan usul konkrit bagi pengembangan sumber energi alternatif yang melibatkan jumlah uang yang amat besar. Iglesias juga menunjukkan bahwa tiga di antara semua perdana menteri yang hadir -- Indira Gandhi, Pierre Trudeau dan Thornbjorn Falldin akan juga menghadiri konperensi Utara Selatan di Meksiko, Oktober mendatang. "Melalui kepala pemerintahan ini saya harapkan para pemimpin di Cancun mendapatkan pesan konperensi ini," katanya. Banyak negara meninggalkan Nairobi cukup kecewa dengan keyakinan bahwa kebutuhannya terlalu besar sedang sumbernya. terbatas. Tapi Iglesias merasa optimistis. "Pokok utama cerita ini belum selesai di sini, justru baru mulai."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus