Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menanggapi hasil studi dari tim peneliti Cina yang memperingatkan adanya virus flu babi baru. Virus baru tersebut, dikatakan penelitinya, lebih berpotensi menular ke manusia dan karenanya perlu diawasi secara ketat untuk kewaspadaan pandemi baru.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Juru bicara WHO Christian Lindmeier menyatakan akan membaca penelitian dan hasilnya itu dengan hati-hati. Namun Lindmeier juga mengatakan penting untuk berkolaborasi pada temuan dan mengawasi populasi hewan. "Ini juga menyoroti bahwa kita perlu mewaspadai influenza dan melanjutkan pengawasan bahkan saat masih pandemi virus corona," katanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pemerintah Cina, negara asal penelitian itu dan menjadi epidemi pertama wabah virus corona Covid-19, memberi pernyataan senada. Lewat juru bicara Kementerian Luar Negeri Zhao Lijian, Cina mengatakan bahwa negaranya mengikuti perkembangan penelitian itu. "Kami akan mengambil semua langkah yang diperlukan untuk mencegah penyebaran virus apa pun," kata dia.
Peringatan datang lewat makalah hasil penelitian yang dipublikasikan dalam Prosiding Akademi Sains Nasional (PNAS) di Amerika Serikat pada 29 Juni 2020. Di sana diungkap temuan galur 'G4' dari virus flu babi H1N1 yang pernah mewabah pada 2009 lalu.
"Peternak babi menunjukkan peningkatan kadar virus itu dalam darah mereka. Pemantauan ketat pada populasi manusia, terutama pekerja di industri babi, harus segera dilaksanakan," kata para peneliti itu menyoroti lokasi penelitian di Cina, di mana jutaan orang tinggal dekat dengan peternakan, fasilitas pemuliaan, rumah pemotongan hewan dan pasar basah.
Ahli biologi di University of Washington, Carl Bergstrom, menegaskan, virus itu memang mampu menginfeksi manusia, tapi tidak ada risiko yang sifatnya segera untuk sebuah pandemi baru. "Tidak ada bukti bahwa G4 beredar pada manusia, meski telah terpapar lima tahun," ujar dia melalui akun Twitter pribadinya. "Itulah konteks kunci yang perlu diingat."
Direktur Institut Alergi dan Penyakit Menular Nasional Amerika Serikat Anthony Fauci tetap meminta Amerika waspada. Dia menjelaskan tentang kemampuan pencampuran bahan genetik suatu spesies ke dalam kombinasi baru pada individu yang berbeda.
"Virus itu memang belum terbukti menginfeksi manusia, tapi menunjukkan kemampuan reassortment dan ketika ada virus baru yang mengarah ke pandemi, itu disebabkan oleh mutasi dan reassortment," ujar dia ketika diminta pendapatnya oleh Komite Senat Amerika Serikat untuk Kesehatan.
Sedang di Indonesia, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor Kemenkes Siti Nadia Tarmizi mengatakan peran pemantauan untuk kemungkinan pandemi baru dari penyakit zoonosis ada pada Kementerian Pertanian. Saat ini, dia memastikan, belum ada informasi potensi serangan flu babi galur baru tersebut, baik pada hewan maupun potensi penularannya ke manusia. Selain dia juga menambahkan, vaksin flu babi sudah tersedia
"Jadi, sampai sekarang kuncinya adalah surveilans. Selama surveilans jalan, kita tidak terlalu jadi masalah. Artinya, kita melihat kasus pada manusianya belum ada laporan. Tapi kasus pada hewannya juga kita tidak mendapat laporan dari Kementan," kata Nadia.
Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementeria Pertanian I Ketut Diarmita menjelaskan bahwa virus flu babi (swine flu) berbeda dengan virus demam babi Afrika atau African swine fever (ASF).
"Kasus penyakit pada babi yang ada di Indonesia pada saat ini adalah ASF dan bukan flu babi," kata