Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Sains

Baterai Bukan Energi Berkelanjutan, Hidrogen Jadi Bahan Bakar Masa Depan

Baterai yang digadang-gadang sebagai penyokong pengembangan mobil listri ternyata berasal dari bahan tambang. Hidrogen jadi bahan bakar masa depan.

29 Juni 2021 | 19.41 WIB

Aktivitas bongkar muat tambang nikel ke atas kapal tongkang PT Tiran Mineral di Kecamatan Lasolo, Kabupaten Konawe Utara, Sulawesi Tenggara, Jumat, 11 Juni 2021. ANTARA/Jojon
Perbesar
Aktivitas bongkar muat tambang nikel ke atas kapal tongkang PT Tiran Mineral di Kecamatan Lasolo, Kabupaten Konawe Utara, Sulawesi Tenggara, Jumat, 11 Juni 2021. ANTARA/Jojon

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Baterai ternyata tak sepenuhnya merupakan energi berkelanjutan. Untuk menghasilkan baterai listrik, perlu tambang litium, mangan, nikel dan kobalt. Hidrogen dilirik sebagai bahan bakar masa depan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Untuk itulah, Tim Antasena Institut Teknologi Sepuluh Nopember atau ITS mengadakan Webinar Antasena Super Course bertemakan Embracing The Future and Implementing SDGs Through Hydrogen Fuel Cell Vehicle, pada Minggu, 30 Mei 2021.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Webinar ini dilatarbelakangi oleh pentingnya pemanfaatan hidrogen sebagai bahan bakar, sehingga diperlukan penggalakan riset dan inovasi untuk menghemat energi di masa mendatang.

Dilansir dari laman resmi ITS, Webinar ini dihadiri sejumlah pakar energi, salah satunya yaitu Co-founder ElektrikCar Danet Suryatama. Dalam kesempatannya, Danet mengatakan inovasi yang kini banyak digunakan adalah penggunaan motor dan mobil bertenaga baterai listrik.

Penggunaan baterai listrik diklaim sebagai pengganti energi fosil yang semakin menipis, selain itu baterai listrik juga memiliki efisiensi energi hingga 80 persen.

Meskipun begitu, Danet menjelaskan bahwa penggunaan baterai listrik untuk kendaraan bukanlan energi berkelanjutan. Hal ini dikarenakan bahan yang digunakan untuk membuat baterai merupakan bahan tambang seperti litium, mangan, nikel, dan kobalt.

Pengambilan bahan-bahan tersebut juga berdampak pada penambangan besar-besaran yang berakibat pada kerusakan sistem alam, contohnya di Cina dan Tibet. Untuk itu perlu dikembangkan fuel cell electric dari hidrogen, “Fuel cell electric dari hidrogen memiliki efisiensi sebesar 77 persen sebagai bahan bakar tunggal, atau gabungan bersama baterai,” ujarnya.

Danet mengatakan, agar dapat diaplikasikan ke berbagai jenis mesin transportasi, fuel cell electric masih terus dikembangkan. “Saat ini Indonesia juga turut mengembangkan teknologi ini, melihat kegunaan bahan bakar ini bisa untuk kendaraan jarak jauh,” kata Danet.

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif atau Menparekraf Sandiaga Uno juga hadir dalam Webinar tersebut, setali tiga uang dengan Danet, Sandi juga mendukung kelanjutan riset fuel cell electric dari hidrogen ini. Menurutnya, dengan adanya energi tersebut, pariwisata dan ekonomi di Indonesia, khususnya di Bali dapat dipromosikan sebagai objek pariwisata yang ramah lingkungan.

“Ini selaras dengan tujuan untuk mewujudkan SDGs (Sustainable Development Goals) nomor tujuh dan sembilan. Dan dalam mencapainya tentu butuh inovasi, adaptasi dan kolaborasi,” kata Sandi.

Konsultan Sekretaris Nasional Sustainable Development Goals atau Seknas SDGs Indonesia Fadlan Marzuki mengungkapkan bahwa bahan bakar hidrogen, dibanding baterai listrik, menghasilkan energi listrik yang bersih serta efisien, yang selaras dengan tujuan dari SDGs yakni People, Prosperity, Peace, Partnership, dan Planet alias visi bersama 5P. “Salah satu dari kelima poin ini membutuhkan keterlibatan aktif dari dimensi lainnya,” kata Fadlan.

HENDRIK KHOIRUL MUHID

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus