MENGGEBRAK dengan 100 ribu serdadunya, 2 Agustus lalu, dalam tempo kurang dari 10 jam Irak menguasai Kuwait. Tapi ternyata Saddam tak melanjutkan serbuannya ke Arab Saudi, yang hanya memiliki 65 ribu serdadu. Kekuatan militer Arab Saudi sebenarnya tak boleh dianggap sepele. Ada 65 ribu pasukan darat, 117 buah pesawat tempur, dan 550 tank. Ia juga punya sejumlah rudal CSS2, buatan Amerika, yang mampu mencapai sasaran sejauh 2.500 km. Kekuatan domestik itu masih ditopang oleh kehadiran militer Amerika. Di luar pasukan darat, Amerika sampai pekan lalu telah menempatkan 60 buah pesawat F-15 Eagle, 5 buah pesawat pengintai canggih AWACS, dan sejumlah heli kopter. Sampai akhir Agustus ini, direncanakan 50 ribu tentara Amerika akan menjaga garis perbatasan Arab Saudi -- Kuwait. Ancaman Amerika tak cuma dari arah Arab Saudi. Di sebelah barat laut, di Incirlik, Pentagon juga telah menempatkan 14 buah pengebom F-111, dan hampir satu divisi pasukan tempur. Dari arah barat ancaman datang dari kawanan kapal Amerika yang diparkir di Laut Tengah. Di situ pada kapal induk Saratoga, disertai kapal komando Wisconsin, dan ditemani belasan kapal perang lain. Saratoga membawa pula puluhan pesawat tempur dari jenis F-14, F-15, dan F-16. Sedangkan Wisconsin dipersenjatai dengan rudal Tomahawk, yang bisa menjangkau musuh dari jarak 2.500 km. Di mulut Teluk Persia pun kekuatan Amerika digelar. Di situ dipasang kapal induk Independence, yang mengangkut 85 buah pesawat tempur, disertai enam buah kapal perang dan kapal selam bertenaga nuklir. Masuk ke dalam perut Teluk Persia akan dijumpai kapal komando La Salle, bersama sejumlah kapal perang lain. Di jazirah yang sama, Inggris dan Prancis pun menempatkan sejumlah kapal perangnya. Kekuatan itu seolah hendak mengeroyok Irak. Namun, Irak sendiri bukan lawan yang gampang digulung. Saddam memiliki hampir satu juta serdadu, 5.500 buah tank, dan 513 buah pesawat tempur. Dengan pengalaman perang gurun selama delapan tahun melawan Iran, pasukan darat Saddam tak bisa diremehkan kemampuannya. Tapi dengan konfigurasi kekuatan yang ada sekarang, para pengamat militer meramalkan bahwa pertempuran yang mungkin terjadi akan didominasi oleh adu "kesaktian" di udara. Dalam perang udara itu, menurut ramalan mantan Menteri Pertahanan AS, Harold Brown, Amerika bakal unggul cuma lewat pertempuran satu-dua hari. "Tapi Amerika akan kehilangan sejumlah pesawat, selama proses pencapaian kemenangan itu," ujarnya. Setelah kemenangan itu di-raih, kekuatan udara AS akan leluasa menghancurkan angkatan darat Saddam beserta sasaran-sasaran penting di Irak. Namun, boleh jadi Saddam punya perhitungan sendiri. Irak memiliki sejumlah rudal kebanggaan, seperti SA-7, SA-9, SA-13, dan SCUD, yang semuanya buatan Uni Soviet. Rudal-rudal itu konon ampuh untuk menangkal serbuan udara. Angkatan udara Irak pun cukup kukuh, memiliki 210 buah pesawat Mirage F-1 buatan Prancis, yang dipersenjatai dengan rudal canggih Exocet. Bahkan didesas-desuskan bahwa Saddam juga memiliki MiG 29 Fulcrum dan Sukhoi-27 buatan Uni Soviet, yang sekelas dengan F-15. Pesawat tempur canggih itu dilengkapi pula dengan rudal Apex dan Atoll udara ke udara, buatan Soviet. Selain dipersenjatai tank-tank darat, pasukan Irak juga diperkuat dengan satuan heli tempur. Bukan rahasia lagi, di antara jajaran heli Irak itu ada jenis MIL Mi-24, buatan Uni Soviet, yang telah teruji keampuhannya sebagai tank terbang dalam perang Afghanistan dan Perang Teluk (Iran-Irak) 1980-1988. Selain untuk membawa senapan mesin kaliber 12,7, MIL Mi-24 dipersenjatai pula dengan roket-roket antitank. NATO menyebut heli bersayap itu dengan nama Hind, dan telah mengetahui keberadaannya sejak 1974. Namun, Irak memiliki MIL Mi-24 jenis yang lebih baru, yakni Hind-D. Sosok dan mesinnya tak beda jauh dengan pendahulunya, Hind-A, tapi Hind-D memiliki beberapa kelebihan. Keistimewaan MIL Mi-24 ini bertumpu pada kemampuannya mengangkut roket dan rudal. Hampir 2,5 ton persenjataan bisa dipanggulnya sembari melesat dengan kecepatan 190 km/jam. Senjata andalannya berupa 4 rudal Swatter yang dipasang di bawah ujung sayap. Rudal ini dikendalikan dengan sistem infra merah. Tank-tank darat adalah sasaran empuk baginya. Di bawah sayap Hind-D itu juga terdapat dua pasang sarang roket, setiap pasang masing-masing sanggup meluncurkan 32 batang roket ukuran 57 mm, dan 20 roket ukuran 80 mm. MIL Mi-24 ini masih sanggup membawa muatan ekstra 1,5 ton, berupa bom kimia atau bom konvensional. Berat MIL Mi-24 sekitar 11 ton, dengan panjang 17,5 meter, dan daya jelajahnya 750 km. Dalam medan pertempuran berupa hutan berbukit-bukit, MIL Mi-24 termasuk sulit untuk dibidik oleh rudal darat ke udara semacam Stinger buatan Amerika. Pasalnya, heli ini bisa cuma muncul untuk menembak kemudian bersembunyi di balik bukit. Dengan cara sama, dia bisa menghindar dari buruan pesawat tempur. Tapi Hind pasti sulit beroperasi secara leluasa di medan terbuka Arab Saudi. Hind juga harus menghadapi musuh berat di Arab Saudi, yakni heli AH-64 Apache milik Amerika. Apache lebih muda ketimbang Hind-D. Dia baru selesai dibuat prototipenya pada 1976, dan diproduksi secara masal pada 1981. Heli andalan Amerika itu lebih kecil, beratnya kurang dari 7 ton. Tapi dia lebih lincah, mampu mencapai kecepatan 300 km/jam. Kalau memang diperlukan, Apache bisa terbang terbalik, dengan baling-baling di bawah. Senjata yang dibawa Apache cukup andal. Dia dipersenjatai dengan rudal Side-winder, yang biasa dibawa oleh pesawat tempur semacam F-15 atau F-16. Dengan modal rudal penjejak panas itu, Apache bisa menyerang pesawat lawan. Dia dipersenjatai pula dengan rudal Stinger untuk menghajar heli musuh. Selain itu, dia menyimpan pula 16 rudal Hellfire untuk menghancurkan tank lawan. Apache merupakan generasi baru untuk menggantikan generasi Cobra, jenis heli yang pernah merajalela semasa Perang Vietnam. Dalam uji coba pada 1985, Apache menunjukkan kebolehannya terbang nonstop dari Mesa ke Santa Barbara (di wilayah AS), menempuh jarak 1.900 km. Ketika itu Apache diisi dengan 871 liter bahan bakar, dan tiba di Santa Barbara dengan sisa bahan bakar yang masih cukup untuk terbang selama setengah jam. Di atas kertas, Apache unggul dari MIL Mi-24. Boleh jadi, kalau pecah perang, Apache akan memangsa banyak korban tank Irak. Tapi, bagaimana pula kekuatan tank Irak? Dari 5.500 tank Irak, terdapat sejumlah tank T-62 dan T-72 buatan Uni Soviet. Tank jenis inilah tulang punggung angkatan darat Irak. Tubuh T-72 pipih, disangga oleh enam pasang roda yang dilibat rantai. Perbedaan yang mencolok antara T-72 dan kakaknya T-62 terlihat dari roda itu: T-62 lebih besar. Selain itu, badan T-62 juga 20 cm lebih tinggi. Baik T-72 maupun T-62 memiliki mesin diesel berkekuatan 700 tenaga kuda (HP). Namun, si adik lebih gesit, mampu meluncur lebih cepat, 80 km/jam, sedangkan sang kakak hanya 50 km/jam. Keistimewaan pada T-72 terletak pada kanonnya yang berkaliber 125 mm. Kanon itu memuat peluru jenis HEAT (high explosion anti-tank), yang punya daya ledak sangat besar. Selain punya hulu ledak yang tinggi, peluru T-72 yang melesat dari moncong meriam 10 meter itu konon bisa mencapai kecepatann 2.000 m/detik, jauh di atas rata-rata peluru tank Amerika yang cuma 1.700 m/detik. Di medan Arab Saudi, T-72 ini barangkali akan berhadapan dengan tank AS jenis M-1 Abrams. Dibanding T-72 (40 ton) Abrams lebih kekar, beratnya 54 ton. Tapi M-1 ini memang punya mesin yang lebih kuat, dengan 1.500 HP. Tak syak lagi, Abrams sanggup memanjat pagar beton setinggi 1 meter, dan mampu "melompati" parit selebar 2,5 meter. Di atas medan yang rata, M-1 Abrams mampu memacu diri sampai kecepatan hampir 100 km/jam dan hanya 48 km/jam di medan yang tak rata. Dengan tanki penuh 2.250 liter, Abrams cuma mampu mencapai jarak 400 km. Kalah dibanding T-72, yang sanggup mencapai jarak 500 km. Pentagon mengakui bahwa kekuatan pelat baja yang menjadi kulit tubuh Abrams setara dengan T-72. Yang istimewa pada Abrams adalah sistem penembakan meriamnya. Dia punya perkakas laser yang bisa menuntun peluru laser. Caranya, sinar laser itu "menembak" lebih dahulu berdasarkan optical sight (pembidik optik) yang diarahkan ke sasaran oleh awak tank. Setelah sasaran pasti, sinar laser pun ditembakkan ke sasaran. Pantulan sinar laser itu ditangkap oleh perangkat elektronik yang ada pada tubuh tank itu. Jarak sasaran pun terukur. Maka, komputer secara otomatis menetapkan sudut tembakan. Tanpa harus menghitung-hitung, awak tank tinggal menarik picu, dan peluru akan tepat kena sasaran. Sayangnya, itu tak membuat Abrams menjadi lebih canggih dari T-72. Sebab, tank buatan Uni Soviet itu juga memiliki kemampuan yang sama.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini