Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sains

BRIN Ungkap Kemajuan Riset Mikroba untuk Obat Anti-TB dan Anti-Malaria

Tim BRIN menghadapi beberapa tantangan, termasuk rencana penutupan laboratorium utama di BRIN dan kebijakan efisiensi anggaran pemerintah.

19 Februari 2025 | 09.49 WIB

Acara The 4th Joint Coordinating Committee Meeting proyek SATREPS (Science and Technology Research Partnership for Sustainable Development) di Gedung BJ Habibie, Jakarta, Selasa, 18 Februari 2025. (Humas BRIN)
Perbesar
Acara The 4th Joint Coordinating Committee Meeting proyek SATREPS (Science and Technology Research Partnership for Sustainable Development) di Gedung BJ Habibie, Jakarta, Selasa, 18 Februari 2025. (Humas BRIN)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Jakarta - Tim peneliti dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menunjukkan kemajuan dalam pengembangan obat untuk penyakit menular seperti tuberkulosis (TB) dan malaria. Project Co-Manager BRIN Danang Waluyo menyampaikan bahwa penelitian yang dilakukan bersama mitra dari Jepang dan Malaysia telah mencapai beberapa pencapaian penting.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

"Kolaborasi trilateral untuk pengembangan obat penyakit menular ini memiliki fokus utama meningkatkan kapasitas penelitian dan pengembangan di Indonesia dan Malaysia dalam optimasi utama serta pengujian non-klinis untuk penyakit infeksi," kata dia dalam acara The 4th Joint Coordinating Committee Meeting proyek SATREPS (Science and Technology Research Partnership for Sustainable Development) di Gedung BJ Habibie, Jakarta, Selasa,18 Februari 2025, yang dikutip Tempo dari siaran pers.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Danang menyampaikan bahwa tim peneliti berhasil mengumpulkan sekitar 600 galur mikroba, dengan tujuh galur diidentifikasi sebagai spesies baru. Ia juga menyebutkan lebih dari 3.500 ekstrak mikroba telah diproduksi untuk diuji sebagai agen anti-TB, anti-malaria, dan anti-dengue. "Dua ekstrak menunjukkan aktivitas terhadap mycobacterium tuberculosis yang resisten terhadap rifampisin, salah satu obat utama TB," ungkap peneliti Pusat Riset Vaksin dan Obat BRIN tersebut.

Selanjutnya, Danang menyebutkan tim peneliti telah mengidentifikasi senyawa asam sialat sebagai kandidat potensial untuk pengobatan TB resisten. Menurutnya, lebih dari 200 ribu senyawa telah disaring dengan hasil menjanjikan pada beberapa kandidat inhibitor TB dan dengue. Dalam progres riset tersebut, pihaknya juga berhasil meningkatkan produksi Borrelidin (senyawa anti-malaria) hingga 10 kali lipat melalui rekayasa mikroba.

"Hingga saat ini kami telah menghasilkan lebih dari 3.500 ekstrak mikroba. Dengan menggunakan ekstrak tersebut, kami mencoba menemukan senyawa yang menunjukkan aktivitas terhadap antituberculosis dan anti-dengue. Untuk antituberculosis, kami melakukan skrining terhadap mycobacterium tuberculosis, yang telah diadaptasi pada rifampisin, salah satu obat yang dikenal sebagai pengobatan pertama untuk tuberkulosis," kata Danang.

Meskipun progres riset cukup signifikan, tim BRIN menghadapi beberapa tantangan, termasuk rencana penutupan laboratorium utama di BRIN dan kebijakan efisiensi anggaran pemerintah. Tim sedang mengupayakan solusi seperti mencari pendanaan tambahan dari LPDP dan sumber eksternal lainnya.

Danang juga menyampaikan bahwa untuk mempercepat pengembangan obat, pihaknya berencana untuk mengusulkan memperpanjang masa penelitian hingga 2027, dengan harapan mendapatkan persetujuan dari JICA (Japan International Cooperation Agency). "Kami juga berencana mengadakan simposium internasional tentang penemuan obat direncanakan akan diadakan di Jakarta pada tahun 2026 sebagai wadah berbagi ilmu dan memperkuat kolaborasi penelitian," katanya.

Di sisi lain, Danang juga menyampaikan telah menetapkan empat keluaran utama dalam proyek ini. Pertama, optimasi struktur senyawa utama - peningkatan kapasitas dalam mengembangkan struktur senyawa yang lebih efektif sebagai obat. Kedua, pengujian non-klinis - validasi keamanan dan khasiat senyawa sebelum memasuki tahap uji klinis. Ketiga, penyaringan senyawa target - identifikasi sumber daya hayati yang berpotensi sebagai obat anti-TB, anti-malaria, anti-dengue, dan anti-tetanus. Keempat, jaringan kolaborasi internasional - membangun kerja sama penelitian antara Indonesia, Malaysia, dan Jepang untuk pengembangan obat penyakit menular.

Sementara itu, Deputi Bidang Fasilitasi Riset dan Inovasi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Agus Haryono menekankan pentingnya kolaborasi global dalam penelitian dan pengembangan obat untuk penyakit menular. “Saya berharap pertemuan JCC keempat ini membuahkan hasil yang bermanfaat bagi semua mitra yang terlibat,” ujar Agus Haryono.

Ia mengungkapkan bahwa proyek penelitian ini telah berjalan selama tiga setengah tahun sejak dimulai pada September 2021. Saat itu dunia sedang menghadapi pandemi Covid-19 yang menyadarkan pentingnya respons global dalam menangani penyakit menular. “Pandemi Covid-19 mengajarkan kita bahwa masalah kesehatan di satu negara bisa menjadi ancaman global. Penyakit menular tidak mengenal batas,” katanya.

Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang luar biasa dengan ribuan spesies tumbuhan dan mikroorganisme yang berpotensi menjadi sumber obat baru. Agus menekankan bahwa banyak pengobatan tradisional yang telah lama digunakan oleh masyarakat adat memiliki potensi sebagai antimikroba dan antivirus. Oleh karena itu, validasi ilmiah dan pendekatan sistematis dalam penemuan obat harus terus diperkuat.

“Keberhasilan riset penemuan obat di Indonesia tidak hanya bergantung pada kekayaan sumber daya alam, tetapi juga pada pengembangan sumber daya manusia. Kita harus berinvestasi dalam pendidikan, pelatihan, dan penguatan infrastruktur penelitian,” ucapnya.

Agus juga menyoroti pentingnya kemitraan antara universitas, lembaga penelitian, dan perusahaan farmasi untuk membangun ekosistem riset yang berkelanjutan. Selain itu, kolaborasi dengan lembaga penelitian internasional seperti Japan International Cooperation Agency (JICA) dapat mempercepat transfer teknologi dan peningkatan kapasitas peneliti Indonesia melalui proyek penelitian bersama dan pertukaran ilmuwan.

“Proyek ini berfokus pada pengembangan obat untuk penyakit menular seperti tuberkulosis dan demam berdarah, yang masih menjadi tantangan utama di Indonesia dan Malaysia. Namun, kita tahu bahwa menemukan obat baru bukanlah tugas yang mudah. Diperlukan waktu panjang, fasilitas yang memadai, serta pendanaan yang besar,” katanya.

Irsyan Hasyim

Irsyan Hasyim

Menulis isu olahraga, lingkungan, perkotaan, dan hukum. Kini pengurus di Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta, organisasi jurnalis Indonesia yang fokus memperjuangkan kebebasan pers.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus