Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Cerah berkat air tanah

Daerah gersang, gunung kidul, kini air mengucur deras. 28 pompa mesin yang dipasang mampu mengairi sawah 40 ha lebih. penduduk tak perlu lagi cari air minum ke gua-gua. (tek)

20 Oktober 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PANAS terik dan gersang alam sekitarnya. Penduduk Desa Trunggono di Gunung Kidul selalu kekeringan. Tapi akhirnya tanah di sana mengeluarkan air juga. Pemerintah, khususnya Departemen Pekerjaan Umum, tampak mulai berhasil dalam melaksanakan suatu proyek yang bertujuan memanfaatkan air tanah. Proyek Pengembangan Air Tanah (P2AT) di Gunung Kidul, wilayah kering yang dekat dengan kota Yogyakarta, telah memasang 28 pompa mesin. Tiap pompa itu mampu mengairi sawah sampai 40 ha lebih. Di Playen, Karangtalun, Plumbungan dan banyak lagi desa lainnya kini air mengucur deras, mencapai debit 1.000 sampai 2.500 liter setiap menitnya. Namun di Desa Trunggono, walaupun sudah diberi tambahan pompa tangan yang dipasang pada salah satu sumur eksplorasi, airnya mengucur pelan sekali. Hanya 4 liter keluar dalam satu menit, sedang kapasitas pompa itu -dengan kedalaman 100 meter--sekitar 24 liter semenitnya. Meskipun begitu, penduduk Trunggono sudah bersyukur sekali, seperti yang dilihat oleh Menteri PU, Dr. ir. Purnomosidi Hadjisaroso ketika singgah di desa itu akhir September lalu. "Daripada tidak ada sama sekali, pak," ujar seorang tua yang sedang antri. Memang sejak pompa tangan itu mulai mengucurkan air, antrian orang--yang masing-masing membawa pikulan 2 blek--ternyata cukup panjang. Mereka sering harus menunggu giliran sampai 5 jam. Bahkan mereka yang tinggal jauh -- 5 sampai 7 km dari pompa--tidak segan kembali lagi dan antri untuk kedua kali. Kini mereka sudah beruntung. Dulu, sebelum ada pompa, terutama dalam musim kemarau, mereka terpaksa cari air sampai ke gua-gua di pegunungan. "Sudah jalannya jauh, tebingnya curam lagi," cerita seorang ibu. Semula proyek air tanah di Gunung Kidul hendak menjangkau areal seluas 1.270 ha dengan menggunakan 32 pompa, masing-masing mampu mengairi 40 ha lebih sawah. Tapi untuk sebagian pompa, tidak terdapat areal seluas itu, karena tanah tegalan terpencar di daerah itu. Secara efektif hanya 944 ha yang bisa dijangkau--cukup dengan 28 pompa. Sedang sisa 4 pompa dalam rencana dicadangkan bila ada kerusakan. Dari 28 pompa itu, 4 menyediakan air minum bagi penduduk. Air yang disedotnya dari bawah tanah berasal dari air hujan. Ia semula terserap oleh tanah dan menghimpun di atas lapisan batu dalam kerak bumi. Suatu laporan P2AT tadinya memperkirakan bahwa selama musim kemarau --terutama sekitar Juli sampai Oktober -- pemompaan ini akan bisa mengakibatkan sumur penduduk setempat dalam radius 500 meter dari pompa menjadi kering. Ternyata tidak. Menteri Purnomosidi sempat menanyakan hal ini langsung kepada penduduk di desa Playen. Mbok Karto, misalnya menjawab bahwa sumurnya tidak mengalami kekeringan. "Masih bisa untuk nyiram tanaman," katanya. Kalaupun ada sumur yang kering, P2AT bersiap mengongkosi penggaliannya supaya lebih dalam. Namun cerita dari Plemahan, Kediri lain lagi. Daerah ini yang di musim kemarau selalu mengalami kekurangan air, ternyata potensi air tanahnya cukup besar. Sejak 1974 wilayah Kediri ini menjadi proyek percobaan. Sekarang 3, pompa mesin di sana mengairi 1490 ha sawah. Produksi pangan meningkat setelah persediaan air terjamin sepanjang tahun. Tanah garapan milik Poniren, 23 tahun di Desa Plemahan, dulu selalu bero (tidak ditanami) di musim kemarau. Sekarang tanahnya tidak pernah menganggur. Dalam setahun ia menanam padi sekali, kedelai dua kali. Integrasi Tapi sejak adanya pompa itu, sumur penduduk di musim kemarau menjadi kering. "Padahal dulu tidak pernah begitu," cerita Poniren. Namun hal ini tidak merisaukannya, karena sekarang-tidak seperti dulu--di musim kemarau tiada lagi orang kelaparan. Dengan pompa itu, "kini panen bisa terus," katanya. Kemungkinan sumur kering setempat bisa jadi terjadi. P2AT juga sudah menyediakan sebuah pompa di Plemahan untuk memenuhi keperluan air minum penduduk. Tapi dinilai dari peningkatan produksi pangan, sumber nafkah bagi penduduk, proyek ini memang sukses. Menteri Purnomosidi menyimpulkan bahwa secara teknis dan ekonomis, proyek itu sudah bisa dipertanggungjawabkan. Dan "bisa dikembangkan secara besar-besaran," katanya. Sekarang baru sekitar 5.000 ha tercapai oleh seluruh proyek air tanah di beberapa daerah. Direncanakan 7 propinsi -- Ja-Bar, Ja-Teng, DIY, Ja-Tim, Bali, NTB dan NTT --dengan jumlah areal 800.000 ha, menjadi sasaran proyek ini. P2AT yang dilaksanakan sejak tahun 1969 mendapat bantuan dari pemerintah Inggeris dalam bentuk peralatan dan jasa konsultan. Teknologi sederhana di sini diintegrasikan dalam pola tradisional petani setempat. Juga diadakan program penyuluhan guna meningkatkan ketrampilan petani. Secara berangsur tanggungjawab proyek akan dialihkan kepada organisasi petani setempat yang khusus dibentuk untuk itu. Dari keseluruhannya, keseimbangan dan kelestarian lingkungan--yang juga penting -- mendapat perhatian utama dari fihak P2AT.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus