ENAM orang yang semula disangka sebagai menyuruh melakukan
pembunuhan terhadap wanita "Has" -- atau apapun namanya -- di
Bone (Sul-Sel) Maret lalu, telah dibebaskan dari tahanan
kejaksaan setempat. (TEMPO,
9 Juni 1979). Tapi awal September lalu, menyusul pula
sekurangnya 2 orang yang ditahan dengan tuduhan serupa.
Pihak berwajib di Ujung Pandang belum bersedia mengungkapkan
hasil pemeriksaan terhadap mereka yang ditahan paling akhir itu.
Sehingga baik latar belakang pembunuhan maupun siapa wanita si
terbunuh itu sendiri masih tetap menjadi teka-teki. Yang pasti
Tahir, La Wali dan Abidin masih disangka sebagai pelaku
pembunuhan dan karenanya mereka tak lama lagi akan diajukan ke
pengadilan.
Pembunuhan yang sempat menghebohkan masyarakat daerah ini
terjadi di Kampung Pinra, Kecamatan Palakka (Bone). Seorang anak
gembala menemukan tubuh seorang wanita berusia sekitar 23 tahun
tanpa kepala di tengah sawah. Kepala itu sendiri ditemukan
beberapa hari kemudian, juga terbenam dalam lumpur sawah. Karena
didapati juga perhiasan milik wanita itu yang bertulisan inakke
Has (saya bernama Has), maka ia diduga memang bernama begitu.
Tapi pengusutan selanjutnya tak berhasil menemukan siapa dia
sebenarnya. Juga karena hingga sekarang tak seorang pun
melaporkan secara pasti bahwa ia kehilangan salah seorang
anggota keluarganya yang berciri-ciri dan bernama itu.
Tak Soal
Namun kemudian masyarakat ramai menghubung-hubungkan kematian
itu dengan proses pemilihan Bupati Bone yang sedang menghangat
waktu itu. Dikaitkanlah keterlibatan mereka yang punya
kepentingan terhadap jabatan itu. Tentu di antaranya Bupati HPB
Harahap dan lawannya. Yaitu Satu pihak mencoba menimbulkan kesan
bahwa lawannyalah yang menjadi otak pembunuhan itu dengan
menyuruh beberapa orang pembunuh bayaran untuk melakukannya.
Karena itu akhirnya pihak Laksusda turut campur melakukan
pengusutan.
Maka ditahanlah Tahir dan 2 temannya sebagai pelaku. Mula-mula
ketiganya menolak dengan keras tuduhan yang ditimpakan. Namun
kemudian dalam pemeriksaan, mereka menyebut 6 nama sebagai
pihak yang menyuruh melakukan pembunuhan tadi. Mereka yang
terdiri dari pejabat-pejabat di lingkungan Pasar Sentral
Watampone juga menyangkal tuduhan. Begitu pula ketika pihak
kepolisian memaksa mereka melakukan rekonstruksi pembunuhan itu.
Sehingga ketika berkas perkara sampai ke kejaksaan, instansi ini
membebaskan ke-6 orang tadi karena tak terdapat bukti yang kuat
untuk dituduhkan.
Tapi yang pasti pihak Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan sekarang
sudah menerima dua versi hasil pemeriksaan. Satu berkas dari
Kodak XVIII dan satunya lagi dari Laksusda Sul-Selra. "Tapi
akhirnya nanti akan ketemu juga duduk soal sebenarnya," ungkap
seorang pejabat di Kejati Sul-Sel yang tak bersedia disebut
namanya. Karena itu dalam waktu dekat perkara ini akan
disidangkan di pengadilan. "Tak jadi soal siapa nama wanita itu
sebenarnya, sebab sudah jelas ada pelaku, ada barang bukti, ada
saksi dan orang yang dihilangkan nyawanya," kata sumber TEMPO di
Kejati Sul-Sel.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini