SEJAK pacuan antariksa dicetuskan oleh AS dan Uni Soviet belasan
tahun yang lalu, industri antariksa dunia -- roket berikut
satelitnya -- praktis didominir oleh kedua negara itu. Termasuk
pasaran satelit untuk komunikasi seperti Palapa, yang sejenis
dengan Westar dan Anik yang digunakan AS dan Kanada.
Jepang dua tahun lalu sudah mulai meluncurkan satelit
komunikasinya dengan menumpang roket Amerika. Namun untuk
jaringan komunikasi domestiknya, Jepang masih tetap lebih
mengandalkan jaringan gelombang mikro dan jaringan darat
(terestrial) yang konvensionil. Begitu pula Eropa selama ini.
Namun didorong oleh ambisi Perancis dan Jerman Barat untuk
mengakhiri supremasi AS dan US di bidang antariksa, Eropa Barat
akhirnya sepakat mau melengkapi jaringan telkom intra-Eropanya
dengan satelit pula. Diawali dengan peluncuran satelit OTS II
dari Cape Kennedy pertengahan Mei lalu. Inilah laporan
koresponden TEMPO Noorca M. Massardi dari Paris sebagai berikut:
Para ahli dan pimpinan l'Agence Spatale Eropeenne (ASE) --
Pusat Antariksa Eropa -- yang bermarkas besar di Paris, akhir
pekan 12 Mei lalu, mengikuti kejadian di layar televisinya
denan saksama. Dan berdebar-debar. Sebab ribuan mil di sebelah
harat mereka, di landasan peluncuran roket Cape Kennedy, Florida
(AS), sebuah roket jenis Thor-Delta sedang mengambil
ancang-ancang.
Tanpa genderang publisitas roket itu mengudara di malam itu,
membawa sebuah satelit percobaan ASE, Orbieal Test Sateltte
(OTS) II, 25 menis setelah roket buatan NASA itu lepas landas,
satelit bikinan Eropa yang berbobot 450 kg itu memasuki
lintasannya.
Namun tak cuma konsumen PTT di Eropa Barat saja yang dapat
memanfaatkan jaringan telekomunikasi satelit itu. Dengan keenam
antenenya, OTS II yang mampu melayani 4500 percakapan telepon
bolak-balik dan dua kanal televisi itu juga menyabet kawasan
Timur Tengah, Afrika Utara, kepulauan Azores, Canari, Modere,
dan pulau Islandia.
Ada sebabnya acara itu berlangsung hampir diam-diam. Kenangan
buruk 13 September 1977 belum sama sekali lenyap. Waktu itu, OTS
I yang diluncurkan dari tempat yang sama, jatuh ke dasar
samudera Atlantik. Roket peluncurnya -- juga dari jenis
Thor-Delta-meledak di udara, sehingga musnahlah satelit yang
dirancang begitu lama dengan biaya patungan sekian negara Eropa.
Kerugian 42 juta dollar AS, sementara yang diasuransikan ASE
hanya 29 juta dollar AS. Makanya untuk peluncuran OTS II,
kontrak asuransi dengan maskapai Bowerings dari London sudah
dinaikkan menjadi 52 juta dollar AS.
Satelit OTS ini, hanya merupakan proyek perintis bagi satelit
operasionil ECS yang akan melayani kebutuhan telekomunikasi
Eropa sampai tahun 1990, dengan kapasitas 20 ribu percakapan
telepon. Mulai tahun 1980, satelit ECS itu -- juga satelit
Marots untuk merelai komunikasi kapal di laut lepas -- tak akan
memerlukan bantuan roket Amerika. Satelit-satelit bikinan Eropa
itu akan dijotos ke ruang angkasa oleh roket Ariane buatan Eropa
sendiri.
Tak Perlu Bantuan Amerika
Taruhannya tak sembarangan. Sebab mulai sekarang sampai 1990,
100 satelit akan dibangun, diluncurkan dan digunakan.
Investasinya lebih dari 30 milyar franc (sekitar 23 trilyun
rupiah, hampir 2 x APBN Indonesia setahun). Ini merupakan
penghasilan yang lumayan bagi industri antariksa Eropa yang
dulunya kembang-kempis. Juga suatu dongkrak gengsi bagi
Perancis, yang selalu berusaha membebaskan diri dari
ketergantungan pada Amerika di bidang penerbangan dan antariksa.
Roket Ariane memang ciptaan Centre National d'Etudes Spatial
(CNES), Pusat Penyelidikan Antariksa Perancis, dan Aerospatiale,
itu fabrikan pesawat terbang penumpang supersonik Concorde,
arsitek industrinya. Pemerintah Perancis telah mengeluarkan 60%
dari biaya proyek roket tersebut yang bernilai 3,8 milyar franc.
Dengan tinggi 47 meter dan berat 200 ton, Ariane akan merupakan
roket terpenting yang pernah dibuat di luar AS dan Uni Soviet.
Pembangunannya telah berjalan dengan baik. Percobaan tahap
pertama Desember lalu di Vernon begitu pula. Tahap keduanya juga
tak mengalami gangguan dalam percobaan 31 Januari lalu. Makanya
peluncuran percobaan direncanakan 15 Juni tahun depan di Kourou,
Guyana, Afrika.
Teknologinya memang maju. Tapi problim politik (dan ekonomi?)
telah menyebabkannya terkatung-katung. Sejak lebih dari setahun,
10 negara anggota ASE tak pernah bisa mufakat soal modal
pembuatan seri roket Ariane yang dianggap kelewat mahal.
Untunglah awal tahun ini, berkat kongkou tingkat tinggi antara
PM Jerman Barat Schmidt dan Presiden Perancis Giscard d'Estaing,
persetujuan bisa tercapai. Pada akhir pertemuan ASE 6-7 April
lalu, para negara anggota ASE setuju mengeluarkan anggaran
sebanyak 117 juta francs untuk memesan 5 roket Ariane. Empat
untuk peluncuran satelit komunikasi Eropa, dan yang kelima untuk
cadangan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini