Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sains

Dokter Pengembang Herbal: Jamu BKO Sudah Sering Berulang

Kasus-kasus jamu atau herbal ilegal mengganggu upaya memasyarakatkan pemanfaatan obat tradisional lebih luas. Berkembang generalisir tidak aman.

9 Maret 2022 | 02.27 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Perkumpulan Dokter Pengembang Obat Tradisional dan Jamu Indonesia (PDPOTJI), Inggrid Tania, meminta masyarakat mewaspadai setiap produk jamu atau herbal yang membuat klaim khasiat mengobati impotensi atau meningkatkan stamina dan mengatasi masalah kejantanan pada pria. Produk tersebut bisa dipastikannya menambahkan bahan kimia obat yang sangat berbahaya dan karenanya ilegal. Ini seperti temuan kasusnya yang belum lama diumumkan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) pekan lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Di Indonesia ini sering sekali ada jamu atau herbal BKO (berbahan kimia obat). Sudah pasti produk-produk ini tidak memiliki izin BPOM karena kalau diajukan pasti tidak akan diluluskan," kata Inggrid kepada Tempo.co pada Senin 7 Maret 2022. Kalaupun ada nomor izn BPOM yang tertera, Inggrid menyarankan masyarakat mengeceknya ke website BPOM. Jika nomor tak terdaftar, produk ilegal. "Terutama yang punya ponsel bisa download aplikasi Cek BPOM," katanya menambahkan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Inggrid berharap kasus serupa bisa ditekan ke depannya dengan cara membuat sanksi hukum yang lebih berat bagi mereka yang memproduksi dan menjual jamu ataupun herbal dengan menambahkan bahan kimia obat. "Jangan berulang-ulang terus," kata dia sambil menambahkan bahwa masih banyak produk ilegal yang beredar namun belum tertangkap atau tak masuk radar BPOM. "Yang jadi korban tentu masyarakat," kata Inggrid lagi.

Dia menuturkan, bahan kimia obat berupa sildenafil untuk masalah disfungsi ereksi--seperti pada kasus temuan BPOM--berpotensi memberi efek samping pusing, sakit kepala, serta gangguan penglihatan dan pendengaran. Ini karena dosis penggunaan obat keras itu yang tidak jelas pada produk serta tak memperhatikan kondisi atau riwayat kesehatan peminumnya. Efek samping itu belum menghitung analisis interaksi bahan kimia obat yang digunakan dengan bahan herbalnya.

"Yang paling ditakutkan yang mengkonsumsi orang dengan penyakit jantung, gangguan irama jantung, riwayat stroke, karena mereka sangat rentan efek samping langsung ke jantungnya yang bisa menyebabkan nyawa melayang."

Ketua Umum Perkumpulan Dokter Pengembang Obat Tradisional dan Jamu Indonesia (PDPOTJI) Inggrid Tania dalam webinar peluncuran Curcuma Force secara virtual, 21 Oktober 2020

Inggrid mengakui kasus-kasus jamu atau herbal ilegal mengganggu upaya PDPOTJI memasyarakatkan pemanfaatan obat tradisional lebih luas. Dia mencontohkan berkembangnya generalisir kalau semua obat tradisional adalah produk yang tidak aman. "Karena menyamakan dengan jamu BKO yang bila dikonsumsi jangka panjang akan menyebabkan kerusakan ginjal bahkan gagal ginjal," katanya.

Dalam temuannya yang diungkap pekan lalu BPOM menyebut kandungan bahan kimia obat lainnya yang digunakan adalah parasetamol, penurun panas dan pereda nyeri. Penggunaan obat ini, terlebih jika kadarnya berlebihan, bisa menyebabkan efek samping gangguan pencernaan, fungsi liver, pendarahan lambung. Adapun Inggrid menyebut satu lagi bahan kimia obat yang pernah beberapa kali ditemukan dicampurkan ke jamu atau herbal adalah dexamethasone.



Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus