Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TIM mahasiswa Universitas Indonesia mendesain wahana terbang nirawak yang dilengkapi teknologi pencitraan yang bisa mengenali adanya kerumunan orang dari udara. Alat itu dirancang untuk membantu memantau penerapan aturan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang dibuat demi memperkecil risiko penularan penyakit infeksi akibat virus corona (Covid-19).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Rancangan wahana nirawak bernama Hybrid Quadplane itu dibuat oleh tujuh mahasiswa UI, yaitu Adam Sultansyah, Ardi Ferdyhana, Cindy R. Muffidah, Kevin Yosral, Lendi Larici, Muhammad Naufal Rianidjar, dan Viliasio Sirait. “Kami membuat alat yang bisa membantu penanganan wabah Covid-19,” kata ketua tim perancang Hybrid Quadplane, Adam Sultansyah, pada Kamis, 28 Mei lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pembuatan wahana ini dilatarbelakangi masih banyaknya orang berkerumun meski pemerintah telah merilis aturan pembatasan sosial berskala besar. Walhasil, tim patroli dikerahkan untuk membubarkan kerumunan orang. Meski demikian, menurut Adam, cara itu memiliki masalah, seperti masih adanya risiko penularan dan wilayah yang bisa dijangkau tim patroli terbatas.
Desain wahana tim UI tersebut lolos seleksi Covid-19 INA IDEAthon yang digelar Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset dan Inovasi Nasional pada Mei 2020. Dari 5.590 proposal yang masuk ke ajang itu, hanya 17 proyek yang lolos seleksi untuk dilanjutkan dengan bantuan pendanaan dari Kementerian. “Waktu pengerjaannya sekitar lima bulan,” ujar Adam.
Ilustrasi/TEMPO/Djunaedi
Hybrid Quadplane UAV merupakan wahana terbang nirawak yang mengkombinasikan model fixed-wing dan multicopter drone. Hasilnya, wahana tersebut bekerja lebih efisien. Drone itu memiliki kemampuan tinggal landas dan mendarat secara vertikal. Dengan jangkauan terbang yang luas, wahana ini bisa diterapkan di berbagai lokasi karena tidak memerlukan landasan pacu.
Menurut Adam, Hybrid Quadplane dirancang dengan perangkat video untuk memantau kondisi dan mendeteksi kerumunan orang secara langsung (real-time). Saat sistem mengenali ada kerumunan lebih dari lima orang, drone akan mengeluarkan suara peringatan agar mereka membubarkan diri.
Wahana nirawak juga lebih unggul dibanding drone biasa karena dibuat agar dapat bekerja otonom. Operator nantinya hanya perlu memasang tanda jalur terbang dalam sistem drone. “Meminimalkan peran manusia,” kata Adam.
Pesawat nirawak itu beroperasi dengan mengandalkan daya dari baterai. Dengan pemasangan jalur terbang khusus, Hybrid Quadplane didesain mampu menjelajah dalam radius 1 kilometer. Adapun durasi operasi drone tersebut bisa mencapai 30 menit untuk sekali pengisian baterai. Adam mengatakan wahana nirawak itu juga dapat digunakan untuk membantu pemerintah dan masyarakat menyesuaikan diri dengan tatanan hidup yang baru (new normal) setelah pandemi. “Menjaga agar wabah tidak meluas lagi,” ujarnya.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo