Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pemanasan global mulai memberikan dampak negatif bagi kehidupan manusia. Es abadi di Siberia, wilayah yang sangat luas di Rusia dan sebelah utara Kazakstan serta masuk dalam kawasan Arktika di Kutub Utara, mulai meleleh.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Penghangatan suhu di kawasan itu dua kali lebih cepat dibandingkan dengan wilayah lain di muka bumi. Akibatnya, permafrost-tanah beku permanen-mencair, membuat kota, jaringan pipa minyak, dan infrastruktur lainnya dalam bahaya karena tanah mulai labil.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Permafrost mencakup sekitar 65 persen wilayah Rusia dan area permafrost Siberia adalah rumah bagi 80 persen dari operasi gas alam Rusia. Pencairan es ini mengkhawatirkan bagi perusahaan pertambangan serta minyak dan gas di Rusia, yang disebut "Kerajaan Musim Dingin".
"Kerugian tahunan ekonomi Rusia akibat pencairan lapisan es bawah tanah tersebut sekitar 50-150 miliar rubel (US$ 2,3 miliar) per tahun," ucap Alexander Krutikov, Wakil Menteri Pembangunan Timur Jauh dan Arktika, Rusia.
Komentar Krutikov itu pertanda Rusia-penghasil emisi terbesar keempat di dunia-mulai lebih serius dalam menyikapi dampak perubahan iklim. Sebelumnya, Rusia menolak anggapan bahwa pemanasan global disebabkan oleh aktivitas manusia.
Namun Rusia akhirnya memutuskan untuk meratifikasi kesepakatan iklim Paris 2015 pada tahun ini dan Rusia mengambil langkah untuk melakukan apa pun guna mengurangi dampak pemanasan global.
Naiknya suhu meningkatkan kekhawatiran bagi perusahaan pertambangan serta minyak dan gas. Area permafrost menyumbang 15 persen dari minyak Rusia dan 80 persen dari operasi gas. Ini juga rumah bagi para penambang, termasuk MMC Norilsk Nickel PJSC, produsen nikel dan paladium olahan terbesar.
Rusia telah lama membangun struktur di atas tiang pancang untuk meningkatkan stabilitas di lapisan es. Namun, saat suhu menghangat, tanah menjadi lebih lembek dan terlihat tanda-tanda tanah mulai tak stabil.
"Bangunan jadi kehilangan stabilitas saat permafrost mencair," demikian pernyataan MMC Norilsk Nickel PJSC. "Masalah ini harus segera diatasi karena cakupan wilayahnya makin luas. Pipa meledak dan tanah mulai longsor."
Para ilmuwan mengatakan pemanasan planet ini tidak boleh melebihi 1,5 derajat Celsius. Namun, faktanya, suhu di kawasan Siberia telah melonjak jauh melebihi angka tersebut.
Temperatur di Siberia timur, yang disebut Yakutia, kurang-lebih sepertiga ukuran Amerika Serikat, telah meningkat dua kali lipat atau bahkan tiga kali lipat dibanding rata-rata suhu global. Demikian menurut penelitian ilmuwan yang berbasis di Yakutsk, Fedorov, dan Alexey Gorokhov.
Di kota Yakutia, Srednekolymsk, musim panas biasanya berlangsung dari 1 Juni hingga 1 September. Tapi, sekarang, waktunya lebih lama beberapa pekan. Musim dingin yang lebih hangat dan musim panas yang lebih lama mencairkan permafrost yang mencakup 90 persen Yakutia.
Permafrost Yakutia terbentuk selama Late Pleistocene, periode glasial terakhir di planet ini sekitar 11.700 tahun silam, dan mengandung sekitar 70 miliar ton metana.
Ketika lapisan es mencair, hewan dan tumbuhan yang membeku selama ribuan tahun mulai membusuk dan membentuk aliran karbon dioksida serta metana ke atmosfer, memicu siklus pelepasan karbon dan kenaikan suhu. CLIMATE CHANGE POST, GRAPHIC NEWS | FIRMAN ATMAKUSUMA
Es Abadi di Siberia Meleleh
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo