BINATANG apa yang berbentuk seperti laba-laba, beratnya 330 kg, dan tingginya 2,5 meter? Menurut badan ruang angkasa Amerika Serikat, NASA, ''makhluk'' berkaki delapan itu bernama Dante, meniru nama pujangga Italia kenamaan dari abad keempat belas. Dante Alighieri, pujangga itu, dikenal karena babad tiga babaknya yang berjudul Divine Comedy (Komedi Ilahi). Dan dalam babak paling beken inferno (api neraka), Dante diceritakan turun ke Erebus yang dalam mitologi Yunani dikenal sebagai pemberhentian terakhir sebelum tiba di tempat kematian Hades. Adapun Dantenya NASA memang dirancang untuk turun ke kawah Gunung Erebus yang betulan. Tingginya sekitar 3,8 km, terletak di Pulau Ross, sekitar 1.300 km dari kutub selatan. Robot canggih rancangan para pakar di Institut Robot Universitas Carnegie Mellon ini diharapkan mampu masuk ke kawah yang penuh lahar panas itu dan mengumpulkan data ilmiah. Bukan tugas ringan memang. Sebab, kawah Erebus dikenal sangat terjal dan aktif mengepulkan gas panas. Bahkan kadang kala batuk dan melontarkan gumpalan batu sebesar VW kodok. Wajar kalau Dante, yang harus turun 200-an meter dari tebing kawah, dilengkapi dengan berbagai perangkat yang wah. Untuk menghirup gas, misalnya, robot ini dilengkapi pipa titanium sepanjang satu meter, ''Yang berfungsi seperti belalai gajah,'' kata David Lavery, pakar telerobotik NASA yang aktif dalam proyek senilai Rp 4 milyar ini. Lantas, untuk memastikan Dante dapat melangkah dengan aman, setiap kakinya dilengkapi sensor yang peka terhadap jarak maupun tekanan. Penginderaan oleh sensor ini diteruskan melalui kabel optik ke pengemudi Dante yang bermarkas di tenda pos komando yang aman, sekitar 2 km dari tebing kawah. Di pos tersebut, berbagai layar televisi menampilkan penglihatan berbagai kamera yang kebanyakan terdapat di punggung Dante. Namun, penayangan kamera-kamera itu bukanlah perangkat utama dalam mengemudikan robot yang terbuat dari aluminium khusus (anodized aluminium) ini. Komputer sederhana di tubuh Dante diprogram untuk melakukan langkah-langkah pengamanan mendasar. Namun, untuk menentukan arah tujuan dan berbagai olah gerak musykil lainnya (Dante dirancang mampu melangkahi halangan setinggi 1,5 meter) ditentukan oleh komputer di pos komando. Maklum, menggerakkan robot berkaki delapan di medan terjal yang penuh bebatuan dengan suhu mencapai minus 55 derajat Celcius itu, memang bukan soal ringan. Apalagi pengemudian itu tak sepenuhnya dilakukan oleh tim 11 orang di pos komando tadi. Sekelompok pakar NASA di Goddard Space Center, di pinggiran Kota Washington DC, turut beraksi menjadi pengemudi Dante melalui kontrol gelombang radio. Cukup rumit juga karena sinyal perintah radio membutuhkan 2,5 detik untuk mencapai Dante dari stasiunnya di Goddard, Washington. Ini bukannya karena NASA ingin mencari perkara. Badan ruang angkasa Amerika Serikat ini ingin bereksperimen mengemudikan robot dari jarak sangat jauh. Maklum, maksud proyek Dante adalah sebagai percobaan untuk merancang robot untuk bertualang di planet Mars. Sinyal radio dari bumi baru tiba di Mars 35 menit kemudian, kata Anne Watzman, juru bicara proyek Erebus ini. Kawah Erebus, yang keadaannya menyeramkan, dipilih karena dianggap mempunyai medan yang paling mirip planet Mars. Selain itu, para pakar memang sudah lama ingin mengetahui seberapa besar peran gunung berapi ini dalam pembesaran lubang ozon di kutub selatan sebagai dampak dari gas klorin yang disemburkan keluar. Juga dampaknya terhadap efek rumah kaca -- menaiknya suhu bumi karena gas CO2 yang disemprotkannya ke langit. Celakanya, upaya mengukur kawah ini belum pernah berhasil kendati sudah tiga kali dicoba sejak 1970-an. Setiap kali para ahli geologi mencoba turun ke kepundan, gunung ini langsung menembaki mereka dengan lahar panas. Upaya mereka digagalkan oleh kelakuan kepundan yang dianggap terlalu berbahaya. Pada tahun 1978, se- orang pakar, ketika mencoba turun, sempat terkena peluru lahar hingga celananya berlubang-lubang. Sedangkan Dante dianggap kebal terhadap peluru alam ini. Namun ternyata ini saja belum cukup. Ketika laba-laba aluminium itu baru bergerak tujuh meter menuju kepundan, Kamis dua pekan silam, tiba-tiba mogok. ''Kabel optiknya putus,'' kata Anne Watzman kepada TEMPO. Menyambung kabel optik memang jauh lebih rumit ketimbang kabel biasa. Itu tak mungkin kami lakukan di lapangan dalam tempo sepuluh hari, kata Jim Osborne, manajer proyek Erebus. Padahal tim tersebut harus hengkang dari puncak Erebus sebelum 16 Januari karena cuaca akan semakin beku. Sementara itu Dante direncanakan bertapa di kepundan selama 3 hingga 6 hari jika ingin menjalankan misinya secara penuh. Akhirnya kami putuskan misi ke Erebus kami akhiri, kata Jim Osborne. Kendati merasa kecewa dengan mogoknya Dante, Direktur Proyek Erebus David Lavery menganggap proyeknya sukses penuh. Sebab proyek tersebut membuktikan bahwa: ''Mengirimkan robot otomatis untuk perjalanan antarplanet secara teknis dapat dilakukan,'' katanya. Misteri kepundan Erebus memang belum juga dapat dikuak. Tapi NASA mungkin memang tak benar-benar peduli dengan misteri itu. Sebab, sasaran utama adalah Erebus di Mars atau planet lain. Bambang Harymurti (Washington DC)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini