Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ilmuwan Cina berhasil mengembangkan baterai lithium berenergi tinggi yang mampu beroperasi dalam suhu dingin ekstrem, bahkan hingga minus 40 derajat Celsius. Teknologi ini bisa membuat sebuah drone tetap terbang stabil di lingkungan bersuhu sangat rendah. Kemampuannya sudah dibuktikan dalam uji coba di kota paling utara Cina, yang suhunya minus 36 derajat Celsius.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Terobosan ini diumumkan oleh Institut Fisika Kimia Dalian (DICP) di bawah Akademi Ilmu Pengetahuan Cina (CAS). Mengutip laporan Science and Technology Daily, inovasi ini dapat mendukung berbagai keperluan, mulai dari ekspedisi kutub, patroli perbatasan, penyelamatan saat bencana, hingga distribusi logistik di wilayah ekstrem.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Uji coba yang sukses ini menandai pencapaian baru dalam teknologi baterai daya untuk drone berkinerja tinggi,” kata Chen Zhongwei dari DICP, pemimpin tim penelitian proyek baterai ini, dikutip dari Chinadaily, Kamis, 20 Maret 2025.
Dalam pengujian, drone hexacopter yang ditenagai baterai ini menunjukkan performa penerbangan yang stabil dan memenuhi standar ketahanan dalam suhu dingin ekstrem. “Drone ini berhasil melakukan start-up cepat, melayang di ketinggian, serta navigasi jalur kompleks tanpa mengalami fluktuasi tegangan atau kehilangan daya secara tiba-tiba,” ujar Chen.
Tim peneliti mengatasi tantangan utama dalam penggunaan baterai lithium di suhu ekstrem lewat inovasi formulasi elektrolit dan modifikasi material anoda. Hasilnya, baterai tetap menghasilkan daya stabil dalam rentang suhu minus 40-50 derajat Celsius.
Teknologi manajemen termal adaptif dan optimalisasi impedansi suhu rendah telah diterapkan untuk mengurangi tingkat penurunan daya. Integrasi ini telah mengurangi tingkat penurunan daya baterai pada minus 40 derajat Celsius hingga kurang dari 10 persen.
“Dari kapasitas dalam suhu normal—jauh di bawah rata-rata industri yang berkisar antara 30-50 persen,” tutur Chen.
Chen menambahkan, terobosan ini bisa memperpanjang durasi misi drone di lingkungan ekstrem, sehingga mengurangi kebutuhan pengisian daya yang terlalu sering. Durasi pemakaian drone yang beroperasi di wilayah kutub atau daerah dataran tinggi bisa semakin panjang. Menurut Chen, tim riset ini masih akan menyempurnakan teknologi baterao tersebut agar dapat diterapkan lebih luas di lingkungan ekstrem.