Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sains

Jangan Sentuh Satwa Langka Ini: Meski Cantik, tapi Mematikan

Satwa langka ini bernama katak beracun. Cantik tapi mematikan.

17 Oktober 2017 | 20.09 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Texas - Satwa langka ini bernama katak beracun. Cantik tapi mematikan. Motif dan warna cerah yang mencolok pada kulitnya menjadi penanda jelas bahwa katak panah beracun harus dihindari. Hewan amfibi mungil ini ukurannya tak lebih dari 5 sentimeter. Tapi ia adalah salah satu pemilik racun saraf terkuat di dunia. Berbahaya bagi spesies lain, si katak kebal terhadap racunnya sendiri.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Banyak binatang memproduksi substansi racun, tapi sebagian besar tak berbahaya. Ada beberapa hewan yang racunnya baru berbahaya jika masuk ke aliran darah, seperti bisa ular taipan. Namun racun pada katak panah berbeda karena ada senyawa berbahaya di kulit yang bisa berdampak buruk meski cuma tersentuh.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ada lebih dari 100 spesies katak panah beracun dengan jenis dan kadar racun saraf yang beragam. Mereka menggunakannya sebagai sistem pertahanan dan tidak untuk berburu. Sebagian besar spesies katak ini hidup di utara benua Amerika Selatan. Sejauh ini, sistem imunitas katak panah beracun masih menjadi teka-teki.

Katak panah beracun emas (Phyllobates terribilis). (gizmodo.com)

Para peneliti di University of Texas, Austin, Amerika Serikat, menguak sebagian jawaban atas misteri sistem imunitas katak itu. Mereka mengambil sampel dari 28 spesies katak panah beracun dari Ekuador, salah satunya Phyllobates terribilis termasuk yang menghasilkan racun epibatidine. Racun jenis ini bekerja dengan menghambat sistem saraf korban. Efeknya beragam, dari naiknya tekanan darah, kejang, hingga kematian.

Menurut Rebecca Tarvin, peneliti dari University of Texas, menjadi beracun membantu binatang bertahan hidup dan melawan predator. Namun tidak semua spesies bisa mengembangkan sistem produksi racun yang bagus. "Pembeda lainnya adalah bagaimana mereka menjadi resistan terhadap racunnya sendiri," kata Tarvin, seperti ditulis Science Daily.

Hasil studi yang dimuat dalam jurnal Science pekan lalu itu menunjukkan katak-katak tersebut memiliki sedikit mutasi kecil di dalam gennya. Para ilmuwan menemukan adanya perubahan dalam tiga dari 2.500 asam amino yang menyusun reseptor katak panah beracun. "Evolusi membawa perubahan besar pada mereka," kata Tarvin.

Reseptor adalah sejenis protein di bagian luar sel yang menyalurkan sinyal komunikasi. Mereka baru bisa beroperasi jika mendapatkan kunci yang tepat. Jika ada molekul dengan bentuk yang tepat datang, reseptor akan aktif dan mengirimkan sinyal. Pada korban atau predator yang terkena racun katak ini, epibatidine akan membajak sel dan memicu lonjakan aktivitas yang berbahaya.

Katak panah emas beracun (Phyllobates terribilis). (wikimedia.org)

Mutasi kecil di dalam gen katak panah beracun membantu mereka mencegah racun itu mengikat reseptor. Lewat evolusi, tubuhnya mengembangkan sistem kunci khusus yang membuat reseptor tetap bekerja normal. "Reseptornya menjadi resisten pada epibatidine, dan ini luar biasa," kata Caecilia Borghese, rekan setim Tarvin.

Selama berpuluh tahun, epibatidine dikenal sebagai racun saraf. Namun epibatidine--200 kali lebih kuat dari morfin--juga bisa berfungsi sebagai penghilang rasa sakit. Para peneliti di bidang kesehatan mengembangkan ratusan senyawa dari toksin katak ini untuk membuat obat pereda rasa sakit. Penggunaannya diawasi ketat karena takaran untuk pengobatan mendekati ambang dosis mematikan.

Hasil riset ini berdampak besar pada studi pembuatan obat. Para peneliti sudah mengetahui bagaimana katak panah beracun memblok toksinnya, sementara reseptor yang dibutuhkan otak tetap bekerja. Epibatidine juga berpeluang digunakan dalam merancang pereda rasa sakit yang lebih kuat dan obat untuk melawan ketergantungan terhadap nikotin.

Katak panah emas beracun (Phyllobates terribilis). (wikipedia commons)

Simak artikel menarik lainnya tentang satwa langka dan katak beracun hanya di kanal Tekno Tempo.co.

SCIENCE DAILY | LIVE SCIENCE | MONGABAY | SCIENCE

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus