Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Ke kantor dengan piring terbang

Paul moller, ahli mesin dari as, menciptakan prototipe piring terbang & sedan terbang. masing-masing bernama 200x & merlin 300. kecil, gesit, bisa naik turun secara vertikal. harganya hampir sama dengan mercedes 300.

23 April 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BAYANGAN burung kolibri selama bertahun-tahun sering menyusup ke dalam mimpi Paul Moller. Ahli mesin dari California itu memang telah tahunan memikirkan sebuah desain pesawat terbang yang seperti kolibri. Bertubuh kecil namun gesit, mampu beranjak terbang vertikal secara cepat, dan hinggap di tanah dengan halus. Gagasan pesawat unik itu menjadi lebih matang setelah Moller mengajar pada Universitas California, di Davis, AS. Belum lama ini ia berhasil membuat prototipe piring terbang yang diberi nomor seri 200X, yang mungkin merupakan rancangan piring terbang yang pertama di dunia. Dengan dua kursi di kabin, piring terbang dari California ini memiliki delapan propeler yang digerakkan oleh delapan buah mesin ringan. Setiap unit mesin hanya berukuran sekitar 10 x 10 x 13 cm, dengan berat tak lebih dari 38 kg. Namun, motor kecil itu mampu menghasilkan tenaga dua ratus kali tenaga kuda. Jadi, setiap kilogram mesin itu bisa menyumbang lebih dari lima tenaga kuda. Ditinjau dari segi ruang, mesin ini empat kali lipat lebih efisien dibanding mesin pesawat pada umumnya. Desain mesin Moller pada dasarnya mengikuti model Robert Wanckel, penemu mesinrotar, jenis mesin yang kini telah digunakan pada mobil Mazda. Namun, ahli mesin itu memodifikasi unit pembakaran dari mesin standar, sehingga diperoleh nisbah tenaga-berat mesin yang besar. Pesawat 200X itu telah menjalani 200 kali tes terbang. Tak ada kabar terjadi keruwetan selama uji coba. Pada 200X, mesin bekerja kendaraan air hovercraft. Mesin yang ada dalam perut pesawat itu menggerakkan propeler, dan dari sebuah nosel menyembur massa udara. Empasan udara ke bawah oleh baling-baling itulah yang mengangkat tubuh pesawat. Lantas untuk mendorong pesawat itu melaju ke depan, sebagian empasan udara itu dialiran ke belakang. Maka, timbullah gaya dorong ke depan. Dalam kabin, ada sebuah "setang" khusus di depan pilot, yang bisa mengatur arah empasan angin itu. Piring terbang itu bukanlah bentuk final yang dikehendaki Moler. Dia sadar, pesawat berbentuk cakram itu tak bakal memperoleh keuntungan aerodinamis. Manuver yang bisa dilakukan bakal terbatas. Agar mesin buatannya itu bisa dioperasikan dengan praktis, Moller membuat disain pesawat baru dengan mesin yang sama. Merlin 300 nama pesawat baru itu. Merlin, menurut Moller, lahir dari perkawinan segi tiga antara helikopter, pesawat terbang, dan sedan. Bentuk tubuhnya mirip kendaraan antarplanet milik Flash Gordon tokoh fiktif rekaan Dan Barry, komikus top dari Amerika. Kelak diharapkan Merlin akan dipakai secara luas sebagai alat transportasi jarak pendek, dari tempat permukiman di luar kota ke pusat kota, misalnya. Bagian bawah tubuh pesawat itu juga dilengkapi dengan roda, agar mudah membawanya ke garasi rumah. Tubuh si Merlin cukup mempesona. Hidungnya lancip, badannya langsing. Ia memiliki enam buah mesin, dua di kanan-kiri kabin, tiga lainnya di ekor. Lima dari enam buah mesinnya dipasang horisontal, agar sedan ini mampu melaju lebih kencang. Satu mesin lainnya dipasang di bawah hidung, menghadap ke bawah, berfungsi sebagai lift, untuk mengontrol turun-naiknya pesawat. Selama uji coba, Merlin mampu menunjukkan dirinya sebagai sedan terbang yang cukup menawan. Ia mampu beranjak terbang secara vertikal tanpa guncangan, melandas dengan mulus, dan bisa melaju sampai kecepatan 640 km per jam. Sistem koordinasi di antara unit-unit mekanis dan aeronautis pada sedan terbang ini dikontrol dengan komputer. Sebagai kendaraan commzter, alat transportasi jarak pendek, Merlin punya kapasitas tangki 220 liter, dengan daya jelajah 750 km. Ia juga andal dalam soal aerodinamis. Bagi Merlin, tak ada istilah "zona kematian" seperti terdapat pada jenis helikopter atau pesawat terbang umumnya. Pada helikopter, misalnya, zona kematian itu berada pada ketinggian 10-100 meter. Jika terjadi kerusakan mesin pada zona ini, niscaya penumpang tak punya peluang untuk selamat dari musibah. Untuk terjun dengan payung terlalu rendah, parasut sulit mengembang. Namun, untuk membiarkan diri terempas di tanah, jarak itu terlampau tinggi. Merlin berbeda. Pada saat dia melaju engan kecepatan 200 km per jam, umpamanya, dan tiga darl enam mesinnya rusak mendadak, dia tak akan jatuh. Tubuhnya yang pipih memungkinkan dia melayang-layang, seperti halnya pesawat ringan bersayap lebar. Kalaupun mesin pesawat rusak semuanya, Merlin masih bisa mendarat secara aman, dengan parasut yang terlontar secara otomatis berkat dorongan sebuah roket kecil. Parasut penyelamat iu pun belum membuat Moller puas. Dia masih akan melengkapi pesawat itu dengan enam buah kaki palsu. Keenam batang kaki palsu itu bisa dikeluarkan di saat pesawat hendak melakukan pendaratan darurat. Empasan tubuh pesawat akan diredam oleh kekenyalan kaki palsu, yang bekerja bagai perut akordion itu. Sedan terbang dengan tiga kursi itu pun mudah dikendarai. Tak sesulit menerbangkan heli atau pesawat terbang biasa. Jika ingin menggerakkan pesawat ke samping, seorang pilot cukup memiringkan gagang setir elektronik yang ada di kabin. Bila tangkai itu diputar, Merlin akan membelok. Pun sistem komputer di perut Merlin setiap saat siap menyajikan informasi posisi pesawat, keseimbangannya, dan mampu mengontrol arah semburan udara dari propeler. Bilamana perlu, komputer pada tubuh Merlin itu siap menerima perintah dari satelit. Maka, melalui gelombang radio yang dipancarkan satelit, Merlin bisa dikendalikan dari jarak jauh. Hubungan koordinatif dengan satelit itu juga memungkinkan adanya peringatan dini, untuk menghindarkan tabrakan misalnya, lantaran posisi Merlin bisa dipantau dari jauh. Perawatan Merlin, menurut Moller, cukup mudah. Toh komputer bisa menunjukkan bagian mana dari pesawat yang kurang sehat. Sebagai kendaraan bermotor, Merlin tak terlalu membuat bising. Pada ketinggian 15 meter, getaran yang ditimbulkan hanya setinggi 85 desibel, kurang dari sepertiga kebisingan dari raungan pesawat Cessna sewaktu take-off. Belakangan, Departemen Pertahanan Amerika mulai melirik Merlin. Dengan mengedrop dana sekitar Rp 500 juta, mereka meminta Moller membuat studi khusus: tentang kemungkinan penggunaan pesawatnya - berawak ataupun tak berawak, bermesin tunggal atau ganda - untuk keperluan survei dan persenjataan. Merlin kini ditawarkan dengan harga sekitar Rp 170 juta per unit, tak jauh lebih mahal dibandingkan dengan harga sebuah Mercedes 300 yang dijajakan di Jakarta saal ini. Hanya saja, kata Moller, pesanan baru bisa dilayani dua tahun kemudian. Putut Tri Husodo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus