Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Mengayak nasib di tambang emas

Kawasan emas di davao, filipina, selalu berganti tuan & sering terjadi kegaduhan. salah satunya di compostela yang terbagi menjadi tambang resmi dan tambang rakyat, tempat orang mengadu nasib.

23 April 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

EMAS. Kata itu dalam sejarah pertambangan dunia sempat memancing pertumpahan darah, di Amerika, di zaman koboi bebas baku tembak. Zaman koboi sudah lewat, demam emas tetap masih bisa terjadi di mana-mana. Di Indonesia, demam itu memang tak segaduh di Amerika. Toh mulai Juli nanti tambang-tambang emas rakyat di Indonesia akan ditertibkan. Penggalian tanpa kontrol dikabarkan menyebabkan bumi makin rusak, maka perlu diatur. Di Filipina, penghasil emas terbesar keenam di dunia, kegaduhan justru baru dimulai sekitar dua tahun lalu. Persisnya di Provinsi Davao, Kepulauan Mindanao. Bukan karena emas di situ baru saja ditemukan. Tapi kawasan itu sejak dulu ganti-ganti tuan, lewat pertumpahan darah: pemberontak komunis menguasainya, lalu direbut separatis Moro, direbut lagi oleh komunis, dan seterusnya. Baru pada 1985 tentara Filipina menguasainya, lalu menjaga daerah itu supaya tak menjadi daerah perang emas. Salah satu tambang emas di situ disebut Lembah Compostela. Kini dijaga ratusan tentara, beribu rakyat Filipina mengadu nasib di situ. Kisah-kisah yang mirip seribu satu malam - orang kaya mendadak karena menemukan emas sekepala gajah - menggelitik mereka untuk bergulat dengan lumpur dan keringat, untuk menjadi jutawan. Memang tak mustahil. Di Compostela rata-rata digali 570 kg emas per bulan. Daerah itu separuhnya merupakan tambang resmi, sisanya tambang rakyat. Di tambang resmi orang jadi buruh dengan penghasilan US$ 250 atau sekitar Rp 400.000,00 sebulan. Ini termasuk penghasilan besar di negeri yang pertumbuhan ekonominya tak begitu menggembirakan. Di tambang rakyat, orang mengadu nasib. Tak jelas berapa persen yang sukses. Yang pasti, uang dari emas -- entah dari tambang resmi atau tambang rakyat sebagian besar lalu mengalir ke meja judi atau rumah bordil. Taruhan terbesar memang di tambangnya itu sendiri: kecelakaan di lubang penggalian dan perkelahian sesama buruh. Konon, Compostela sudah menelan 800 orang korban, tak jelas dalam kurun waktu berapa lama. Toh orang tetap berpesta di kala hari besar. Di kampung kecil Bango di Davao upacara Virgin Mary pada Desember bisa menjadi pesta emas: kuning gemerlap di mana-mana--juga di gigi seorang pencari emas. Burhan Piliang & Sciichi Okawa

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus