Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sains

Polemik Pagar Laut Tangerang, Pakar UGM: Ada Indikasi Usaha Konversi Laut Jadi Daratan

Pakar Geospasial UGM angkat bicara soal polemik pagar laut di Tangerang. Apa katanya?

2 Februari 2025 | 09.21 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Nelayan menunjukkan pagar laut yang terpasang di kawasan pesisir Kabupaten Tangerang, Banten, 11 Januari 2025. Tempo/Martin Yogi Pardamean

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Pakar Geospasial Universitas Gadjah Mada (UGM) angkat bicara soal polemik pagar laut di Tangerang. Pagar laut tersebut menjadi sorotan publik di awal tahun ini karena pemasangan bambu sepanjang 30,16 kilometer membuat nelayan kesulitan mencari ikan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut Pakar Geospasial Departemen Geodesi Fakultas Teknik UGM, I Made Andi Arsana, mengatakan bahwa pantai di utara Tangerang merupakan perairan kepulauan sehingga kedaulatannya tidak bisa dimiliki oleh individu atau perusahaan. Hal tersebut berdasarkan aturan internasional atau UNCLOS (United Nations Convention on the Law of the Sea). 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Memang pernah ada Hak Pengusahaan Perairan Pesisir (HP3) yang mengatur penguasaan ruang laut berdasarkan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007, namun HP3 tersebut dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) karena tidak memenuhi aturan keadilan,” terang Andi dilansir dari laman resmi UGM. 

Andi pun menuturkan bahwa kebijakan pengelolaan ruang masih tidak bisa dipahami dalam pelaksanaannya. “Pemahaman terhadap kebijakan pengelolaan ruang sangat jelas tidak tampak karena pemagaran tidak sesuai dengan tata ruang dan zonasi pesisir dan laut Provinsi Banten,” tutur Andi dalam kegiatan Sekolah Wartawan, Kamis, 30 Januari 2025. 

Andi pun turut menyanggah klaim sejumlah pihak yang menyebut jika pagar laut di Tangerang merupakan tanah tenggelam sebelumnya. Andi menuturkan bahwa ia beserta timnya telah melakukan kajian dengan menggunakan data berupa arsip citra satelit yang menunjukkan area tersebut sejak dulu memang bagian dari perairan. 

Data citra dari riset tim Andi menunjukkan, sejak tahun 1976 garis pantai masih berjarak ratusan meter dari lokasi pagar laut yang sekarang. Hal serupa juga masih terlihat hingga tahun 1982, meskipun terdapat sejumlah klaim sertifikat tanah tetapi citra satelit menunjukkan area tersebut tidak pernah menjadi daratan. “Jadi sebetulnya pada kasus ini ada indikasi usaha konversi laut menjadi daratan dengan berbagai cara,” ungkap Andi.

Andi beserta tim lalu menelusuri kepastian kapan munculnya pagar laut untuk pertama kalinya dari citra satelit. Berdasarkan data Sentinel 2, pembangunan diperkirakan terjadi sejak Mei 2024 karena di bulan Juni telah terbangun pagar laut sepanjang 6 kilometer, yang terus bertambah hingga 6-7 kilometer di bulan Juli 2024. Hal ini terus berlanjut hingga November dengan penambahan panjang pagar laut secara bertahap.

“Berdasarkan hukum internasional, seharusnya di perairan itu tidak boleh ada hak milik (SHM) ataupun hak guna bangunan (HGB) karena privatisasi laut akan berdampak bagi masyarakat nelayan yang memanfaatkan laut sebagai ruang hidupnya,” ujarnya.

Andi menegaskan bahwa pemberian hak atas tanah pesisir di Tangerang menjadi persoalan akibat kesalahan yang terjadi sejak awal pengajuan sertifikat. Andi juga menjelaskan pihak-pihak yang mungkin terlibat dalam polemik ini, mulai dari individu dan badan hukum sebagai pemohon, Dinas Tata Ruang atau Pemerintah Daerah, petugas ukur Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan surveyor swasta, serta Kementerian atau lembaga terkait.

“Yang perlu diingat adalah individu atau badan hukum seharusnya tidak boleh mengubah zona laut menjadi area reklamasi tanpa izin,” kata Andi.

Sebelumnya, Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Nusron Wahid kemudian mengungkap bahwa ada penerbitan Sertifikat Hak Guna Bangunan dan Hak Milik tepat di lokasi pagar laut.

Sebanyak 266 SHGB tersebut termasuk 234 bidang atas nama PT Intan Agung Makmur, 20 bidang atas nama PT Cahaya Inti Sentosa, dan 9 bidang atas nama perseorangan. Kedua perusahaan tersebut anak usaha Agung Sedayu Group yang juga pengembang PIK 2

Yudono Yanuar berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus