Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Para peneliti di Institut Kanker Belanda secara tak sengaja menemukan anatomi rongga hidung baru saat sedang menggunakan peralatan pemindaian baru. Mereka menemukan sepasang kelenjar air liur keempat yang terletak di area pertemuan antara rongga hidung dan tenggorokan.
Sejak abad ke-17, buku anatomi hanya menunjukkan terdapat tiga jenis utama kelenjar air liur: satu terletak di dekat telinga, satu di bawah rahang, dan satu lagi di bawah lidah.
“Sekarang, kami berhasil menemukan yang keempat,” kata Matthijs Valstar, ahli bedah maksilofasial dan peneliti di Institut Kanker Belanda dan seorang penulis studi tersebut, yang diterbitkan dalam jurnal Radiotherapy & Oncology, pekan lalu.
Penemuan organ yang sebelumnya tak teridentifikasi ini bisa menjadi kabar baik bagi pasien dengan tumor kepala atau leher. Dengan begitu, para ahli onkologi radiasi sekarang dapat menghindari area ini agar tak terjadi potensi komplikasi.
Penderita kanker kepala dan leher, termasuk tumor di tenggorokan atau lidah, dirawat dengan terapi radiasi. "Terapi radiasi dapat merusak kelenjar air liur, yang dapat menyebabkan komplikasi," kata ahli onkologi radiasi, Wouter Vogel. "Pasien dapat mengalami kesulitan makan, menelan, atau berbicara."
Radiasi dari kelenjar yang sebelumnya belum ditemukan ini juga dapat berjalan seiring dengan komplikasi ini. Bekerja sama dengan rekan mereka di University Medical Center Groningen (UMCG), para peneliti menganalisis data dari 723 pasien yang telah menjalani pengobatan radiasi.
Kesimpulan mereka, semakin banyak radiasi yang dikirim ke area baru ini, semakin banyak komplikasi yang dialami pasien setelahnya, serupa dengan yang terjadi pada kelenjar air liur yang selama ini diketahui.
Valstar dan Vogel mengamati pasien kanker prostat dengan jenis pemindaian baru yang disebut PSMA PET/CT. Pemindaian tersebut menyoroti kelenjar air liur melalui penggunaan penanda untuk menghindari kerusakan kelenjar saat melakukan terapi radiasi.
Saat menganalisis pemindaian dari 100 pasien, mereka menemukan dua struktur yang tidak dikenal, yakni sepasang kelenjar, panjangnya 60 mm, menutupi torus tubarius pada sambungan telinga ke tenggorokan.
Kelenjar air liur menghasilkan 0,5 hingga 1,5 liter air liur setiap hari. Ini melumasi mulut, membuatnya lebih mudah untuk berbicara dan menelan. Air liur juga mengandung enzim amilase (ptyalin) yang memulai proses memecah pati dalam makanan.
"Dua area baru yang menyala ternyata memiliki ciri-ciri kelenjar air liur," kata Valstar. Studi terhadap dua mayat di Amsterdam UMC mengkonfirmasi fungsi ini. "Kami menyebutnya kelenjar tubarial, mengacu pada lokasi anatomisnya.”
Di Institut Kanker Belanda, Vogel dan Valstar menyelidiki efek samping radiasi pada kepala dan leher. Pemindaian yang mereka pelajari menyoroti kelenjar air liur melalui penggunaan penanda untuk menyimpannya selama perawatan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Manusia memiliki tiga set kelenjar air liur utama, tapi tidak di area itu," ucap Vogel. "Sejauh yang kami ketahui, satu-satunya kelenjar air liur atau mukosa di nasofaring berukuran kecil secara mikroskopis dan hingga 1.000 tersebar merata di seluruh mukosa. Jadi, bayangkan betapa terkejutnya kami ketika menemukan ini."
MEDICAL PRESS | RADIOTERAPI & ONKOLOGI | GRAPHIC NEWS | FIRMAN ATMAKUSUMA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo