Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sains

Konflik Lawan Warga, 8 Gajah di Hutan Konservasi Lahat Dievakuasi

Delapan gajah di kawasan hutan konservasi di Lahat dievakuasi karena konflik lahan dengan warga.

20 Maret 2019 | 12.20 WIB

Image of Tempo
material-symbols:fullscreenPerbesar
BKSDA Aceh memasang GPS collar pada gajah liar di Aceh Timur, Maret 2019. (instabksdaacehgram)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Delapan gajah di kawasan hutan konservasi di Lahat, Sumatera Selatan,  dievakuasi akibat semakin meruncingnya konflik lahan dengan warga Dusun Padang Baru, Kecamatan Merapi Selatan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kepala Seksi BKSDA wilayah II Lahat, Martialis yang dihubungi Antara, Rabu, 20 Maret 2019, mengatakan delapan gajah sudah dievakuasi menggunakan truk pada Selasa (19/3), untuk dipindahkan ke kawasan hutan konservasi Padang Sugihan, jalur 21, Banyuasin.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dua ekor gajah lainnya ditinggal karena satu ekor gajah bernama Nensi, berusia sekitar 30 tahun, mengamuk saat akan dinaikkan ke dalam truk. Nensi baru sekali dievakuasi, yakni saat dipindahkan ke Lahat.

"Nensi tidak biasa dibawa naik truk. Dia ngamuk, sepertinya stress jadi terpaksa ditinggal," kata dia.

Lantaran itu, terpaksa seekor gajah lagi bernama Argo usia juga sekitar 30 ditinggalkan untuk menemani Nensi.

Ia mengatakan BKSDA terpaksa mengambil keputusan sulit mengevakuasi gajah-gajah ini karena konflik dengan sekelompok warga kian meruncing.

Warga dusun Padang Baru ini telah menanam bibit karet di kawasan konservasi. Dari cara penanamannya, dinilai lebih kepada ingin membatasi atau menandai lahan.

Kemudian petugas BKSDA melakukan pencabutan terhadap tanaman karet tersebut sehingga memicu konflik. Bahkan beberapa hari lalu sempat ada pengancaman dan pemukulan terhadap pawang gajah.

"Untuk kejadian ini kami sudah lapor polisi, dan pawang juga sudah divisum," kata dia.

Pemicu lainnya adanya pemindahan gajah ini yakni sebanyak empat ekor gajah mendadak sakit.

"Gajah ini serentak mencret dan feses (kotoran) mengeluarkan darah. Kenapa serempak tapi sekarang feses gajah lagi dicek di laboratorium, wajar kami curiga karena gajah-gajah ini mendapat suplai daun pelepah dari sekitar kawasan konservasi," kata dia.

Konflik yang sudah terang-terangan tersebut membuat nyawa gajah-gajah ini semakin terancam. Apalagi wilayah jelajah gajah semakin berkurang dari 210 hektare yang ditetapkan pemerintah sebagai kawasan konservasi, praktis kini hanya tersisa 10-20 hektare yang terbilang aman untuk gajah.

"Padahal jelajah angon satu ekor gajah itu mencapai 50 hektare. Ini kami ada 10 ekor, jelas sudah tidak kondusif lagi di sini," kata dia.

Oleh karena itu, keputusan pemindahan gajah ini dinilai paling tepat untuk sementara ini, sembari BKSDA mencari cara agar kawasan konservasi di Lahat kembali kondusif.

Asal muasal berdirinya kawasan konservasi ini juga atas permintaan Pemkab Lahat karena dapat dijadikan pusat pelatihan gajah.

Kemudian beberapa gajah mulai dikirim ke lokasi tersebut sejak beberapa tahun lalu.

"Gajah-gajah ini umumnya berlatar belakang dari konflik lahan juga di daerah lain. Mereka dipindahkan di kawasan konservasi dengan maksud dapat terlindungi," ujar dia.

Ia mengatakan berdasarkan dokumen legal pemerintah, kawasan konservasi  gajah ini sebenarnya berada di Desa Ulak Pandan. Sementara Desa Padang Baru ini baru muncul belakangan karena sebelumnya hanya ada Desa Padang.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus