TIBA-TIBA panik melanda petugas menara (Sentra Operasi Keselamatan Penerbangan) Bandar Udara Soekarno} latta, Cengkareng. Bagaimana tidak panik, peralatan radio, juga lift, macet gara-gara aliran listrik di menara mati. Maka, sebuah drama terjadi pada Minggu siang, dua pekan lalu. Petugas menara Bandara Soekarno-Hatta tak bisa melayani pendaratan danpemberangkatan pesawat udara selama empat jam. Sampai awal pekan ini, penyebab gangguan sebenarnya bclum jelas. Para pejabat yang berwenang mengelak mengutarakan ketidakjelasan itu. "Kasus itu hanya masalah listrik semata," ujar Administrator Bandara Soekarno-Hatta Soehardono. "Gangguan terjadi di sirkuit dalam, bukan pada aliran PLN." Aliran listrik PLN, yang berkekuatan 25 MW, masuk ke bandara melalui sejumlah gardu yang dibayangi oleh lima generator set berkekuatan 5,75 MVA, yang akan berfungsi bila aliran PLN padam. Dari gardu, aliran listrik masuk ke sirkuit dalam yang dikontrol tersendiri. Dan, tiap-tiap sirkuit memiliki pusat suplai tenaga (main power supply) sendiri. Seluruh situasi sirkuit itu dikontrol pada sebuah panel instalasi yang dikendalikan komputer. Bila terjadi kerusakan pada suatu jaringan instalasi, komputer akan memberi tahu, dan segera menunjukkan tempat kerusakan pada panel lewat lampu-lampu. Setiap sirkuit juga dilengkapi tuas keamanan otomatis (circuit breaker) yang bisa memutus aliran listrik bila kerusakan tak segera bisa diatasi. Sebagai pengganti, sirkuit akan dialiri oleh aliran listrik berdasarkan sumber aki, yang disebut UPS (uninterruptable power supply). UPS merupakan pengganti sementara, dan hanya kuat bertahan selama dua jam. Gangguan pada Minggu, pukul 12.00 itu, menurut data yang ditunjukkan komputer, bermula di sirkuit T7. Karena itu, sebenarnya tak ada kerusakan besar. Tuas pengaman otomatis di T7 akan mencegah meluasnya kerusakan, dan UPS langsung menyambung aliran yang terputus. Para teknisi berusaha mengatasi kejanggalan di tempat yang ditunjukkan komputer, tapi gangguan merambat ke sirkuit lain: T8, T9, dan T10. Karena dua sirkuit vital ikut padam, maka aliran listrik keempat sirkuit itu (T7-T10) diputus total. Dan, pemutusan itulah yang membuat menara lumpuh sama sekali. Lebih parah lagi, kerusakan yang sudah meluas itu tak bisa diatasi dalam dua jam -- masa maksimal bekerjanya UPS. Lalu, ketika UPS tak lagi bisa menyuplai aliran listrik pengganti, Cengkareng mengalami black out. Baru pukul 19.25, dengan bantuan teknisi Prancis, keadaan bisa diatasi. Semua sirkuit kembali berfungsi, dan aliran listrik PLN kembali bisa memasuki seluruh sirkuit. Bandara Soekarno-Hatta kembali normal. Sebuah sumber TEMPO, yang mengetahui seluk-beluk jaringan aliran listrik di Bandara Soekarno-Hatta, menganalisa, awal kerusakan sebenarnya sederhana saja, dan komputer sudah menunjukkan tempatnya. "Tapi, para operator, yang kurang berpengalaman, mencoba mengatasi keadaan secara untung-untungan," ujar sumber yang tak mau disebutkan namanya itu. "Akhirnya semuanya rusak." Mengapa para teknisi main coba-coba? Alih teknologi, menurut sumber TEMPO itu, belum berjalan mulus. "Buku yang wajib dibaca untuk itu, dan belum sempat disimak, ada 300 kilogram," katanya. Direktur Utama Perum Angkasa Pura II Soewarta, pengelola bandara, mengakui, operator yang kini bertugas baru mampu menyerap 50% seluk-beluk penanganan instalasi listrik di bandara. "Mungkin satu tahun lagi kita baru berhasil menguasainya," katanya. Jis., Laporan Indrayati (Jakarta)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini