Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Ke Sumatera lewat terowongan

Bppt mengadakan seminar kemungkinan membuat terowongan bawah laut di selat sunda untuk menghubungkan pulau jawa & pulau sumatera. diperkirakan panjangnya 50 km. (ilt)

11 Oktober 1986 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEBELUM meninggal, Prof. Dr. Sedyatmo, perancang konstruksi terkemuka dan penemu struktur fondasi cakar ayam, sempat menitipkan gagasannya untuk membuat terowongan bawah laut di Selat Sunda guna menghubungkan Pulau Jawa dan Pulau Sumatera pada Presiden Soeharto. Gagasan itu kemudian dibicarakan Presiden dengan Menristek B.J. Habibie, yang menanggapinya sccara positif. Dua pekan lalu, kemungkinan mewujudkan impian Sedyatmo itu diseminarkan di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Jakarta. Hadir pada seminar itu sejumlah ahli dari Jepang, di antaranya Geolog Dr. Yutaka Mochida, yang punya peran besar dalam pembangunan terowongan selat (terosel) Seikan, yang merupakan terosel terpanjang di dunia. Dalam seminar terungkap bahwa efisiensi menghubungkan Jawa dan Sumatera tak perlu disangsikan. Jalur ini sangat diperlukan untuk pembangunan ekonomi. Masalahnya, membangun terosel adalah usaha yang luar biasa. Selain kemampuan teknologi, diperlukan prapenelitian yang kompleks, dan dana. Maka, saat ini, baru dua terosel besar yang dapat dibangun. Pertama, terosel yang menghubungkan Prancis dan Inggris, di bawah Selat Inggris. Panjang terosel ini 48 kilometer dan tinggi lubang terowongannya 7,3 meter. Kendaraan pengangkut dalam terowongan ini adalah kereta api cepat, yang mampu menyeberangkan 4.000 kendaraan per jam. Terosel ini akan dioperasikan pada 1993. Kedua, terosel Seikan, yang menghubungkan Pulau Hokaido dan Honshu, di bawah Selat Tsugaru. Panjang terowongan ini 53 kilometer. Jepang berhasil membangun terosel Seikan, yang dioperasikan tahun depan, karena mereka termasuk negara yang unggul dalam teknologi terowongan bawah laut. Mereka merintis pembuatan terowongan bawah laut ini jauh sebelum Perang Dunia II meletus. Tapi, prapenelitian terosel monumental Seikan baru dimulai tahun 1955. Dan, sejak penelitian pendahuluan ini, Dr. Mochida yang dua pekan lalu datang di Jakarta, terlibat dalam pembangunan Seikan. Sejak pembuatan Seikan ini pula ditemukan teknologi pengeboran canggih, khusus untuk membangun terosel. Pengeboran canggih itu adalah pengeboran horisontal dengan menggunakan kerucut raksasa, dan dilakukan dalam tiga tahap. Pertama, tahap 35 meter, lalu 50 meter, dan akhirnya 70 meter. Dengan begitu, bisa didapat ketinggian lubang 17 meter. Bila terowongan selat jadi dibangun di dasar Selat Sunda, panjangnya diperkirakan sampai 50 kilometer. Walau lebar Selat Sunda hanya 27 kilometer, mulut terowongan tak bisa dibangun langsung di sisi-sisi selat, karena di kawasan itu terdapat pegunungan. Terowongan Selat Sunda ini, secara teoretis, harus dibangun 100 meter di bawah permukaan laut karena, menurut Mochida. di atas ketinggian itu terdapat banyak lapisan tanah gunung berapi. Lapisan ini yang membuat rencana terowongan itu harus ditekankan pada penelitian geologi, yang sampai kini masih minim. Soalnya, bila penelitian dilakukan tidak cermat, pengeboran akan terbentur lapisan gunung berapi, sehingga seluruh rencana harus diulang. "Ini akan membuang banyak biaya," ujar Mochida. Menurut Mochida, pengeboran berulang-ulang itulah yang terjadi pada pembuatan Seikan, karena Jepang tak bisa belajar dari pengalaman negara lain. Keuntungan Indonesia, bisa memanfaatkan pengalaman Jepang. Kalau terowongan Selat Sunda bisa dibangun, tantangan mengoperasikannya juga sangat besar. Tantangan itulah yang kini dihadapi terowongan Selat Inggris. Banyak ahli mencemaskan kerja penyumbat lubang otomatis bila terjadi kebocoran. Selain itu, belum ditemukan sistem koordinasi pemindahan 4.000 kendaraan ke permukaan, begitu kereta api cepat mencapai ujung. Melihat tantangan-tantangan di atas, agaknya impian Prof. Sedyatmo masih harus menunggu lama. Jis., Laporan Seiichi Okawa (Tokyo)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus