Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Mata dunia menatap semesta

Teleskop hubble yang siap diluncurkan sejak 1985, direncanakan akan mengangkasa akhir april 1990. tanda tanya berapa luas alam semesta akan terjawab. teleskop senilai us$ 2,1 milyar ini sangat vital.

28 April 1990 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEBELUM meluncur mulus ke orbitnya 14 April lalu, Palapa B-2R sempat tertunda jadwal pemberangkatannya. Sedianya, Palapa dilepas 10 April, tapi kenyataannya baru empat hari kemudian Palapa mengangkasa. Siapa yang bikin gara-gara? Siapa lagi kalau bukan si Hubble, teleskop canggih milik NASA, Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika. NASA memang tampaknya lebih memprioritaskan peluncuran Hubble. Maklum, sudah enam tahun teleskop ini diundur-undur pemberangkatannya. Teleskop ini siap diluncurkan dari Space Center Kennedy di Cape Canaveral, Florida, pada pagi hari 11 April lalu. Tapi, empat menit menjelang lepas landas, awak Discovery melaporkan adanya gangguan di bagian mesin roket pendorong pesawatnya. Apa boleh buat, pelepasan Hubble lagi-lagi harus tertunda. Namun, pihak NASA berjanji, Hubble kemungkinan besar akan diluncurkan pekan ini sekitar hari-hari Lebaran. Hubble sedianya akan mengorbit pada ketinggian 612 km di atas bumi, dan terus nangkring di situ selama 15 tahun. Di situ dia berperan sebagai "mata dunia" untuk menatap alam semesta. "Mata" Hubble sanggup mendeteksi obyek yang samar, bahkan yang 50 kali lebih samar dari batas penglihatan teleskop bumi yang tercanggih. Secara rata-rata, gambar yang dikirimkan Hubble akan terlihat 10 kali lebih jernih, dibandingkan hasil "pelototan" teleskop bumi yang paling canggih sekalipun. Dengan Hubble, "bintang-bintang di langit akan tampak seperti di atas kepala kita," ujar Dr. Ed Weiler, ahli astrofisika NASA, berkelakar. Studi perancangan Hubble telah dilakukan sejak 1971, tapi asemblingnya baru rampung pada 1985. Lima orang awak pesawat yang akan menyertai pelepasan teleskop ini bahkan telah dilatih sejak 1979. Namun, berbagai halangan teknis selalu muncul, hingga pemberangkatannya tetap saja tertunda. Maka, sejak 1985, teleskop bernilai US$ 2,1 milyar itu (sekitar Rp 3,79 trilyun) nongkrong saja di salah satu sudut hanggar perusahaan pesawat terbang Lockheed, California. Dalam keadaan nganggur pun, Hubble butuh biaya tak sedikit, Rp 18 milyar/bulan untuk pemeliharaan. Hubble merupakan karya paduan antara teknologi teleskop dan satelit. Kemampuan terbang dan manuvernya persis satelit. Dia dikendalikan penuh dari stasiun bumi. Oleh sebab itu, dia bisa disuruh-suruh mengambil posisi tertentu bagi pengambilan gambar. Hasil jepretannya kemudian dikirim lewat gelombang radio ke bumi. Sebagai teleskop, Hubble memiliki dua buah cermin cekung, yang kerataan permukaannya hampir tanpa cacat. Cermin utamanya berbentuk bulat bergaris tengah 2,4 meter, dibuat dari logam berlapis aluminium. Cahaya dari langit yang masuh lewat pintu teleskop akan menerpa cermin itu, lalu dipantulkan dalam bentuk berkas yang lebih padat menuju titik fokus. Sebelum menggumpal di titik fokus berkas cahaya itu dihadang oleh cermin kedua, 0,5 m. Berkas cahaya itu kembali dipantulkan, dalam berkas lebih padat, lalu ditangkap oleh kamera canggih yang dipasang di seberang. Kemudian berkas cahaya yang membawa "pesan-pesan" dari langit itu diolah, diubah menjadi data elektronik, dan siap dikirim lewat transmiter yang ada. Hubble berbentuk seperti tabung bersayap. Dalam tabung sepanjang 13,1 meter itulah ditempatkan kedua cermin, kamera, instrumen elektronik, dan komputer. Dua buah tiang mencuat dari perut teleskop, dan di ujungnya ada antena radio parabola. Sebagai sumber energi Hubble, dipasang dua buah pelat panel surya. Teleskop ini dilepaskan ke angkasa untuk mencari jawab atas empat buah pertanyaan penting. Yang pertama, pertanyaan tentang seberapa luaskah alam semesta ini. Dia diminta pula mencari gambaran tentang bagaimana struktur galaksi-galaksi di ruang semesta ini. Dua pertanyaan berikutnya, bagaimana bentuk individu planet-planet, dan bagaimana perilaku planet-planet itu. Keempat pertanyaan itu dirumuskan oleh Dr. Lyman Spitzer Jr., 75 tahun, guru besar astrofisika di Universitas Princeton, AS. Dr. Spitzer pula yang memprakarsai pembuatan teleskop angkasa ini, bahkan sejak 44 tahun lampau, ketika orang belum bicara tentang program luar angkasa. "Mimpi" itu datang setelah dia mempelajari dokumen percobaan senjata roket jarak pendek yang telah dikembangkan Jerman semasa Perang Dunia II. Tanpa berpikir soal satelit atau pesawat ulang alik, saat itu, Spitzer membayangkan bahwa menempatkan teleskop di atas atmosfer akan mendatangkan banyak keuntungan bagi astronom. "Pengamatan tak akan diganggu oleh kondisi atmosfer," ujarnya, seperti dikutip koran The New York Times dua pekan lalu. Bahkan, tanpa gangguan awan tebal atau polusi udara pun, atmosfer telah memberikan gangguan sendiri. Lapisan gas yang membungkus bumi ini selalu "mengkorup" sebagian besar sinar ultraviolet dan inframerah yang datang ke bumi. Padahal, kedua spektral itu membawa pula informasi astrofisik yang penting. Maka, bertahun-tahun dia mengkampanyekan proyek penerbangan teleskop itu. Keberhasilan Amerika menerbangkan satelit dan pesawat penjelajah pada akhir 1950-an membuat Spitzer makin gencar mempromosikan program teleskop itu. Akhirnya, NASA setuju dan dimulailah studi kelayakannya pada 1971. Setelah rencana itu menjadi pasti, diambillah nama Hubble -- dari nama astronom Amerika Edwin P. Hubble (1890-1953), yang berjasa membangun teori akbar Big Bang, teori yang mencoba menjelaskan asal-usul alam semesta. Nah, para penerus Hubble kini tengah antre untuk memanfaatkan teleskop angkasa luar itu. Pihak NASA memang tak menutup pintu untuk astronom luar yang berniat memanfaatkan Hubble. Hingga kini NASA telah menerima permohonan pemakaian teleskop itu dari 557 kelompok, untuk masa pengamatan selama 11 ribu jam. Untuk tahap pertama ini, hanya 167 proposal yang diluluskan, antara lain dari Jerman Barat, Belanda, Prancis, Kanada, Australia, dan India.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus