REVOLUSI dalam mesin kapal niaga kini tengah berlangsung di Jepang. Sebuah sasaran telah dipatok: melahirkan kapal dengan kecepatan 50 knot (93 km per jam), atau hampir dua setengah kali lipat kecepatan kapal konvensional. Prakarsanya datang dari pihak pemerintah dan swasta. Kementerian Transportasi Jepang (Unyu Sho) datang dengan proyek kapal jenis TSL (Techno Super-Liner). Dari pihak swasta muncul Sumitomo Heavy Industries (SHI) dengan kapal SEPS (Superconducting Electric Propulsion Ship), dan JFSA (Japan Foundation For Shipbuilding Advancement) sedang membangun jenis SEMPS (Superconducting Electromagnetic Propulsion Ship). Dibekali slogan keren "Kapal niaga lebih cepat dari truk", Unyu Sho memulai proyeknya April nanti, dengan dana sekitar Rp 10 milyar. Riset ini kelak akan menghasilkan kapal yang panjangnya sekitar 100 meter, lebar lambung 25 meter, berdaya angkut barang tak kurang dari 1.000 ton, sanggup melaju lebih dari 50 knot, dan bisa menghubungkan Jepang dengan pantai barat AS dalam tempo 3 hari. TSL ini akan punya mesin turbin gas. Pada jenis mesin ini, bahan bakar cair diubah menjadi fase gas, kemudian dimampatkan dengan kompresor, baru dibakar. Teknik ini bisa memberikan efisiensi termal sebesar 60%, 10 persen lebih tinggi dibanding mesin konvensional. Selain itu, dayanya pun bisa 25% lebih tinggi dari jenis lama. Jepang memang ingin segera memiliki kapal niaga cepat, untuk meningkatkan volume perdagangannya dengan negara-negara NIES (Newly Industrialized Economies), seperti Taiwan dan RRC. Pelabuhan-pelabuhan Taiwan dan Cina, menurut pejabat Unyu Sho, bakal bisa dilayari dalam tempo 24 jam. "Sayuran yang dipanen kemarin di Cina bisa dikonsumsi hari ini di Tokyo," ujar pejabat itu. Ongkos angkut dengan TSL ini pun murah. "Hanya 10% dari biaya pengiriman dengan pesawat udara," kata pejabat Unyu Sho itu. Diperkirakan, prototipe TSL ini selesai 5 tahun mendatang. Kementerian Transportasi Jepang boleh bangga dengan kapal TSL-nya, tapi Sumitomo optimistis bakal sanggup meluncurkan kapal niaga "tercepat di dunia". Kendati sama-sama mematok target kecepatan 50 knot, Sumitomo -- bekerja sama dengan Universitas Yokohama dan Jamda (Japan Marine Machinery Development Association) -- telah mengembangkan jenis mesin yang berbeda dari TSL. Kapal Sumitomo ini menggunakan superkonduktor pada bagian-bagian mesinnya. Benda bebas tahanan listrik itu pada SEPS dipakai pada mesin pemutar baling-balik maupun pada generator listrik kapal. Mesin jenis ini ringkas, ringan, dan kompak. "Untuk menghasilkan daya sebesar 20.000 tenaga kuda, ruang yang diperlukan mesin SEPS hanya 1/5 sampai 1/8 dibanding mesin konvensional," ujar juru bicara Sumitomo. Berkat pemakaian superkonduktor itu coil (kumparan) pada generator bisa membangkitkan medan magnet yang besar, yang membuat gaya gerak listrik yang dihasilkan pun akan lebih tinggi. Listrik yang besar ini pun bisa didistribusikan secara lebih efisien, lantaran titik-titik penting yang bisa menimbulkan hambatan listrik, seperti saklar, dibikin dari bahan superkonduktor. Sebagian listrik itu digunakan untuk memutar motor penggerak baling-baling. Di sini superkonduktor dipasang pula, dan lagi-lagi bisa menghasilkan medan magnet besar, untuk kemudian menghasilkan tenaga gerak mekanis yang tinggi. Tenaga inilah yang dipakai untuk memutar baling-baling kapal. Kelompok Sumitomo, yang mulai mengadakan riset sejak 10 tahun lalu, kini telah berhasil membuat mesin SEPS ukuran 650 tenaga kuda (HP). "Kami juga sedang membangun mesin dengan daya 1.000 HP, berikutnya 3.000 HP, sampai kami bisa mencapai 20.000 HP pada tahun 1990-an nanti," tutur juru bicara Sumitomo. Sejauh ini, kapal TSL maupun PEPS memang tak secanggih kapal SEMPS buatan JFSA, yang bisa berenang tanpa baling-baling dan layar. Modal kapal ini semata-mata hanya medan magnet yang terpancar di bagian buritan, serta arus listrik. Dengan memanfaatkan interaksi antara medan magnet dan arus listrik itu, kapal SEMPS ini melaju. Pada kapal SEMPS itu dipasang beberapa superkonduktor di buritan, sejajar dengan lunas perahu. Superkonduktor itu dialiri listrik, dan timbullah medan magnet besar yang tegak lurus ke arah lunas. Lantas, di bawahnya dipasang pula konduktor lain, memanjang sejajar dengan lunas. Konduktor itu juga dialiri listrik dari generator yang ada. Karena konduktor itu berada dalam pengaruh medan magnet, terjadilah interaksi antara arus listrik dan medan magnet itu. Hasilnya berupa gaya elektromagnetik yang arahnya ke bawah. Dengan memasang dua buah elektrode di depan dan diujung buritan, gaya elektromagnetik itu akan mendorong air ke belakang, sekaligus menyebabkan gerak maju bagi tubuh kapal. Dengan dana sekitar Rp 24 milyar, dalam waktu dekat akan dibangun prototipe kapal SEMPS, dengan nama Yamato I, yang beratnya 150 ton. Prototipe ini diharapkan bisa mencatat rekor kecepatan sampai 8 knot. Yamato I tampaknya akan disusul dengan kelahiran Yamato II, III, dan seterusnya, hingga tercipta prototipe kapal SEMPS yang layak untuk melayani transportasi laut abad ke-21. "Secara teoretis, SEMPS mampu menghasilkan kecepatan sampai 185 km per jam," ujar seorang ahli mesin dalam proyek itu. Putut Tri Husodo (Jakarta) dan Seiichi Okawa (Tokyo)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini