Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sains

Mengenal Satelit Artemis yang Jadi Sengketa di Kementerian Pertahanan

Satelit Artemis adalah satelit komunikasi relai data GEO pertama ESA (European Space Agency).

17 Januari 2022 | 16.40 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Satelit Artemis (ESA)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Kisruh kasus Satelit Artemis pengisi slot Orbit 123 Kementerian Pertahanan (Kemenhan) mengemuka saat ini setelah adanya gugatan dari Avanti dan Navayo kepada Kemenhan untuk membayar kontrak.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kasus ini bermula pada 19 Januari 2015 saat Satelit Garuda-1 keluar orbit dari Slot Orbit 123 derajat Bujur Timur. Hal ini membuat terjadinya kekosongan pengelolaan oleh Indonesia. Merujuk pada peraturan International Telecommunication Union (ITU) yang ada di bawah PBB, negara yang telah mendapat hak pengelolaan akan diberi waktu tiga tahun untuk kembali mengisi slot itu. Jika tak dipenuhi maka slot dapat digunakan negara lain.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Di Indonesia, slot ini dikelola oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika, namun Kementerian Pertahanan kemudian meminta hak pengelolaan ini dengan alasan pembangunan Satelit Komunikasi Pertahanan (Satkomhan). Untuk mengisi slot itu, Kemhan menyewa Satelit Artemis yang merupakan satelit sementara pengisi orbit (floater) milik Avanti Communication Limited (Avanti).

Permasalahan muncul karena Kemenhan membuat kontrak dengan Avanti, namun belum memiliki anggaran untuk keperluan tersebut. Kontrak dengan Avanti diteken pada 6 Desember 2015, padahal persetujuan di Kominfo untuk pengelolaan slot orbit 123 baru keluar 29 Januari 2016.

Lebih parah, kontrak Satelit orbit 123 tak hanya dilakukan dengan Avanti. Untuk membangun Satkomhan, Kemenhan juga menandatangani kontrak dengan Navajo, Airbus, Hogan Lovel, dan Telesat dalam kurun waktu 2015-2016.

Kemhan digugat oleh Avanti karena tidak membayar sewa satelit ke London Court of International Arbitration. Pada 9 Juli 2019, pengadilan arbitrase memutus pemerintah harus membayar sewa satelit Artemis milik Avanti, biaya arbitrase hingga biaya filling satelit sebesar Rp 515 miliar.

Selain Avanti, pemerintah juga harus membayar lebih dari US$ 20 juta (Rp 286 miliar) kepada Navayo sesuai keputusan Pengadilan Arbitrase Singapura pada 22 Mei 2021.

Artemis sendiri adalah satelit komunikasi relai data GEO pertama ESA (European Space Agency) dengan tujuan untuk mendemonstrasikan teknologi komunikasi baru, terutama untuk relai data dan layanan seluler. Artemis berasal dari Advanced Relay and Technology Mission Satellite.

Satelit Artemis diluncurkan pada tanggal 12 Juli 2001 dari Kourou, Guyana Prancis di Amerika Selatan. Satelit telekomunikasi ini mempunyai berat 3.100 kg.

Ia dioperasikan oleh konsorsium Altel yang terdiri dari Alenia Spazio-Telespazio dan ESA. Perusahaan lain yang terlibat dalam proyek ini adalah Alcatel Espace, Astrium, Austrian Aerospace, Bosch Telecom, Casa, Fiar, Fiat Avio, Fokker, Laben, Saft dan Top-Rel.

Satelit ini memiliki ukuran tinggi 4,8 m, panjang 2 5m (solar array tip to tip) dan lebar 8m (dengan antena terpasang). Konsumsi dayanya adalah 2.5kW. Area kerjanya mencakup Eropa ke Ural, Afrika Utara dan Timur Tengah dengan cakupan 65 persen per orbit. Masa pemakaian diperkirakan 10 tahun.

Artemis dirancang untuk tiga fungsi khusus, yaitu komunikasi suara dan data antara terminal bergerak, terutama untuk mobil, truk, kereta api atau kapal; untuk menyiarkan informasi navigasi yang akurat sebagai elemen dari Egnos Eropa; dan untuk mengirim komunikasi data tinggi secara langsung antar satelit.

Pada tanggal 28 Oktober 2013, Dewan pemerintahan ESA  telah menyetujui penjualan satelit komunikasi eksperimental Artemis yang berusia 12 tahun kepada Avanti Communications yang berbasis di Inggris. Satelit relai Artemis diposisikan pada 21,5º Bujur Timur di atas Afrika Tengah, menyediakan jangkauan komunikasi ke Eropa, Afrika, dan Timur Tengah.

Avanti kemudian mengambil alih kepemilikan dan pengoperasian satelit Artemis pada 1 Januari 2014. Pesawat ruang angkasa tersebut memiliki bahan bakar untuk memungkinkan operasi lanjutan setidaknya hingga akhir 2016.

Selain itu, Artemi masih memiliki  cadangan yang cukup untuk de-orbiting yang aman di akhir masa pakainya. Semua muatan Ka-band, S-band, L-band dan optik satelit Artemis berfungsi penuh.

Artemis memberi Avanti kesempatan untuk menawarkan berbagai layanan Ka-band baru seperti transfer data berkecepatan sangat tinggi hingga 450 Mbit/dtk kepada pelanggan komersial dan institusional. Avanti juga memiliki rencana untuk mengembangkan muatan S- dan L-band dan muatan navigasi secara komersial.

Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.

 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus