Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Menguak Trah Dewi Sri

Peneliti Jepang dan Amerika berhasil menguak rangkaian kode genetik padi. Dapatkah dijadikan kunci ketersediaan pangan dunia?

22 Agustus 2005 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bulir-bulir padi di Desa Kramat Jaya, Bulakan, dan Gunung Gendeng, Kecamatan Gunung Kencana, Kabupaten Lebak, Banten, mulai menguning, pertanda masa panen telah tiba. Namun, Nurwesin tak juga tampak gembira. Dia menduga sawahnya kembali terancam gagal dipanen, karena hama wereng batang cokelat telah menyerang tanaman padinya sejak pertengahan Februari 2005.

Benar, secara kasatmata tanaman padi itu tampak tidak bermasalah. Namun, hama Nillaparvata lugens telah mengisap saripatinya, mengeringkan bulir bernas Dewi Sri itu. ”Jika diselep (digiling), padi menjadi keropos dan hancur,” kata petani 55 tahun itu. Tak tersedianya obat pembasmi hama dan alat penyemprotan membuat Nurwesin dan petani Lebak lainnya terpaksa membiarkan sawahnya diserang hama. ”Sudah minta bantuan ke mana-mana, tapi enggak ada yang dengar,” katanya.

Padi varietas IR-64 itu, yang memiliki rasa dan produktivitas bagus dan selama ini ditanam di Indonesia dan sebagian besar negara Asia Tenggara sejak 1986, terbukti tak kuat lagi membendung serangan wereng. Serangan hama itu tidak hanya menimpa petani Lebak, tapi juga menjalar ke Yogyakarta, Jawa Timur, Sumatera Barat, Bengkulu, Bali, Nusa Tenggara, Sulawesi, dan Maluku. Menurut data Departemen Pertanian, luas areal pertanian yang terkena hama ini mencapai 38 ribu hektare, sejak awal tahun sampai Juli 2005.

Menteri Pertanian Anton Apriyantono mengatakan iklim yang berubah dari hujan ke panas terik memacu pertumbuhan populasi hama itu. Kondisi itu diperburuk kebiasaan petani yang masih dominan menggunakan satu varietas padi dalam jangka waktu panjang. ”Akhirnya, wereng mampu beradaptasi dengan varietas IR-64,” kata Anton.

Hama wereng bukan satu-satunya musuh petani padi. Masih ada hama penggerek, penyakit busuk daun, kerdil rumput, sampai kekeringan. Derita Nurwesin dan para petani padi seperti itulah yang mendorong sebuah tim internasional beranggotakan ilmuwan dari 10 negara membongkar rahasia kode genetik padi. Untaian gen ini bisa menjadi sumber bahan baku penciptaan varietas padi baru yang kuat: tahan hama, penyakit, kekeringan, sekaligus punya kandungan nutrisi (karotena/provitamin A) lebih baik.

Akhir tahun lalu, International Rice Genome Sequencing Project berhasil mengungkap rangkaian komplet kode genetik padi. Satu set genom padi—12 kromosom—terdiri atas 400 juta asam deoksiribonukleat (DNA) yang memiliki 37.544 gen. Temuan itu diterima pada 25 Mei 2005 dan dipublikasikan dalam jurnal Nature edisi 11 Agustus lalu. ”Informasi ini dapat membantu orang menemukan gen dan membuat tanaman padi yang lebih unggul dalam 10 tahun ke depan,” kata Richard McCombie, pimpinan proyek dari Cold Spring Harbor Laboratory, New York.

Dalam proyek yang dimulai pada 1998 itu, 10 negara—Jepang, Amerika, Cina, India, Thailand, Taiwan, Brasil, Prancis, Kanada, dan Inggris—menggabungkan hasil penelitian masing-masing. Dua perusahaan agrobisnis, Monsanto dan Syngenta, ikut menyumbangkan draf kode genetik yang telah mereka temukan sebelumnya.

Sebagai bagian dari konsorsium internasional, selama enam tahun The Institute for Genomic Research di Rockville, Maryland, Amerika, ikut merunut 10 persen rangkaian protein penyusun sifat padi subspesies japonica. ”Beras adalah tanaman pangan yang sangat penting,” kata Robin Buell, pimpinan tim peneliti di institut itu. ”Tuntasnya pemetaan genom ini adalah batu lompatan yang amat penting.”

Padi adalah tanaman pangan pertama yang telah dapat dibuat peta kode genetiknya. Ada berbagai alasan yang mendorong para ilmuwan memilih Oriza sativa sebagai obyek. Setiap tahunnya, dunia mengkonsumsi lebih dari 400 juta ton beras. Ini berarti separuh populasi manusia menjadikan beras sebagai makanan pokok. Diperkirakan, dalam 20 tahun mendatang, produksi beras dunia harus ditingkatkan sampai 30 persen untuk mencukupi kebutuhan.

Secara genetik, makanan sumber karbohidrat ini juga mirip gandum, jagung, barley, rye, sorgum, dan tebu. ”Kami bisa memakai genom padi sebagai landasan bagi penelitian genom sereal lainnya,” kata Buell.

Dengan informasi lengkap genetik padi ini, komunitas ilmuwan dapat menggunakan data itu untuk mengembangkan varietas padi dengan hasil panen tinggi dan dapat tumbuh dalam kondisi lingkungan yang keras. Peneliti padi dari Pusat Penelitian Bioteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Inez Hortense Slamet Loedin, memuji keberhasilan proyek yang dipimpin ilmuwan Jepang, Takuji Sasaki, itu. Penemuan peta genetik ini akan sangat membantu upaya penciptaan varietas unggul yang baru.

Tjandra Dewi/Faidil Akbar (Banten)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus