Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Misteri atlantis mulai terungkap

Misteri mengenai benua atlantis mulai terungkap, ekspedisi ilmiah para ilmuwan soviet di kapal osea nografi academicus kurchatov, menemukan lokasi benua yang hilang. (ilt)

18 April 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

NAMA Atlantis biasanya menimbulkan gambaran suatu benua makmur dan cemerlang yang hilang ditelan ombak. Kisahnya selama ribuan tahun merupakan misteri terbesar dalam sejarah kemanusiaan. Namun sedikit demi sedikit misteri itu mulai tersingkap. Pekan lalu Tass memberitakan keyakinan para ilmuwan Soviet di kapal oseanografi Academicus Kurchatov bahwa mereka menemukan lokasi benua yang hilang itu. Di mana? Di sekitar Gunung Ampere, di dasar Samudra Atlantik, 725 km sebelah barat Portugal, menurut kantor berita resmi Soviet itu. Tass mengutip majalah Zemlya I Vaslennaya (Bumi dan Alam Semesta), yang memuat tulisan Andrei Monin, pemimpin kelompok ilmuwan di kapal oseanografi itu. Ekspedisi ilmiah itu membuat 460 foto dan beberapa film video di bawah permukaan laut sekitar Gunung Ampere. "Dalam beberapa gambar yang diambil di timur-laut gunung itu, tampak berbagai bangunan berbentuk empat segi," tulis Monin. Tiang Herkules Ini memperkuat kesimpulan terdahulu, yaitu berdasarkan pemotretan oleh kapal riset Soviet, Moscow University, di tahun 1976. Memotret dasar samudra di lereng Gunung Ampere, para ilmuwan di kapal itu melihat sejumlah bangunan aneh. Ketika itu mereka menduga bahwa mereka menemukan sisa-sisa bangunan purba. Hipotesa tadi oleh ekspedisi ilmiah di kapal Academicus Kurchatov sejak Desember 1979 diteliti lebih lanjut dengan bantuan pesawat penyelam Pisces. Barulah tahun lalu para peneliti lebih berhasil. Mereka setelah memotret lagi lereng timur-laut Gunung Ampere itu kembali melihat bangunan berbentuk bujursangkar seperti yang ditemukan kapal peneliti sebelumnya. Antara lain foto menampakkan batu papak berbentuk bujursangkar yang melintang satu meter di dasar samudra. Permukaannya terbagi atas garis sambungan yang lurus juga tampak terhampar secara diagonal tembok batu selebar 50 cm yang tersusun dari bongkahan batu raksasa. "Semua batu papak dan tembok itu tampak jelas dalam foto," tulis Monin. Adapun Plato, filosof Yunani kuno dari abad ke-4 sebelum Masehi, yang memulai kisah ini. Dalam dua tulisannya, Timaeus dan Critias, Plato melukiskan kunjungan Solon -- yang meletakkan dasar hukum bagi negeri Athena ke Mesir. Kepada Solon beberapa pendeta Mesir di Sais bercerita tentang sebuah pulau benua di balik "Tiang Herkules" (nama kuno Gibraltar), yang dinamakan Atlantis, jantung kerajaan besar, berpenduduk banyak yang hidup di kota-kota megah dengan bangunan beratap emas. Kerajaan itu konon memiliki armada dan tentara kuat guna menaklukkan negeri sekitarnya. Plato melukiskan Atlantis sebagai negeri bergunung tinggi dengan lembah dan dataran yang subur, berbagai sungai besar yang bisa dilayari, sumber daya alam yang berlimpah dan teknologi yang sangat maju. Kerajaan besar itu "lenyap dalam waktu satu hari satu malam, tenggelam di dasar samudra akibat gempa dahsyat." Bencana ini, menurut perhitungan Plato, terjadi sekitar 9.000 tahun sebelum zamannya, atau 11.500 tahun lalu. Tentu kisah semacam itu dicemoohkan berbagai pihak. Murid Plato sendiri, Aristoteles, menamakan kisah Atlantis itu suatu fantasi, meski ia sendiri juga menulis tentang sebuah pulau besar di daerah Atlantik yang ia namakan Antilia. Sejak Plato lebih 5000 buku ditulis orang yang membahas misteri Atlantis itu. Sebagian terbesar terbit selama 150 tahun terakhir. Yang terutama menonjol ialah buku Ignatius Donnelly, seorang pendeta di Amerika Serikat. Ia sangat meyakini kisah Atlantis itu sebagai asal kebudayaan seluruh umat manusia. Kebanyakan peneliti meyakini lokasinya di Samudra Atlantik, sesuai pendapat Plato. Ada juga yang ingin mencari benua yang hilang itu di daratan, di bawah pasir Gurun Sahara, atau di bawah lapisan es di Kutub Utara, atau di samudra lain. Sebagian menganggap Plato menempatkannya di luar "Tiang Herkules" karena kekeliruan geografis. Hingga ada pula yang meyakini lokasinya berada di Jerman. Jurgen Spanuth, seorang pendeta bangsa Jerman, di tahun 1953 menyajikan teori bahwa Atlantis terletak di Laut Utara, lepas muara Sungai Elbe, sebelah timur Helgoland. Di tempat itu penduduk sudah lama membicarakan berbagai bangunan yang tampak di permukaan air. Tak banyak pengnut teori Spanuth itu, tapi ia berjasa memperkenalkan elemen baru dalam usaha pencarian benua yang hilang itu. Untuk petama kali dipergunakan teknik penelitian di bawah permukaan laut dan perkembangan teknologi di abad ke-20 sangat memungkinkannya. Banyak persamaan unsur kebudayaan di daratan Afrika, Timur Tengah dan Eropa dengan Benua Amerika, sesuatu yang hanya bisa diterangkan bila dibayangkan adanya suatu benua penghubung di aman dulu. Dongeng berbagai suku bangsa sekitar Samudra Atlantik itu menunjuk pada asal-usul suatu bangsa yang pernah berada di tengah samudra, di sebuah benua yang kemudian tenggelam. Hampir semua suku Indian di Benua Amerika menerangkan asalusul mereka dari daerah timur, suatu pulau yang hilang di tengah samudra. Penelitian geologis terhadap dasar Samudra Atlantik juga memperkuat semua dugaan ini. Di tengah Samudra Atlantik memang terdapat suatu pegunungan. Di sebelah barat Portugal punggung pegunungan ini melebar. Kepulauan Aores merupakan puncak gunung dari benua yang tenggelam itu. Jalur Pasif Jika dibayangkan bahwa permukaan laut pernah ratusan meter lebih rendah di zaman purba, maka terlihat suatu benua di tengah samudra itu. Ilmu pengetahuan membenarkan pendapat ini, karena air laut mendadak naik akibat melelehnya sungai es di utara bumi -- belasan ribu tahun lalu, bersamaan dengan waktu yang pernah dikemukakan Plato. Juga ditemukan di dasar laut puluhan kilometer jalur pasir, sesuatu yang hanya mungkin terbentuk oleh benturan ombak di tepi pantai dan tidak di dasar laut. Semua ini memperkuat keyakinan bahwa Benua Atlantis tenggelam di tengah Samudra Atlantik. Perkembangan teknologi pesawat terbang, peralatan menyelam dan fotografi di bawah air serta sonar untuk mengukur kedalaman laut -- semua itu sangat membantu ilmu arkeologi. Di banyak tempat kemudian ditemukan runtuhan bangunan dan kompleks kota di bawah permukaan air laut, sebagian diperkirakan sebagai sisa kebudayaan Atlantis. Yang paling spektakuler ialah penemuan runtuhan bangunan di sekitar Kepulauan Bahama di Laut Karibia, tahun 1969. Tembok raksasa serta piramida seakan muncul dari dasar laut. Edgar Cayce, seorang peramal di Amerika, sebelumnya pernah meramalkan (sekitar 1940) bahwa Atlantis bakal muncul di sekitar Kepulauan Bahama itu. Batu bangunan itu diteliti dan ternyata umurnya 10.000 sampai 12.000 tahun. lni dekat dengan waktu yang diajukan Plato sebagai saat kehancuran Benua Atlantis dan dengan saat sungai es meleleh, membanjiri sebagian bumi. Di bagian lain Laut Karibia juga ditemukan banyak runtuhan bangunan di bawah permukaan air. Suatu kompleks sangat luas di lepas pantai utara Kuba diteliti kemudian dengan bantuan Soviet. Uni Soviet memang menaruh perhatian terhadap kisah Benua Atlantis yang hilang. Pihak Barat menilai perhatian Soviet ini sebagai dalih mempelajari samudra dan laut di dunia untuk keperluan pelayaran kapal selamnya. Apa pun alasannya, dunia ilmu pengetahuan pasti beruntung dengan perkembangan penelitian semacam itu. Dalam tahun 1960-an, suatu ekspedisi Soviet ke sekitar Kepulauan Azores di Samudra Atlantik meneliti kembali suatu hipotesa tentang taghylite, suatu jenis lahar di dasar laut. Akhir abad lalu P. Termier, seorang Prancis mengemukakan hipotesa bahwa jenis lahar ini hanya mungkin terbentuk di atas permukaan laut. Maka lokasi lahar itu ditemukan dianggap dulu berada di atas permukaan air. Lahar itu terangkat ketika dilakukan perbaikan kabel telegraf transatlantik yang putus ketika itu. Penelitian Soviet tadi membenarkan hipotesa Termier itu, memperkuat pula dugaan bahwa Benua Atlantis kini berada di dasar Atlantik. Himpunan pengetahuan arkeologi dan geologi memberikan dasar ilmiah yang kuat bagi penelitian selanjutnya di daerah itu. Tinggal saja menemukan bukti tentang kegiatan manusia di situ. "Letak dataran, balok batu serta bentuknya yang geometris, semuanya memberikan indikasi kuat bahwa itu buatan manusia," tulis Monin.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus