NAMA Atlantis biasanya menimbulkan gambaran suatu benua makmur
dan cemerlang yang hilang ditelan ombak. Kisahnya selama ribuan
tahun merupakan misteri terbesar dalam sejarah kemanusiaan.
Namun sedikit demi sedikit misteri itu mulai tersingkap. Pekan
lalu Tass memberitakan keyakinan para ilmuwan Soviet di kapal
oseanografi Academicus Kurchatov bahwa mereka menemukan lokasi
benua yang hilang itu.
Di mana? Di sekitar Gunung Ampere, di dasar Samudra Atlantik,
725 km sebelah barat Portugal, menurut kantor berita resmi
Soviet itu. Tass mengutip majalah Zemlya I Vaslennaya (Bumi dan
Alam Semesta), yang memuat tulisan Andrei Monin, pemimpin
kelompok ilmuwan di kapal oseanografi itu.
Ekspedisi ilmiah itu membuat 460 foto dan beberapa film video di
bawah permukaan laut sekitar Gunung Ampere. "Dalam beberapa
gambar yang diambil di timur-laut gunung itu, tampak berbagai
bangunan berbentuk empat segi," tulis Monin.
Tiang Herkules
Ini memperkuat kesimpulan terdahulu, yaitu berdasarkan
pemotretan oleh kapal riset Soviet, Moscow University, di tahun
1976. Memotret dasar samudra di lereng Gunung Ampere, para
ilmuwan di kapal itu melihat sejumlah bangunan aneh. Ketika itu
mereka menduga bahwa mereka menemukan sisa-sisa bangunan purba.
Hipotesa tadi oleh ekspedisi ilmiah di kapal Academicus
Kurchatov sejak Desember 1979 diteliti lebih lanjut dengan
bantuan pesawat penyelam Pisces.
Barulah tahun lalu para peneliti lebih berhasil. Mereka setelah
memotret lagi lereng timur-laut Gunung Ampere itu kembali
melihat bangunan berbentuk bujursangkar seperti yang ditemukan
kapal peneliti sebelumnya. Antara lain foto menampakkan batu
papak berbentuk bujursangkar yang melintang satu meter di dasar
samudra. Permukaannya terbagi atas garis sambungan yang lurus
juga tampak terhampar secara diagonal tembok batu selebar 50 cm
yang tersusun dari bongkahan batu raksasa. "Semua batu papak dan
tembok itu tampak jelas dalam foto," tulis Monin.
Adapun Plato, filosof Yunani kuno dari abad ke-4 sebelum Masehi,
yang memulai kisah ini. Dalam dua tulisannya, Timaeus dan
Critias, Plato melukiskan kunjungan Solon -- yang meletakkan
dasar hukum bagi negeri Athena ke Mesir. Kepada Solon beberapa
pendeta Mesir di Sais bercerita tentang sebuah pulau benua di
balik "Tiang Herkules" (nama kuno Gibraltar), yang dinamakan
Atlantis, jantung kerajaan besar, berpenduduk banyak yang hidup
di kota-kota megah dengan bangunan beratap emas. Kerajaan itu
konon memiliki armada dan tentara kuat guna menaklukkan negeri
sekitarnya.
Plato melukiskan Atlantis sebagai negeri bergunung tinggi dengan
lembah dan dataran yang subur, berbagai sungai besar yang bisa
dilayari, sumber daya alam yang berlimpah dan teknologi yang
sangat maju. Kerajaan besar itu "lenyap dalam waktu satu hari
satu malam, tenggelam di dasar samudra akibat gempa dahsyat."
Bencana ini, menurut perhitungan Plato, terjadi sekitar 9.000
tahun sebelum zamannya, atau 11.500 tahun lalu.
Tentu kisah semacam itu dicemoohkan berbagai pihak. Murid Plato
sendiri, Aristoteles, menamakan kisah Atlantis itu suatu
fantasi, meski ia sendiri juga menulis tentang sebuah pulau
besar di daerah Atlantik yang ia namakan Antilia.
Sejak Plato lebih 5000 buku ditulis orang yang membahas misteri
Atlantis itu. Sebagian terbesar terbit selama 150 tahun
terakhir. Yang terutama menonjol ialah buku Ignatius Donnelly,
seorang pendeta di Amerika Serikat. Ia sangat meyakini kisah
Atlantis itu sebagai asal kebudayaan seluruh umat manusia.
Kebanyakan peneliti meyakini lokasinya di Samudra Atlantik,
sesuai pendapat Plato. Ada juga yang ingin mencari benua yang
hilang itu di daratan, di bawah pasir Gurun Sahara, atau di
bawah lapisan es di Kutub Utara, atau di samudra lain. Sebagian
menganggap Plato menempatkannya di luar "Tiang Herkules" karena
kekeliruan geografis. Hingga ada pula yang meyakini lokasinya
berada di Jerman.
Jurgen Spanuth, seorang pendeta bangsa Jerman, di tahun 1953
menyajikan teori bahwa Atlantis terletak di Laut Utara, lepas
muara Sungai Elbe, sebelah timur Helgoland. Di tempat itu
penduduk sudah lama membicarakan berbagai bangunan yang tampak
di permukaan air.
Tak banyak pengnut teori Spanuth itu, tapi ia berjasa
memperkenalkan elemen baru dalam usaha pencarian benua yang
hilang itu. Untuk petama kali dipergunakan teknik penelitian di
bawah permukaan laut dan perkembangan teknologi di abad ke-20
sangat memungkinkannya.
Banyak persamaan unsur kebudayaan di daratan Afrika, Timur
Tengah dan Eropa dengan Benua Amerika, sesuatu yang hanya bisa
diterangkan bila dibayangkan adanya suatu benua penghubung di
aman dulu. Dongeng berbagai suku bangsa sekitar Samudra
Atlantik itu menunjuk pada asal-usul suatu bangsa yang pernah
berada di tengah samudra, di sebuah benua yang kemudian
tenggelam. Hampir semua suku Indian di Benua Amerika menerangkan
asalusul mereka dari daerah timur, suatu pulau yang hilang di
tengah samudra.
Penelitian geologis terhadap dasar Samudra Atlantik juga
memperkuat semua dugaan ini. Di tengah Samudra Atlantik memang
terdapat suatu pegunungan. Di sebelah barat Portugal punggung
pegunungan ini melebar. Kepulauan Aores merupakan puncak gunung
dari benua yang tenggelam itu.
Jalur Pasif
Jika dibayangkan bahwa permukaan laut pernah ratusan meter lebih
rendah di zaman purba, maka terlihat suatu benua di tengah
samudra itu. Ilmu pengetahuan membenarkan pendapat ini, karena
air laut mendadak naik akibat melelehnya sungai es di utara bumi
-- belasan ribu tahun lalu, bersamaan dengan waktu yang pernah
dikemukakan Plato.
Juga ditemukan di dasar laut puluhan kilometer jalur pasir,
sesuatu yang hanya mungkin terbentuk oleh benturan ombak di tepi
pantai dan tidak di dasar laut. Semua ini memperkuat keyakinan
bahwa Benua Atlantis tenggelam di tengah Samudra Atlantik.
Perkembangan teknologi pesawat terbang, peralatan menyelam dan
fotografi di bawah air serta sonar untuk mengukur kedalaman laut
-- semua itu sangat membantu ilmu arkeologi. Di banyak tempat
kemudian ditemukan runtuhan bangunan dan kompleks kota di bawah
permukaan air laut, sebagian diperkirakan sebagai sisa
kebudayaan Atlantis.
Yang paling spektakuler ialah penemuan runtuhan bangunan di
sekitar Kepulauan Bahama di Laut Karibia, tahun 1969. Tembok
raksasa serta piramida seakan muncul dari dasar laut. Edgar
Cayce, seorang peramal di Amerika, sebelumnya pernah meramalkan
(sekitar 1940) bahwa Atlantis bakal muncul di sekitar Kepulauan
Bahama itu. Batu bangunan itu diteliti dan ternyata umurnya
10.000 sampai 12.000 tahun. lni dekat dengan waktu yang diajukan
Plato sebagai saat kehancuran Benua Atlantis dan dengan saat
sungai es meleleh, membanjiri sebagian bumi.
Di bagian lain Laut Karibia juga ditemukan banyak runtuhan
bangunan di bawah permukaan air. Suatu kompleks sangat luas di
lepas pantai utara Kuba diteliti kemudian dengan bantuan Soviet.
Uni Soviet memang menaruh perhatian terhadap kisah Benua
Atlantis yang hilang. Pihak Barat menilai perhatian Soviet ini
sebagai dalih mempelajari samudra dan laut di dunia untuk
keperluan pelayaran kapal selamnya. Apa pun alasannya, dunia
ilmu pengetahuan pasti beruntung dengan perkembangan penelitian
semacam itu.
Dalam tahun 1960-an, suatu ekspedisi Soviet ke sekitar Kepulauan
Azores di Samudra Atlantik meneliti kembali suatu hipotesa
tentang taghylite, suatu jenis lahar di dasar laut. Akhir abad
lalu P. Termier, seorang Prancis mengemukakan hipotesa bahwa
jenis lahar ini hanya mungkin terbentuk di atas permukaan laut.
Maka lokasi lahar itu ditemukan dianggap dulu berada di atas
permukaan air. Lahar itu terangkat ketika dilakukan perbaikan
kabel telegraf transatlantik yang putus ketika itu. Penelitian
Soviet tadi membenarkan hipotesa Termier itu, memperkuat pula
dugaan bahwa Benua Atlantis kini berada di dasar Atlantik.
Himpunan pengetahuan arkeologi dan geologi memberikan dasar
ilmiah yang kuat bagi penelitian selanjutnya di daerah itu.
Tinggal saja menemukan bukti tentang kegiatan manusia di situ.
"Letak dataran, balok batu serta bentuknya yang geometris,
semuanya memberikan indikasi kuat bahwa itu buatan manusia,"
tulis Monin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini