Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Musnah Koleksi karena Api

Puluhan koleksi Museum Bahari yang amat berharga musnah akibat kebakaran. Kondisi bangunan tak layak lagi untuk museum kebaharian.

21 Januari 2018 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Musnah Koleksi karena Api

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

HANYA dinding beton tebal dan beberapa tiang kayu ulin penyangga yang tersisa di kedua lantai Gedung C Seksi 2 dan 3 Museum Bahari, Jakarta, yang terbakar pada Selasa pekan lalu. Atap limas dan langit-langit kayunya musnah dilalap si jago merah. "Penyebab pastinya menunggu informasi dari polisi. Tapi, menurut petugas yang melihat kejadian, kebakaran itu berasal dari korsleting listrik," ujar Kepala Unit Pelaksana Museum Bahari Husnison Nizar, Rabu pekan lalu.

Sebagian lantai atas dan loteng Gedung A, yang berada tepat di sebelahnya, juga turut tersambar api hingga ludes. Tak kurang dari 60 koleksi di Gedung C pun ikut hangus, termasuk benda-benda bersejarah di Ruang Perang Laut Jawa. Menurut Husnison, koleksi benda bersejarah yang terbakar tersebut belum diasuransikan. Hanya bangunan Museum Bahari yang diasuransikan.

Mengenai penggantian koleksi benda yang terbakar, Husnison mengatakan pihaknya akan bekerja sama dengan ahli konstruksi dan pakar budaya. "Nanti kami lakukan penelitian lagi. Untuk replika, bisa kami bikin, cuma untuk benda asli kami belum tahu," ucapnya.

Bagi Susanto Zuhdi, guru besar Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, koleksi di Ruang Perang Laut Jawa itu bernilai tinggi. Dari koleksi yang di antaranya miniatur kapal-kapal perang, alat ukur jarak, teropong, bendera sinyal, dan peralatan makan awak kapal serta buku sejarah itu terkandung peristiwa pertempuran di permukaan laut terhebat dalam sejarah Perang Dunia II.

Kekalahan Komando Gabungan Amerika Serikat, Inggris, Belanda, dan Australia (ABDACOM) dari Angkatan Laut Kekaisaran Jepang dalam pertempuran Laut Jawa pada 27-28 Februari 1942 itulah yang mengawali tumbangnya kekuasaan Belanda di Hindia Belanda. "Itu peristiwa besar yang masuk dalam sejarah dunia. Sangat penting untuk studi pertahanan," ujar Susanto, yang ahli sejarah maritim, Kamis pekan lalu.

Ruang Perang Laut Jawa menjadi pameran tetap di Museum Bahari sejak diresmikan kurang dari setahun lalu. Pameran itu dibuka Duta Besar Inggris Moazzam Malik dan Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan pada 27 Februari 2017. Peresmian pameran itu sekaligus memperingati 75 tahun peristiwa yang menewaskan lebih dari 2.000 pelaut Sekutu, termasuk pemimpin ABDACOM, Laksamana Muda Karel Doorman, yang ikut tenggelam bersama kapalnya, Hr. Ms. De Ruyter, terkena torpedo Jepang.

Keempat negara itu, melalui kedutaan masing-masing, menyumbangkan benda-benda sejarah yang terkait dengan pertempuran di Laut Jawa dan Selat Sunda tersebut untuk koleksi Museum Bahari. Penggarapan pameran itu pun disokong penuh oleh United Kingdom National Museum, Australian National Maritime Museum, National Maritime Museum di Belanda, Angkatan Laut Amerika Serikat (United States Navy), dan Tokyo Keizai University Jepang.

Susanto berharap Ruang Perang Laut Jawa itu dapat direstorasi dan direkonstruksi. Namun ia menyarankan pameran tetap tentang peristiwa pertempuran laut Sekutu versus Jepang itu memiliki rumah baru yang lebih memadai dari Museum Bahari. "Sebagai negara yang mengaku bangsa bahari, sudah seharusnya kita memiliki museum maritim nasional," kata penulis buku Nasionalisme, Laut dan Sejarah itu.

Menurut Susanto, gedung Museum Bahari yang terbakar ini dikonservasi saja sebagai bangunan cagar budaya. Kalaupun akan dijadikan museum, lebih baik jika disesuaikan dengan sejarah yang melekat pada bangunan itu sebagai gudang rempah-rempah milik Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC).

Bangunan yang berlokasi di Jalan Pasar Ikan Nomor 1, Penjaringan, Jakarta Utara, itu dibangun dalam tiga tahap sejak 1652 hingga 1771; menjadikannya museum tertua di kawasan Kota Tua, lebih tua daripada Museum Fatahillah (eks Stadhuis) yang dibangun pada 1707.

Saran senada diungkapkan Ketua Tim Sidang Pemugaran Provinsi DKI Jakarta Bambang Eryudhawan. Menurut pria yang akrab disapa Yudha itu, bekas pergudangan yang jadi Museum Bahari tersebut tak perlu lagi menjadi museum, tapi dimanfaatkan sebagai galeri rempah-rempah dengan berbagai kemungkinan kegiatan yang mendukungnya. "Menjadi creative hub, ruang ekonomi kreatif dari hulu ke hilir untuk anak-anak muda. Dari tempat produksi sampai outlet-nya," ujar Yudha.

Dia mengatakan usul untuk tidak memfungsikan Museum Bahari sebagai museum merupakan ide lama yang pernah ia sampaikan saat Fauzi Bowo menjabat gubernur. Gagasan itu juga sudah menjadi bahan diskusi internal di Tim Sidang Pemugaran setiap kali Museum Bahari meminta rekomendasi perawatan, perbaikan, atau peningkatan fasilitas pendukung museum. "Terbukti pengelola sibuk menangani masalah banjir sehingga aspek permuseuman sering kali mengalah," katanya.

Persoalan banjir rob yang kerap melanda Museum Bahari juga dikeluhkan Adolf Heuken, penulis 13 buku tentang Jakarta, termasuk yang fenomenal, Historical Sites of Jakarta. Heuken menyebutkan Kali Besar tidak mengalir setelah ditutup untuk kepentingan pembangunan permukiman. Penutupan itu tak hanya membuat aliran air macet, tapi juga mengakibatkan bagian bawah Museum Bahari menjadi basah sehingga kayu yang berumur lebih dari 200 tahun tersebut tak lama lagi bakal rusak.

Satu lagi yang disesalkan Heuken: pembongkaran bangunan pos jaga di pojok luar museum. "Lima tahun lalu masih saya lihat. Mungkin pemerintah DKI tidak tahu arti bangunan tersebut," ujarnya kepada Tempo, Juni tahun lalu.

Menurut Yudha, jika merekonstruksi Museum Bahari pasca-kebakaran, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bisa sekaligus merekonstruksi Bastion Zeeburg, yang sempat terbongkar saat penggusuran kampung di sekitar Pasar Ikan pada 2016. Dinding luar yang menempel pada Museum Bahari itu adalah sisa tembok Kota Batavia yang penting dikonservasi.

Museum Bahari, menurut analisis Yudha, jikapun telah direkonstruksi, nantinya tidak mungkin mampu menampung perkembangan pameran museum yang modern di abad XXI. Apalagi jika berharap akan dikunjungi 250 ribu orang per tahun. "Kita butuh museum bahari atau maritim yang lebih luas, yang dapat menampung kebutuhan pameran dan pengunjung lebih banyak dan beragam serta lebih megah," ucap Yudha.

Susanto sependapat soal kondisi Museum Bahari yang tak memadai sebagai museum. Menurut dia, bangunan itu merupakan gudang yang bukan dirancang untuk sebuah museum. "Saya tidak bisa membayangkan tempat itu nyaman untuk sebuah museum kebaharian. Lihat saja plafonnya makin pendek karena lantainya terus ditinggikan," kata Susanto.

Dody Hidayat, Fadiyah


Bukti Sejarah yang Ludes

TIDAK kurang dari 60 koleksi Museum Bahari, Jakarta, musnah dalam kebakaran yang terjadi Selasa pekan lalu. Total koleksi museum yang diresmikan pada 7 Juli 1977 itu berjumlah sekitar 850 item, di antaranya berupa 107 miniatur perahu dan 19 perahu tradisional asli, seperti cadik Bali dan Pangandaran.

Terdapat juga koleksi diorama legenda bahari, peralatan navigasi di kapal, model dan miniatur kapal modern, serta perlengkapan penunjang kegiatan pelayaran, seperti mercusuar. Ada juga ruang pameran tetap sumbangan dari empat negara yang menggambarkan peristiwa pertempuran di Laut Jawa antara Sekutu dan Jepang pada 27-28 Februari 1942, yang baru diresmikan pada 27 Februari 2017.

Museum Bahari
Westzijdsche Pakhuizen atau Gudang Barat (dibangun secara bertahap mulai 1652 hingga 1771)

Menara Syahbandar
Oostzijdsche Pakhuizen atau Gudang Timur


Denah Museum Bahari

n Gedung A

Lantai 1

A. Ruang Pameran Temporer

B. Lobi

C. Ruang Awal Perkembangan Pelayaran Nusantara

D. Ruang Era Pelayaran Nusantara (Abad 7-15 Masehi)

E. Lobi

F. Ruang Teknologi Pembuatan Kapal

G. Ruang Matra Angkatan Laut

Lantai 2

H. Ruang Perpustakaan

I. Lobi

J. Ruang Berbagai Bangsa yang Datang ke Sunda Kelapa

K. Ruang Penjelajah Asing yang Pernah Singgah di Batavia

L. Lobi

M. Ruang Legenda Masyarakat Bahari Nusantara
- 2 patung Ratu Pantai Selatan
- 2 patung Dewa Ruci dan Bima
- 3 patung Malin Kundang
- 1 patung Putri Mandalika
- 3 patung Putri Naga

N. Ruang Legenda Masyarakat Bahari Internasional
- 1 patung Davi Jones l 3 patung Putri Mazu
- 3 patung Viking l 2 patung Dewa Baruna
- 1 patung Poseidon l 1 patung Putri Duyung

n Gedung B

Lantai 1

O. Toko Suvenir dan Kafe

P. Lobi

Q. Auditorium dan Teater

Lantai 2

R. Gudang

S. Gudang

n Gedung C

Lantai 1

T. Gudang

U. Lobi

V. Ruang Miniatur Perahu Tradisional

W. Lobi

X. Ruang Miniatur Perahu Tradisional
- 1 Perahu Asli Cadik Bali l 1 Perahu Asli Pangandaran l 1 Perahu Asli Sumatera Utara
- 1 Kemudi Kapal l 1 Rumah Kompas
- 4 Lukisan pantai dan pelabuhan
- 1 Miniatur Perahu Majapahit
- 1 Lampu Mercusuar l 1 Suar Pelampung
- 1 Mesin Penyedot Air Rob l 1 Miniatur Perahu Pinishi l 1 Miniatur kapal KRI Multatuli
- 1 Miniatur Kapal Van Deuvyken
- 1 Miniatur KM Surya Harapan

Lantai 2

Y. Gudang

Z. Gudang

Z1. Lobi

Z2. Ruang Perang

Laut Jawa
- 8 Buku Perjalanan Perang Laut Jawa
- 1 Bendera Morse Kapal Perang Besar
- 1 Set Perlengkapan Makan Angkatan Laut
- 1 Teropong Laut l 1 Keker l 1 Kompas Bintang
- 5 Bendera Asli Kapal Perang l 2 Miniatur Pesawat Fokker
- 1 Miniatur USS Houston l 6 Miniatur Kapal Perang
- 1 Miniatur Tank US

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus