Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Mutiara hitam dari sleman

Balai benih ikan cangkringan yogya membudidayakan kerang air tawar anadonta woodiana yang bisa dimakan untuk menghasilkan mutiara. meniru di thainan, taiwan. caranya tidak jauh berbeda dengan mutiara laut. (ilt)

9 Agustus 1986 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEJAK Juni lalu, Balai Benih Ikan Cangkringan Yogyakarta punya kesibukan baru: membuat mutiara. Pada lahan 5,5 hektar milik Dinas Perikanan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak di Kabupaten Sleman itu, 500 kerang mutiara sedang disiapkan memproduksi 10.000 mutiara. Sampai pekan lalu, seluruh percobaan berjalan dengan baik. Proses awal yang sulit telah berhasil dilalui: dari 500 kerang yang dirangsang, hanya lima ekor yang mati. Kerang yang lagi mengerami mutiara itu, bukan jenis kerang yang biasanya memproduksi mutiara. Kerang mutiara adalah kerang yang hidup di laut, sementara kerang yang sedang dibudidayakan di Cangkringan itu adalah kerang air tawar, dari jenis anadonta woodiana. Kerang ini, sebelumnya, tak pernah dikenal bisa memproduksi mutiara. Pengembangbiakannya tak lain cuma untuk dimakan. Karena itu, kerang air tawar anadonta woodiana bukan pendatang baru di Balai Benih Ikan (BBI) Cangkringan. Ia sudah dibudidayakan sejak 1969 untuk makanan rakyat. Pembenihannya dilakukan bersama berbagai jenis ikan yang diperkirakan bisa dikembangkan para petani setempat. Pembenihan kerang air tawar untuk dimakan itu ternyata bisa dibilang berhasil, bisa juga dikatakan gagal. Berhasil, dalam arti kerang jenis bisa berkembang biak dengan sangat cepat. Tapi, di sisi lain, perkembangan populasinya mengganggu pembenihan ikan lainnya. Maka, kerja para petugas BBI Cangkringan bertambah, membunuh dan membuang kerang yang beranak cucu terlalu cepat itu. Benih yang dihasilkan selalu berlebih dari kebutuhan. Pernah suatu kali diadakan semacam pembersihan kerang air tawar ini, karena tingkat mengganggunya sudah keterlaluan. Tambak-tambak pembenihannya dikuras, dan bibit-bibitnya dibuang total. Ternyata, tidak mudah mengadakan pemberantasan karena bibit-bibit yang luput dari operasi pembersihan itu berkembang biak lagi dengan cepat. Sampai suatu ketika, Kepala Dinas Perikanan DI Yogyakarta Ir. Harsono Puspowardoyo mengadakan perjalanan dinas ke Taiwan beberapa tahun lalu. Di negara itu, ia tertarik pada pembudidayaan kerang air tawar untuk produksi mutiara di Kota Thainan. "Prosesnya ternyata sangat mudah," tutur Harsono mengisahkan pengalamannya. Ketika menyelidiki lebih jauh, ia terkejut, karena kerang air tawar di Thainan itu tak lain kerang anadonta woodiana, yang di Yogya cuma mengganggu pembenihan ikan. Dengan cepat terbetik gagasan pada Kepala Dinas lulusan Institut Pertanian Bogor itu. Dalam waktu tidak lama Harsono menyiapkan percobaan pembuatan mutiara lewat kerang air tawar di BBI Cangkringan Ahli dari Thainan didatangkan dan diminta memberikan kursus kilat cara menanam bibit mutiara. Dalam waktu singkat, 11 petugas teknis telah terampil melakukannya dan siap menurunkan "jurus Thainan" itu kepada para petani. "Budi daya kerang mutiara itu sangat mudah," ujar Harsono. Praktis tak diperlukan apa-apa untuk mengembangbiakkan kerang ini. Makanannya hanya plankton, tumbuhan air bersel satu yang juga mudah berkembang biak sendiri. Lalu, penanaman bibit mutiara, menurut Harsono, juga tidak terlalu sulit, dan petani bisa melakukannya. Cara penanaman bibit mutiara air tawar ini tak banyak beda dengan mutiara laut. Prinsipnya, kerang akan mengisolasi suatu benda asing dalam tubuhnya dengan lendir. Lapisan lendir, yang dalam prosesnya makin lama makin besar, bila mengeras akan menjadi mutiara. Namun, ada juga perbedaan pembuatan mutiara pada kedua jenis kerang itu. Penanaman bibit mutiara pada kerang laut biasanya dilakukan dengan menyuntikkan sebutir pasir. Pada kerang air tawar, pasir ternyata mematikan. Lantas, bagaimana cara penanaman mutiara pada kerang air tawar? Proses dimulai dengan memilih kerang yang berusia 1-2 tahun, biasanya besarnya mencapai diameter 7 sentimeter. Kerang itu kemudian dibuka. Membuka katup kerang ini harus dilakukan sangat hati-hati. Pembukaan tak boleh lebih dari 2 sentimeter. Cara membukanya juga tak bisa dengan alat pencongkel, seperti membuka kerang untuk dimakan. Sebab, bila daging kerang tergores, menurut Harsono, otot kerang akan terluka dan ia tak lagi mampu mengatup dan akan mati dalam waktu singkat. BAGAIMANA cara membukanya? "Sederhana saja," kata Harsono, "dijemur saja selama lima menit, kerang akan membuka karena kepanasan." Setelah kerang membuka, kulitnya yang berbentuk kipas itu diganjal pada pembukaan 2 sentimeter. Selanjutnya, dimasukkan benda asing, yang dikenal sebagai inti mutiara. Inti ini diambil dari kerang air tawar sejenis, yang tak lain adalah daging paling luar. Potong daging ini lalu diiris-iris sampai sekitar 1 milimeter. Irisan kecil inilah yang disuntikkan ke bagian terdalam di antara lapisan-lapisan dagingnya. Caranya dengan memisahkan lapisan-lapisan daging itu. Kecermatan menanamkan inti ini menentukan kualitas mutiara yang dihasilkan. Semakin dalam inti ditanamkan, semakin tinggi kualitas mutiaranya. Warna lapisan paling luar kuning mengkilat, dan bila inti ditanamkan di bagian ini, mutiara yang dihasilkan berwarna kuning pula. Lapisan keduanya berwarna merah gelap. "Kualitas mutiara yang terbaik bila ia berasal dari lapisan paling dalam yang berwarna hitam," ujar Harsono. Pada satu kerang bisa ditanamkan 15-20 inti. Panen mutiara bisa dilakukan setelah kerang berusia lima tahun. Artinya, sekitar 2 atau 3 tahun setelah penyuntikan. Masa penanaman dua tahun ini bisa menghasilkan mutiara dengan diameter 3-4 milimeter. "Hasilnya indah sekali," ujar Harsono. Ia menambahkan bila penanaman dilakukan lebih lama, mutiara yang dihasilkan akan lebih besar. Sudah tentu banyak petani yang tertarik. "Saat ini, Kontak Tani Sidomulyo sudah mulai merintis budi daya itu," ujar Harsono. Maka, jangan kaget bila tiba-tiba di Sleman ada bursa mutiara hitam. Harganya? Barang koleksi macam ini tak punya batas harga. Jim Supungkat Laporan Yusro M.S. (Yogyakarta)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus