Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - NASA menemukan sebuah asteroid, yang meledak dan membentuk bola api raksasa saat memasuki atmosfer Bumi, Desember 2018.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ledakan spektakuler tersebut merupakan yang terbesar dalam 30 tahun terakhir, melebihi ledakan di Chelyabinsk, Rusia enam tahun lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ledakan tersebut terjadi di atas Laut Bering, lepas Pantai Kamchatka, Desember 2018. Pejabat Divisi Pertahanan Luar Angkasa NASA, Lindley Johnson, mengatakan, ledakan tersebut setara 10 kali bom Hiroshima.
Data yang didapat menunjukkan, asteroid tersebut menembus lintasan yang amat curam, menukik pada tujuh derajat siang hari, 18 Desember 2018. Ukurannya yang mencapai 173 sentimeter menghasilkan energi yang besar, 173 kiloton.
Kelly Fast, manajer program pengamatan objek dekat-Bumi NASA mengatakan, ledakan Chelyabinsk hanya 40 persen dari ledakan di Laut Bering. Tapi karena terjadi di atas laut, dampaknya tidak terlalu terlihat sehingga tidak muncul dalam berita.
"Ini adalah hal lain yang kita miliki dalam pertahanan kita, ada banyak air di planet ini," katanya.
Satelit Angkatan Udara AS merekam kejadian tersebut, yang menjadi bahan analisis NASA. Ledakan tersebut menunjukkan, tabrakan asteroid bisa terjadi kapan saja dan tanpa peringatan, serta perlunya pengamatan dini.
Tahun 2005, NASA ditugaskan oleh Kongres AS untuk memastikan lokasi 90 persen Asteroid dekat Bumi yang berukuran di atas 140 meter pada 2020. Namun para ilmuwan NASA mengatakan akan membutuhkan 30 tahun lagi untuk mencapainya karena dibutuhkan stasiun pemantau dan teleskop untuk merekam datanya.
Sebuah teleskop bernama NeoCam sedang dalam pengembangan dan akan diluncurkan ke titik keseimbangan gravitasi di ruang angkasa. Teleskop ini dapat melacak dan mengevaluasi asteroid di atas 140 meter, yang berbahaya.
Panji Moulana | Express.UK