DIAM-DIAM, Pusat Pengembangan Teknologi Pangan (Pusbangtepa) IPB, Bogor, sedang bersiap menghidangkan resep baru untuk para "teknisi" dapur. Itulah nasi goreng instan (NGI), yang siap disalikan hanya dalam tempo lima menit. "Penemuan ini bisa dikatakan yang pertama di dunia," ujar Florentinus Gregorius Winarno, direktur lembaga itu, kepada TEMPO pekan lalu. Adalah Departemen Hankam yang pada mulanya meminta Pusbangtepa meneliti kemungkinan pengembangan bahan makanan yang layak digunakan dalam keadaan darurat, misalnya di medan perang. Maka, sejak 1982, Winarno, dibantu tiga sarjana lain dan sekitar sepuluh tenaga staf, mulai memeras otak. Penelitian dinyatakan selesai bulan silam. Hasil pertama adalah nasi instan (NI), yang hanya membutuhkan sepuluh menit sampai siap untuk disantap. NI memang bukal yang pertama di dunia. Perusahaan makanan AS, misalnya General Food (GF), sudah lama membuat barang sejenis, bahkan dari skala komersial. "Tetapi mereka merahasiakan metodenya," tutur Winarno, lulusan Fakultas Kedokteran Hewan UI, 1962. Teknologi yang dipilih kelompok Winarno menempuh beberapa tahap. Mula-mula beras Cianjur itu direndam dalam larutan disodium hidrogen 0,25%-0,30% pada suhu kamar selama 16-18 jam. Kemudian direbus dalam larutan perendam yang sama selama 5-7 menit. Selanjutnya, diproses dengan kekuatan tekanan (pressure cooking) 1 kg/cm2, untuk sepuluh menit. "Pada tahap ini, beras menjadi keropos, pori-porinya mengembang sehingga mudah menyerap air, kata Winarno, doktor teknologi pangan dari Universitas Massachusetts, AS, 1970. Tahap akhir adalah pengeringan dengan suhu 130C-140C dalam satu jam. Proses NGI sedikit berbeda. Beras yang sudah dicuci direbus dulu dalam 7-10 menit. Kemudian ditiriskan, lalu dicemplungkan ke dalam minyak mendidih dengan suhu 180C-200C untuk dua menit. Terakhir diangkat, ditiriskan sampai dingin, sehingga kadar air tinggal sekitar 10%. Untuk memasaknya, NGI dicampur air panas dengan perbandingan 1:2, dibumbui, dan diaduk di wadah tertutup selama lima menit. Agak lain dengan NI, yang cukup dituangi air mendidih. NILAI gizi NI diakui kurang dari beras biasa Tetapi, "Nilai gizi yang hilang itu bisa diganti dengan vitamin," sela Winarno. Adapun rasanya, konon, sulit dibedakan dengan nasi biasa. Pusbangtepa mengerahkan 30 orang untuk mencicipi NI. Hasilnya, 90% dari 30 orang itu menyatakan tidak terdapat perbedaan rasa. Kelebihan lain, NI tahan lama dan kebal jamur serta serangga. Dengan kadar air 6%-7%, setengah kadar air beras biasa, NI bisa disimpan untuk hampir tiga tahun dalam kantung plastik tertutup. Setelah diolah kembali, ia bisa menyerap sekitar 63% kadar air, sehingga mencapai kelunakan yang disukai konsumen. Namun, kemungkinan melancarkan produksi besar-besaran masih diselidiki. Penelitian yang sudah selesai baru menghasilkan 500 kg NI, dan 50 kg NGI. Semuanya sudah diserahkan ke Puslitbang Hankam untuk diteliti. Kelak, "Bulog pun bisa memanfaatkan teknologi ini," kata Winarno, staf ahli Menmud Urusan Pangan itu. NI memang belum bisa dibuat di rumah tangga, karena teknik pengeringan dan pemanasannya yang khusus. "Kalau nasi goreng instan, saya kira bisa dibuat sendiri," kata Winarno, 46, ayah tiga anak itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini