DALAM dua atau tiga tahun mendatang, para penyelam diperkirakan dapat bertahan beberapa hari terus-menerus di bawah permukaan air. Tanpa membawa tabung oksigen, dan tanpa perlu muncul ke permukaan untuk menghirup udara segar. Teknologi ini dirintis Joseph dan Celia Bonaventura dari Pusat Biomedis Kelautan Universitas Duke di Beaufort, Carolina Utara, AS. Pasangan peneliti ini sejak sekitar sepuluh tahun lalu mencoba berpaling kepada ikan, yang dengan insangnya mampu mengekstraksikan oksigen dari air laut. Pada sistem pernapasan manusia, oksigen yang berasal dari udara diantarkan kepada cairan, yaitu darah. Tetapi, pada insang, oksigen yang berasal dari cairan yang satu (air laut) diantarkan ke hemoglobin dalam cairan yang lain (darah ikan itu sendiri). Dari kenyataan ini, pasangan biolog Bonaventura mencari material yang memiliki daya serap seperti insang. Pada 1976, mereka mempelajari polyMrethane - spons seperti yang biasa dipasang pada kursi - dari jenis yang khusus. Spons ni memang sudi bekerja sama dengan air. Lalu, untuk mengetahui apakah material tadi juga bisa bekerja sama dengan darah, Joseph Bonaventura mengucurkan darahnya sendiri. Hasilnya menggembirakan. Masalah berikutnya ialah menemukan cara yang efisien untuk membebaskan oksigen yang sudah terserap. Hal itu bisa dilakukan dengan kejutan listrik, dengan menmgkatkan keasaman air, atau dengan menurunkan persentase oksigen bebas di dalam air yang membungkus spons tadi dengan, misalnya, menambahkan nitrogen. Hemoglobin ikan, ternyata, sangat kuat terikat pada oksigen. Pasangan Bonaventura lalu mencoba hemoglobin lain yang tidak begitu kuat terikat kepada oksien. misalnya yang terdapat dalam darah domba. Percobaan terakhir menggunakan haeme murni, yaitu unsur aktif hemoglobin. Dari bahanbahan ini kemudian pasangan itu memberi nama haemosponge pada sistem pernapasan buatannya. Penyelam yang akan menggunakan sistem ini membawa sepasang tabung haemosponge di punggungnya. Tabung pertama menyemprotkan oksigen ke kantung udara yang terdapat di dada penyelam. Tabung lainnya berfungsi menarik oksigen dari air laut. Napas yang dihembuskan sang penyelam akan dibersihkan dari karbon dioksida melalui sebuah kotak, sebelum dikembalikan ke kantung udara. Sebuah motor yang digerakkan baterei bertugas mengatur sirkulasl ini. Sejak beberapa tahun lalu, percobaan insang buatan ini ditunjang oleh Dinas Riset Angkatan Laut AS. "Kami pasti tergila-gila, blla sistem ini bisa diterapan ke kapal selam," ujar Dr. Eli D. Schmell, pejabat pada lembaga itu. Tetapi, tampaknya, cita-cita tadi masih membutuhkan banyak waktu. Dalam versi terakhir sistem itu baru menghasilkan seperempat liter oksigen per menit. Menurul Stephen Porter, penyelam eksperimental dari Laboratorium Riset Lingkungan Duke di Durham, Carolina Utara. "Seorang penyelam pekerja membutuhkan sekitar dua liter oksigen per menit." Tahun lalu, Duke berpatungan dengan Aquanautics Corp. dari San Erancisco untuk mengkomersialkan haemosponge. Kemungkinan memanfaatkan sistem ini untuk mesin-mesin di bawah permukaan air dilakukan oleh Makai Ocean Engineering Inc., Hawaii. Belakangan, sistem ini sedang dirancang untuk dikembangkan melayani, misalnya, "Sebuah masyarakat di bawah permukaan air." Secara teoretis, menurut para peneliti, sebuah contazner dengan paniang tiga meter dan diameter satu meter (lapat menyediakan oksigen bagi sekitar 150 orang yang bekerja di bawah permukaan laut. Namun, teori itu terbentur pada kenyataan bahwa kandungan oksigen sangat terbatas dalam sebuah massa air laut. Misalnya, untuk 150 orang itu diperlukan suplai air laut 4.000 sampai 5.000 galon per menit. Sementara menunggu hasil terakhir, Aquanautics sudah mematenkan sistem haemosponge, seraya menanamkan modal yang meliputi jutaan dolar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini