Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DIJUAL Rp 25 ribu per botol ukuran 10 militer, pembersih noda instan karya Christian Chandra, Christine Natalia, Clarissa Olivia, Tegar Perkasa, Winda Devina, dan Lyshien Starlin itu laris manis. Sejak mulai mereka jual secara terbatas pada pertengahan tahun ini, cairan ciptaan mereka itu sudah laku 2.500 botol. Mereka menamakannya StainNo.
Saat ini, kata Christian, jenis noda yang bisa dilenyapkan StainNo dalam sekejap masih terbatas. Yang sudah teruji antara lain bercak saus sambal, kecap, tumpahan air teh, kopi, es krim, dan kuah soto berkunyit. "Kelebihannya, ini tidak menimbulkan alergi, lebih aman daripada penghilang noda bikinan pabrik yang menimbulkan iritasi," ujarnya Senin pekan lalu.
Keenam mahasiswa teknik kimia Institut Teknologi Bandung itu mulai meriset cairan pembersih ini pada Oktober tahun lalu. Saat sedang makan, salah satu dari mereka bajunya terkena saus sambal. "Kami lalu berpikir bagaimana menciptakan pembersih noda darurat untuk insiden semacam itu. Supaya tidak malu waktu ketemu dosen," kata Christian. Mereka tergabung dalam Tim Senyum Indonesia Mandiri ITB.
Prinsip dasarnya, pembersih noda instan membutuhkan asam sitrat, yang dalam industri kimia sering dipakai sebagai pengawet, pelembut pakaian, dan campuran detergen. Mereka lalu memutuskan membuat senyawa ini dari kulit pisang. "Kalau jeruk kan kebanyakan impor, kami pilih pisang lokal," ujar Winda.
Bahan yang mereka pakai kulit pisang raja. Alasannya, pisang jenis ini mudah didapat, antara lain dari penjual gorengan di sekitar Pasar Simpang Dago, Bandung. Lokasi itu dekat tempat kos anggota, yang mereka pakai untuk mengemas StainNo.
Dibimbing dosen, purwarupa pelenyap noda instan itu rampung pada Januari lalu. Inovasi itu menjadi juara ketiga dalam perhelatan Youth Eco Preneur Competition 2015 di Bandung, 13 Mei lalu. Dua bulan sebelumnya StainNo malah menjadi kampiun dalam ASEAN Chemical Product Design Competition di Universitas Indonesia. "Semua anggota terlibat dalam produksi, sebagian menangani keuangan dan manajemen," kata Christine.
Banyak sudah investor yang tertarik mengembangkan produk ini, termasuk dari Malaysia dan Inggris. Namun mereka memilih bekerja sama dengan Sekolah Bisnis dan Manajemen ITB. Menurut Christine, timnya menjadi produsen dan Sekolah Bisnis yang mengelola pemasarannya. Kini mereka tengah mengurus hak paten, izin usaha, dan izin produksi dari Dinas Kesehatan Jawa Barat.
1 kilogram limbah kulit pisang diekstraksi untuk mendapatkan zat aktifnya. Jenis zat aktif itu dirahasiakan.
Ekstrak kulit pisang kemudian difermentasi dengan bakteri Aspergillus niger untuk menghasilkan asam sitrat.
Hasil fermentasi seperti gel berwana putih, dipanaskan sampai suhu 80 derajat Celsius selama 24 jam. Kemudian dituang ke gelas kimia dalam kondisi panas agar tidak menggumpal seperti gel.
Cairan fermentasi dalam gelas kimia dicampur dengan lima jenis bahan kimia lain dan air, agar pelarut noda tidak terlalu berbusa ketika dipakai. Juga ditambahkan pewangi.
Formula itu sanggup mengisi 60-70 botol berukuran 10 mililiter.
Botol StainNo dilengkapi semacam kelereng di ujungnya, seperti kemasan deodoran cair. Setiap botol sengaja tidak diisi penuh sehingga bisa dikocok dan cairan tak menggumpal.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo