RCTI memulai percobaan siaran dengan sistem stereo. Ternyata, tak semua televisi stereo bisa memanfaatkannya. Ada alat yang bisa menstereokan televisi. Pemancar radio stereo sudah bukan barang baru lagi di sejumlah kota besar. Namun, televisi, baru RCTI yang akan melakukannya. Maka, perang iklan yang menawarkan pesawat penerima televisi yang mampu menangkap siaran stereo itu pun kini gencar. Sebuah merek mengklaim sebagai satu-satunya televisi stereo yang menggunakan sistem yang sama dengan RCTI. Bahkan sebuah iklan yang lain berbunyi: "TV Mono Jadi Stereo". Di bawahnya, disertai iming-iming "untuk bisa mengikuti siaran stereo RCTI". Topik stereo itu tampak merebak setelah RCTI (Rajawali Citra Televisi Indonesia) menggelar uji coba siaran tereo. Film seri LA Law, acara musik, dan beberapa film lepas RCTI ditayangkan Rabu, Jumat, Sabtu, dan Minggu, selama Januari ini memang terdengar lebih jernih dan bersih. "Tapi siaran stereo secara resmi baru dilakukan Februari nanti," kata Zsa Zsa Tamzil, Manajer Humas RCTI. Pesawat penerima TV stereo sebetulnya bukan barang baru di Indonesia. Polytron atau Sony, misalnya, telah tahunan menjajakan TV stereo. Namun, fasilitas stereo itu hanya baru akan dinikmati, ya, lewat RCTI itu. Untuk itu, RCTI mengoperasikan perkakas stereo transmitter merek Rohde & Scharz (Jerman) seharga US$ 120 ribu (sekitar Rp 230 juta) sumbangan perusahaan elektronik Polytron. Dengan meluncurnya siaran TV stereo itu berarti Rajawali Citra telah melakukan perombakan besar. Sebelumnya, gelombang yang dipancarkan antena transmiter RCTI hanya terdiri dari dua paket: satu membawa pesan-pesan suara (audio), dan satu lainnya memuat pesan-pesan gambar (visual). Kini, paket audionya sendiri dipecah menjadi dua: suara kanan, dan kiri. Itulah salah satu ciri suara stereo. Dengan begitu, memang hanya TV stereo yang bisa memberi respons terhadap siaran RCTI itu. Bagi TV mono, yang menjadi mayoritas di Jakarta, siaran stereo ini tak membawa pengaruh. Sebab, hanya TV stereo yang punya komponen untuk menerima paket suara itu, dan memisahkannya, lalu menyajikannya lewat dua buah loudspeaker. Dalam dunia pertelevisian, siaran stereo ini menganut pelbagai tipe sistem. Di antaranya ada yang disebut sebagai Dual Sub-Carrier alias zweiton, biasa dipakai di Jerman, Nicam di Inggris, Multiplex FM/AM BTSC model Amerika atau Dual Sub- Carrier versi Korea. Untuk kondisi siaran TV Indonesia, sistem yang cocok adalam Dual Sub-Carrier versi Jerman dan Nicam itu. Soal kecocokan ini tak boleh diabaikan. Sebab, perbedaan sistem tadi akan mempengaruhi penerimaan. Pesawat TV stereo versi Amerika, stereonya tak akan jalan jika dipasang di saluran RCTI. Sebaliknya, Dual Sub-Carrier atau Nicam tak akan keluar stereonya jika memutar saluran TV Amerika. Namun, perusahaan elektronik seperti Sony memproduksi pesawat TV dengan pelbagai sistem. Sistem stereo ini pun membuka peluang bukan hanya membuat suara lebih jernih dan lebih bersih, melainkan juga memungkinkan pengembangan servis siaran. Sebab, jalur stereo itu, secara awam, bisa diartikan sebagai ketersediaan saluran suara lebih dari satu. Dual Sub-Carrier punya dua jalur dan sering disebut dengan istilah bilingual, sedangkan Nicam memiliki tiga jalur alias trilingual. Ketersediaan jalur ekstra itu bisa dimanfaatkan untuk membuat siaran dengan lebih dari dua bahasa sekaligus. Misalnya, menggelar tayangan berita dalam bahasa Cina, Melayu, dan sekaligus Inggris. Satu gambar tiga bahasa. Dalam TV Nicam ada panil khusus yang bisa dipakai untuk mengubah-ubah jalur suara itu. Begitu pula sistem Dual Sub-Carrier, bisa menyelenggarakan dua jalur suara. Fasilitas inilah yang hendak dimanfaatkan RCTI menayangkan siaran dengan dua bahasa, tentu untuk film-film impor. Selain disajikan dalam bahasa asli, film itu akan disisipi (di-dubbing) pula dengan bahasa Indonesia -- dengan konsekuensi bahasa asli terhapus. Pada tahap pertama, "Prioritasnya diberikan bagi film kartun untuk anak-anak," kata Zsa Zsa. Namun, harap dimaklumi, jika program siaran dua bahasa itu ditayangkan, konsekuensinya stereonya akan hilang. Bagi Ir. Doddy Irawan, Manajer Teknik RCTI, suara stereo memang tak harus mengalun di sepanjang siaran. "Suara stereo tidak efektif untuk acara-acara narasi. Efek stereo tak memberi nilai tambah bagi acara seperti itu," ujarnya. Maka, siaran berita atau film kartun bukanlah program yang ditargetkan berstereo. Bagaimana dengan pemilik TV mono? Dengan menambah sebuah alat, TV mono bisa diubah menjadi stereo. Alat bantu ini disebut PSP (Polytron Stereo Processor), berbentuk boks -- lebih kecil dari video. Jika akan dipakai, PSP ini harus dihubungkan dengan pesawat TV dan dua buah loudspeaker. Harganya Rp 190-an ribu, tanpa loudspeaker. Namun, alat ini kurang praktis. Bila dinyalakan, panil pengatur volume TV harus dikecilkan agar tak mengganggu suara stereo dari loudspeaker ekstra. Kemudian, kalau akan mengubah siaran dari TVRI ke RCTI, misalnya, perlu ada prosedur ekstra: saluran TV diubah, lalu tuner pada PSP diputar untuk mendapatkan gelombang RCTI. Merepotkan memang. Lagi pula, "Tak senikmat suara TV stereo aslinya," kata Vincent Hermawi, Direktur PT Hartono Istana Electronics, agen merek Polytron. Bagi mereka yang ingin menikmati stereo asli, tak ada cara lain kecuali membeli TV stereo, yang tinggi harganya (satu juta rupiah ke atas). Putut Tri Husodu dan Liston P. Siregar
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini