Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sains

Peraih Nobel Fisika 2022 Patahkan Argumen Einstein tentang Kuantum

Bagi Einstein "Tuhan tidak bermain dadu".

6 Oktober 2022 | 17.31 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Fakta mengejutkan datang dari penghargaan Nobel Fisika tahun ini yang dengan jelas mematahkan argumen Albert Einstein pada papernya yang berjudul “Can Quantum-Mechanical Description of Physical Reality Be Considered Complete?”

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tiga ilmuwan yang meraih penghargaan Nobel Fisika 2022, yakni Alain Aspect dari Prancis, John F. Clauser dari Amerika Serikat (AS), dan Anton Zeilinger dari Austria menjelaskan bahwa hal yang dianggap tidak mungkin bagi Einstein mengenai ‘Quantum Entanglement’ saat ini justru dapat dibuktikan.

Istilah Quantum Entanglement pertama kali dikenalkan Einstein dalam sebuah paper yang ditulisnya sebagai bentuk kekecewaannya pada hasil Konferensi Solvay tahun 1927.

Konferensi Solvay kelima merupakan konferensi paling bersejarah dalam fisika karena 29 ilmuwan kuantum - setengah dari peserta yang datang mendapatkan penghargaan Nobel - membahas mengenai teori kuantum yang sangat berbeda dengan fisika klasik.

Hasil kesimpulan dari konferans tersebut menyebutkan pada level kuantum sebuah objek bukan lagi sesuatu yang dapat diukur dengan pasti, artinya manusia hanya dapat menghitung peluang keberadaan kuantum. 

Bagi Niels Bohr dan sebagian Ilmuwan lain memaparkan kuantum sebagai suatu objek superposisi. Untuk mudahnya, kita memisalkan kuantum sebagai uang koin yang memiliki dua sisi gambar yang berbeda. Saat kita memutarkannya, koin tersebut berada pada kondisi superposisi yang berarti kita tidak dapat memprediksi dengan pasti sampai kita benar-benar mengukur dan melihatnya sendiri.  Dalam skenario koin ini artinya kita memberhentikan koin tersebut yang kemudian menunjukan hanya ada satu gambar sisi koin yang terlihat.

Hal itu menimbukan perdebatan Bohr dan Einstein. Perdebatan tersebut berujung hingga ranah filosofi. Bagi Einstein “Tuhan tidak bermain dadu". Perkataan tersebut memiliki makna bahwa seluruh yang ada di alam semesta ini tidak mungkin hanya dapat diukur melalui sebuah peluang, yang selanjutnya dibalas dengan Bohr dengan “Einstein, stop memberitahu Tuhan tentang apa yang harus dilakukannya.”

Kekecewaan itu membuat Einstein berusaha mencari kesalahan teori kuantum. Ia mengajak Boris Podolsky dan Nathan Rosen untuk bekerja sama membuat sebuah paper berjudul ‘Dapatkah deskripsi mekanika kuantum tentang realitas fisik dianggap komplit?’ pada 1935.

Paper yang kemudian dikenal dengan EPR Paradoks itu bermaksud untuk membantah teori kuantum, bahkan pada hari rilisnya paper ini, harian New York memberitakannya dengan judul “Einstein Attacks Quantum Theory”.

Ironinya paper ini justru menyerang balik Einstein karena apa yang diramalkan dalam papernya sebagai fenomena yang mustahil untuk dijelaskan dengan teori kuantum, saat ini justru terbukti adanya. Hal mustahil itulah yang disebut dengan Quantum Entanglement.

Untuk memahami Quantum Entanglement dengan lebih mudah, bayangkan dua buah partikel atau sebut saja dua bola dengan jarak yang amat jauh tetap dapat terhubung secara inheren. Fenomena itu yang dijelaskan Einstein sebagai konsekuensi dari anggapan bahwa kuantum dalam keadaan superposisi. Hal tersebut mustahil baginya karena tidak mungkin ada dua objek yang lebih cepat dari kecepatan cahaya (foton) dapat berkomunikasi tanpa jeda seolah ruang waktu tidak ada, itulah yang kemudian Einstein sebut dengan istilah “spooky action at a distance”. 

Pada tahun 1964 seorang fisikawan bernama John Bell mengeluarkan sebuah jurnal yang menjelaskan bahwa anggapan Einstein tentang Quantum Entanglement dapat dibuktikan secara matematis. Ia juga membuat skema pembuktian yang disebut Bell"s Theorem. 

Teorama Bell mendorong perkembangan "Revolusi Kuantum Kedua". Skema itu kemudian dijalankan oleh Clauser pada tahun 1972 dan Aspect pada tahun 1982. Mereka berdua yang tahun ini meraih penghargaan atas karya yang mengawali era baru, membuka mata komunitas fisika akan pentingnya Entanglement.

Selain itu, karya eksperimental Anton Zeilinger, menonjol karena penggunaan Entanglement  yang inovatif, baik dalam penelitian fundamental dalam aplikasi seperti kriptografi kuantum.

ZAHRANI JATI HIDAYAH | NOBEL PRIZE


CATATAN:
Judul artikel ini telah mengalami perubahan pada Kamis 6 Oktober 2022, pukul 19.00 WIB. Terima kasih.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus