CABANG teknologi yang kini melaju sangat pesat ialah mikroelektronik, yang digunakan dalam industri komputer. Mikroelektronik sendiri berkembang karena kemajuan di bidang fisika zat padat, seperti masalah konduktor dan superkonduktor. Jika Anda memiliki dua lajur logam - misalnya timah hitam, timah, atau nobium - dan kedua lajur tadi didinginkan hingga sekitar -273C, maka kedua lajur logam tadi menjadi superkonduktor. Yaitu bahan, atau material, tempat elektron-elektron dapat bergerak tanpa banyak memboroskan energi karena panas yang dibangkitkan. Bila di antara kedua lajur tadi ditempatkan satu lapisan bahan isolasi, sehingga terbentuk semacam sandwich, terciptalah apa yang disebut "persimpangan Josephson" - PJ (Josephson junction) - buah pikiran fisikawan Inggris Dr. Brian Josephson dari Universitas Cambridge pada 1962. Manfaat PJ sendiri baru disadari betul dalam beberapa tahun terakhir ini, ketika orang sibuk memikirkan sakelar (switch) untuk komputer super. Sakelar yang dibuat dari PJ akan ribuan kali lebih cepat ketimbang sakelar pada chip, yang terbuat dari silikon atau arsenida gallium. Sayangnya, PJ tidak dapat dikemas rapi dan padat, seperti halnya sakelar konvensional. Inilah yang membuat putus asa para ilmuwan mikroelektronik. IBM malah menghentikan segala kegiatan penelitian PJ itu pada 1983. Para industriwan komputer Jepang memperkirakan, baru setelah abad ke-21 mereka memproduksikan komputer dengan PJ. Tetapi kini ternyata fungsi sakelar hanyalah satu di antara keistimewaan PJ. Kemampuannya mendeteksi perubahan-perubahan kecil sekali dalam fluks magnetik ternyata jauh lebih penting. Pada dasarnya, PJ merupakan detektor kebocoran elektron. Jika PJ diberi voltase beberapa elektron akan berhasil menyelinap melalui pelapisan isolasi di tengah. Jika kekuatan medan magnet bervariasi, voltase tadi akan mengalami osilasi. PJ yang memang dipasang untuk mengukur osilasi ini disebut squid (superconducting quantum interference device). Kepekaan squid dapat dipertinggi dengan proses miniaturisasi, seperti yang dipakai membuat chip. Dia dapat dibentuk pada film tipis, dan dipadatkan dalam tempat 1/5.000 milimeter2. Squid merupakan alat pengukur "terakhir". Mencari sesuatu yang tidak dapat dideteksi squid merupakan pekerjaan sia-sia. Squid dapat digunakan memonitor dan menelusuri fluks magnetik yang dikeluarkan gelombang-gelombang otak. Selama ini, untuk keperluan itu digunakan elektrosefalograf yang harus dihubungkan dengan kepala. Sedangkan squid dapat melokalisasikan sumber aktivitas listrik di otak hingga pada beberapa milimeter saja. Di bidang magneto-telurik John Clarke, profesor dari Berkeley, menggunakan squid untuk menghitung tahan jenis listrik pada beberapa kedalaman bumi Terutama untuk eksplorasi minyak bumi dan sumber daya geotermal. Para ahli arkeologi Oxford menggunakan pula squid untuk menentukan umur keramik. Kendati penggunaan PJ belum terwujud di bidang komputer, eksperimen sudah dilakukan dalam usaha mengubah sinyal-sinyal analog menjadi sinyal digital. Sinyal radar, misalnya, tiba dalam bentuk sinyal analog. Untuk ditangani komputer, sinyal itu harus diubah menjadi sinyal digital. Squid memang dapat disesuaikan melalui banyak cara. Oleh karena itu, dengan berbagai cara pula Biro Standar AS menggunakan squid untuk menentukan volt standar. Pemanfaatan squid dalam penelitian dasar kini benar-benar digunakan para sarjana Imperial College di London, untuk menemukan monopol magnet, yang hingga sekarang tetap elusif. Partikel subatomik itu sangat "misterius" dan elusif. Ia pernah terlihat sekali pada 1982. Setelah itu, usaha untuk menemukannya belum mencapai jalan terang. Satu-satunya cara untuk memergoki monopol listrik tersebut, mungkin, melalui squid. M. T. Zen
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini