Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pil putih tak bermerek menjadi penyebab puluhan orang di Kalimantan Selatan, mengalami "mabuk kecubung". Hingga akhir pekan kemarin, dari puluhan orang itu, beberapa masih harus menjalani perawatan di Rumah Sakit Jiwa Sambang Lihum, Banjarmasin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Seperti diketahui, korban 'mabuk kecubung' itu berdatangan ke Rumah Sakit Jiwa itu sejak 5 Juli lalu. Selang sepuluh hari kemudian, jumlah pasiennya bertambah menjadi 50 orang. Pada akhir pekan kemarin Dinas Kesehatan Kalimantan Selatan menyatakan ada 56 pasien.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mereka yang berusia 22-50 tahun tersebut datang dari berbagai daerah seperti Banjarmasin, Banjarbaru, Banjar, Hulu Sungai Selatan, Batola, dan Kapuas Provinsi Kalimantan Tengah. Per 15 Juli telah pula disampaikan dua pasien meninggal.
Informasi pil putih tak bermerek didapat dari keterangan para pasien itu. Pil yang sedang diteliti dan ditelusuri oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) dan kepolisian itu diduga mengandung ekstrak buah kecubung.
Hasil temuan yang baru diketahui hingga kini adalah pil tersebut masuk jenis carnophen yang memiliki kandungan parasetamol, carisoprodol, dan kafein. "Ketiga kandungan itu diduga menghasilkan efek samping yang mirip dengan buah kecubung," kata Psikiater Konsultan Adiksi Rumah Sakit Jiwa Sambang Lihum, Banjarmasin, Firdaus Yamani, Jumat lalu, 20 Juli 2024.
Firdaus, yang juga anggota Perhimpunan Dokter Spesialis Kesehatan Jiwa Indonesia (PDSKJI) itu menerangkan, berdasarkan aturan Kementerian Kesehatan, pil carnophen termasuk narkotika golongan I dan bersifat ilegal. Adapun kandungan lebih rinci dari pil putih itu, mengutip keterangan dari kepolisian setempat, menunggu hasil dari Laboratorium Forensik (Labfor) Mabes Polri Cabang Surabaya.
Firdaus juga menyatakan kondisi pasien yang masih dirawat hingga akhir pekan kemarin sudah semakin baik. Namun, belajar dari kasus-kasus sebelumnya, Firdaus meminta agar masyarakat tidak sekali-kali mencoba mengonsumsi buah kecubung, apalagi menggabungnya dengan obat-obatan yang lain.
“Ini harus jadi keprihatinan kita bersama sebab meski baru indikasi, namun, (kecubung) ini berbahaya karena menyebabkan halusinasi," katanya sambil menambahkan, "Perlu kolaborasi dengan berbagai pihak untuk mengedukasi masyarakat agar menjauhi konsumsi tanaman ini.”
Terpisah, Inggrid Tania, Ketua Perkumpulan Dokter Pengembang Obat Tradisional Jamu Indonesia (PDPOTJI) menyatakan bahwa kecubung sudah tidak digunakan lagi sebagai salah satu obat tradisional. Kecubung kini digolongkan sebagai tanaman beracun.
Dulu, kecubung banyak digunakan sebagai obat untuk menambah stamina dan meredakan nyeri pada bagian tubuh tertentu. Sayangnya, tidak semua orang bisa tahan dengan efek samping dari kecubung yang dapat menimbulkan halusinasi, meningkatnya gairah seksual secara tiba-tiba, gangguan denyut jantung sampai mengalami kematian.
Dijelaskan Inggrid, efek samping kecubung berasal dari senyawa alkaloid, atropin dan skopolamin. Efek bekerja bervariasi tergantung pada dosis, cara konsumsi, dan kondisi kesehatan individu. Gejala keracunan, disebutkannya, biasanya muncul dalam waktu 30 menit hingga dua jam setelah konsumsi, dan dapat bertahan selama berhari-hari.
ALIF ILHAM, ANTARA
Pilihan Editor: Mahasiswi Desain Telkom University Juara di India di Top 3 Tekno