Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pusat Studi Gempa Nasional (Pusgen) membuat Peta Deagregasi Bahaya Gempa Indonesia untuk Perencanaan dan Evaluasi Infrastruktur Tahan Gempa. Menurut Ketua Tim Penyusun Muhammad Asrurifak, peta itu baru dibuat pertama kalinya di Indonesia. “Peta itu menggambarkan sumber-sumber gempa dominan di suatu wilayah,” katanya, Sabtu, 14 Januari 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sumber data pada peta itu menggunakan peta ancaman bahaya gempa yang diluncurkan Pusgen pada 2017. Asrurifak mengatakan, peta deagregasi itu bukan untuk kepentingan umum, melainkan khusus bagi perencana suatu bangunan, konsultan, atau peneliti. “Data pada peta deagregasi itu hanya menunjukkan gempa dominan apa saja yang perlu diambil untuk perencanaan bangunan,” ujarnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Data peta nantinya harus dimodifikasi pengguna untuk disesuaikan dengan lokasi perencanaan suatu bangunan karena setiap tempat berbeda-beda kondisi gempanya. Konsultasinya dengan spesialis khusus site specific analysis. “Jadi memang khas itu nanti hanya untuk bangunan tertentu saja, sangat spesifik,” kata Asrurifak. Contoh bangunan itu seperti gedung, waduk, jembatan, jalur kereta, kilang minyak.
Pada berbagai jenis bangunan atau infrastruktur itu, digolongkan juga kekuatannya terhadap gempa dengan periode ulang tertentu dari minimal 100 hingga 10 ribu tahun. Untuk gedung, misalnya, memakai periode ulang sampai 2.500 tahun, jembatan 1.000 tahun, bendungan dan instalasi nuklir hingga 10 ribu tahun. “Karena bangunan itu sama sekali tidak boleh rusak kalau terjadi gempa besar,” ujarnya.
Peta itu dibuat sebagai upaya mitigasi terhadap potensi gempa yang terkait dengan korban jiwa dan kerugian kerusakan akibat gempa. Pada beberapa kasus, prosedur pemilihan dan modifikasi gerak tanah (ground motion) menjadi krusial. Peta menggunakan analisis riwayat waktu respons linier dan non-linier agar struktur bangunan aman dari guncangan gempa.
Asrurifak mengatakan penyusunan peta deagregasi itu memakan waktu selama dua tahun. Selain menggunakan data dan riset yang ada, tim penyusun juga menyertakan data dan metode terbaru dari hasil riset para mahasiswa pascasarjana. “Peta ini kontribusi dari tim untuk pengabdian, kita bikin tidak dibayar,” ujarnya. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat membagikan peta itu yang bisa diakses secara gratis.
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.