Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Setiap penemuan zat yang ditujukan sebagai obat harus melalui banyak tahapan, tak terkecuali dalam ilmu kedokteran hewan. Dosen Kedokteran Hewan di Universitas Padjadjaran, Endang Yuni Setyowati, mengatakan itu saat ditanya tentang obat penyakit mulut dan kuku atau PMK pada hewan ternak ramuan seorang warga Bandung.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ramuan asam laktat bernama Obat Luar Organik Serbaguna atau OLOS itu langsung ditolak saat ditawarkan ke instansi terkait penanganan wabah PMK. Namun, saat dicoba langsung pada sapi sakit di Pengalengan dianggap memberi pengaruh kepada kondisi sapi yang membaik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Endang, tahap penelitian harus dilalui, dimulai dari mengetahui kandungan zat aktif pada setiap bahan yang digunakan dalam OLOS. “Caranya dengan meneliti sifat bahan aktifnya,” katanya pada Jumat, 8 Juli 2022.
Tahap selanjutnya meneliti sifat-sifat bahan aktif bila bercampur dengan bahan aktif lainnya. Kemudian melakukan pengujian di laboratorium secara in vitro atau menggunakan media kultur, dan menentukan komposisi bahan yang terbaik sebagai obat. Formula itu lalu diujikan kembali menggunakan hewan percobaan serta pengujian di lapangan.
Semua tahap uji itu, menurut Endang, dilakukan berkali-kali dan hasil penelitiannya dipublikasikan untuk mendapatkan kritik dan saran dari ahli di bidangnya. “Penelitian pun dilakukan oleh periset di bidang yang sesuai,” ujarnya menambahkan.
Seperti diketahui, peramu OLOS adalah Simon Yudistira Sanjaya, 58 tahun, yang mengaku lulusan Teknologi Pangan Universitas Pasundan pada 1990. Racikannya ditawarkan untuk mengatasi penyakit mulut dan kuku yang kini banyak menyerang sapi peternak. “Saya semprotin ke kaki sapi yang sudah tiga hari ngadeprok tidak mau berdiri, beberapa menit kemudian sapi itu berdiri,” katanya, Kamis 7 Juli 2022.
Selain pada bagian kaki, penyemprotan juga dilakukan pada bagian mulut sapi yang mengalami seperti sariawan dan mengeluarkan cairan berbuih. Menurut Simon, dia membuat racikan itu dari 11 jenis buah seperti pisang, salak, pepaya, jeruk, lemon, jambu batu, rambutan, strawberry, bayam, tomat, dan mentimun.
“Dari semua bahan yang dipakai itu, yang dikejar adalah asam laktatnya,” kata dia. Asam laktat yang dihasilkan itu memiliki tingkat keasaman pH 4.
Endang mengatakan, asam laktat adalah produk dari proses fermentasi. Bahan yang bisa difermentasi menurutnya bermacam-macam, bisa yang mengandung karbohidrat, sayur, dan buah. Adapun penggunaan asam sitrat dalam penanganan penyakit mulut dan kuku adalah sebagai desinfektan. “Dalam kondisi asam, maka virus menjadi tidak aktif,” ujarnya.
Guru Besar di Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga, C.A. Nidom, menerangkan yang sama bahwa virus PMK yang menjadi inaktif di lingkungan pH rendah seperti asam laktat. Tapi Nidom menambahkan kalau inaktivasi ini hanya mengubah virus utuh menjadi RNA virus, yang mungkin berubah menjadi virus PMK lagi.
"Jadi, selain diberi asam laktat, juga pembuangan limbah harus diperhatikan untuk mencegah aktivasi virus PMK itu," kata pendiri Profesor Nidom Foundation di Surabaya, Jawa Timur, ini.