Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
ALFRED Russel Wallace adalah kisah tentang keteguhan seorang ilmuwan sekaligus petualang. Tahun demi tahun dalam hidupnya dihabiskan dengan menjelajahi dunia. Wallace berkelana membelah samudra, lalu zigzag menelusuri hutan rimba di pedalaman Amazon, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, sampai Papua.
Penjelajahan intensif itulah yang mendasari lahirnya teori besar sepanjang masa, yakni teori evolusi. Sejarah mencatat teori ini sebagai karya Charles Darwin. Namun sebagian ilmuwan percaya arsitek sesungguhnya adalah Alfred Russel Wallace, sang petualang.
Wallace jauh dari perasaan sentimental. Dia tak segan memburu, menguliti binatang demi kelengkapan koleksinya. Dia ogah koleksinya cuma dihuni satu-dua ekor binatang. Harus ada puluhan spesies untuk setiap seri koleksi. Bayangkan, di Pulau Aru yang kecil saja Wallace mengumpulkan 9.000 spesimen dari 16 ribu spesies.
Cermat dan haus akan kelengkapan koleksi. Itulah yang membuka mata Wallace akan adanya keragaman wujud genetik di alam. Tak pernah dia jumpai dua ekor kupu-kupu yang berbintik serupa. Tak mungkin ada dua burung kakatua yang larik bulunya sama persis. Rusa yang bertanduk panjang ternyata punya anak yang bertanduk bantat. Variasi.
Februari 1958, Wallace terkena demam malaria saat berada di hutan di Ternate. Dalam kondisi meriang itulah dia teringat Robert Malthus, ekonom Inggris, yang menyatakan populasi manusia dibatasi oleh ketersediaan makanan. Manusia harus berjuang untuk bertahan hidup.
Analisis Malthus mendapat bukti nyata di rimba raya. Setiap spesies harus beradaptasi dengan alam demi bertahan hidup. Variasi adalah wujud dari perjuangan itu. Ada yang lolos, tak sedikit yang terlindas seleksi alam.
Wallace gemetar. Dia sadar temuannya akan menggiring pada sebuah teori besar. Terburu-buru, dua malam penuh, dia menulis makalah yang kemudian dia kirimkan kepada Charles Darwin, ilmuwan idolanya. Judul makalah itu ”On the Tendency of Varieties to Depart Indefinitely from the Original Type”, kecenderungan spesies untuk berkembang jauh melesat dari tipe aslinya.
Darwin kaget. Gagasan Wallace sama persis dengan teorinya. Telah 20 tahun Darwin, sejak perjalanan ke Pulau Galapagos, merangkum pokok-pokok pikiran yang ternyata sama dengan milik Wallace. Tapi Darwin belum menerbitkan publikasi ilmiah apa pun sehingga dia tak bisa mengklaim orisinalitas teorinya.
Juli 1858, kolega Darwin yang tergabung dalam Linnean Society membuat perhelatan ilmiah. Mereka menyandingkan makalah Wallace dan tulisan Darwin yang belum diterbitkan. Wallace sedang berada di hutan basah Papua ketika momen penting ini berlangsung.
Setahun berikutnya, Darwin menerbitkan buku berjudul On the Origin of Species. David Hallmark, pengacara dan dosen di Trinity College University, yakin buku ini tak lain memindahkan ide dalam makalah Wallace.
On the Origin of Species membuat lampu sorot dunia mengarah kepada Darwin. Kosakata ”survival of the fittest” identik dengan nama Darwin. Nama Wallace hanya sayup terdengar.
Sang petualang tidak cemburu. Bahkan Wallace berujar, ”Tuan Darwin telah menyumbangkan kepada dunia sebuah ilmu pengetahuan baru. Namanya patut dianggap lebih penting ketimbang filsuf mana pun, baik di masa lalu maupun di zaman modern.”
Pada tahun itu juga Wallace mengirimkan makalah berjudul ”On the Zoological Geography of the Malay Archipelago”. Wallace mengidentifikasi perbedaan karakter sebaran spesies di dua wilayah, yakni India dan Australia.
Ketika itu, dunia belum mengenal istilah biogeografi, keragaman biologis di setiap wilayah. Tuhan tidak begitu saja menempatkan spesies A, B, sampai Z di seluruh penjuru dunia. Ada pergumulan seleksi alam, perubahan ekologi, yang mempengaruhi sebaran spesies. Konsep biogeografi inilah temuan penting Wallace.
Wallace menarik sebuah garis imajinatif yang melalui Selat Makassar dan Selat Lombok. Dengan kecermatan tinggi, dia merinci perbedaan karakter spesies di barat dan timur garis. Sebelah barat dihuni primata, karnivora, insektivora, dan burung khas Asia. Lalu, di sebelah timur garis, yang menghuni adalah burung kasuari, burung kakatua, dan binatang berkantong khas Australia.
Pada 1867, Thomas Huxley, ahli anatomi, menyebut garis imajinatif tersebut sebagai ”Garis Wallace”. Nama sang petualang pun abadi sepanjang masa.
Mardiyah Chamim
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo