Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
THE BLACK SWAN
Penulis: Nassim Nicholas Taleb
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tahun terbit: Februari 2009
MUSIM gugur 2008, ketika Wall Street yang digdaya lunglai dihantam krisis, tidak ada yang menduga bencana ekonomi global akan datang secepat ini. Tidak juga Amerika Serikat, yang begitu percaya diri dan memaklumkan ekonomi dunia berada pada titik aman.
Nassim Nicholas Taleb lewat bukunya ini membahas bagaimana manusia sejak ratusan tahun lalu sudah hidup dengan prediksi dan teori kemungkinan. Namun tidak ada yang benar-benar bisa menjamin semuanya terjadi sebagaimana prediksi manusia. Dan sebagaimana biasanya, manusia terkaget-kaget manakala prediksi itu meleset. Manusia, kata Taleb, berusaha menafikan kenyataan itu dan mencari justifikasi atas kenyataan yang pahit itu.
Merentang di antara ilmu ekonomi, statistik, dan filsafat, black swan adalah istilah yang digunakan banyak ahli untuk menggambarkan improbabilitas kehidupan, kenyataan yang tidak sesuai dengan asumsi umum, dan prediksi yang diyakini kebenarannya. Bahwa dalam kehidupan ini, semua angsa diciptakan berwarna putih. Ketika manusia menemukan angsa yang berbulu hitam, orang kemudian mencari justifikasi bahwa si angsa hitam pastilah sebuah kecelakaan genetika, sebagaimana Mendel dalam teori genetikanya menyebut dengan istilah gen resesif. ”Kekuatan peristiwa yang jarang terjadi, yang mengejutkan manusia, sebenarnya bisa menunjukkan bahwa manusia tidak tahu apa pun soal masa depan, namun bukti empiris itu tetap membuat manusia bersikap seolah kita tahu segalanya.”
Lahir di Libanon pada 1960, Taleb terbiasa hidup dengan kejutan-kejutan angsa hitam. Termasuk ketika negaranya tercebur dalam perang sipil pada 1975. Ketika pindah ke New York, ia bekerja di Wall Street dan kini menjadi profesor di University of Massachusetts. Bekerja di lantai bursa membuatnya paham bagaimana sebuah prediksi yang dirancang sedemikian cermat tidak berarti apa-apa jika dihadapkan dengan kenyataan masa depan. Ia kemudian kian tertarik mendalami improbabilitas ketika pada 1987 Wall Street dicekam peristiwa Senin Kelabu. Saat itu lantai bursa rontok hanya dalam sehari akibat anjloknya perdagangan saham. Tidak ada yang tahu mengapa itu terjadi. Begitu pula ketika Uni Soviet yang perkasa itu berkeping-keping hanya dalam hitungan tahun. Tidak ada yang paham mengapa itu terjadi.
Menurut Taleb, hal-hal yang tidak terduga adalah kunci untuk memahami pasar finansial dan sejarah secara keseluruhan. Sejarah, kata Taleb, dimulai dari lompatan-lompatan, yang sepenuhnya dikontrol oleh tirani tunggal, hal serba tidak terlihat dan terduga, dan serba kebetulan. Manusia kerap kecewa dengan hasil yang mengejutkan, yang tidak sesuai dengan harapan dan prediksi mereka.
Taleb juga merujuk pada teori yang dikemukakan Benoit Mandelbrot, bapak geometri fraktal. Dialah yang mengemukakan bahwa sesuatu—bahkan yang sangat mengejutkan sekalipun—dapat berubah hanya dalam waktu semalam.
Penjelasan-penjelasan Taleb kemudian mengajak pembaca untuk menerima yang serba tidak mungkin, serba tidak biasa itu sebagai bagian dari kehidupan. Manusia, kata Taleb, akan kecewa dan melakukan perlawanan atas kenyataan. Itu akan menyeret manusia untuk bereaksi lebih buruk dan bisa menghancurkan. Pada akhirnya, kata Taleb, adalah takdir yang menjawab semua ketidakpastian ini.
Black Swan tampaknya merupakan lanjutan dari buku sebelumnya, Fooled by Randomness. Buku ini menyebut bagaimana proyeksi di pasar saham tidak ada gunanya karena manusia akan dihadapkan pada seribu satu kemungkinan. Tidak ada yang tahu ke mana harga akan melaju. Buku yang terbit tidak lama setelah serangan 11 September ini menjadi bahan pembicaraan di mana-mana.
Black Swan pun tidak kalah populernya. Ketika versi bahasa Inggrisnya terbit di Amerika pada 2007, buku ini langsung mendapat perhatian pengamat dan terus bertengger di daftar buku laris. Black Swan sudah diterjemahkan ke dalam sekitar 25 bahasa.
Sayangnya, meski membekali pembacanya dengan senjata untuk tidak terlalu kaget pada kejadian-kejadian yang luar biasa dan tidak terduga, Taleb tidak bisa menjawab mengapa profesi modern seperti pialang saham, dan profesi yang lebih tua, peramal cuaca, tetap saja diminati dan dipercaya orang.
Angela Dewi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo